Kubu Prabowo tak hebat di parlemen
Merdeka.com - Sebagai wakil rakyat, seorang anggota parlemen punya kekuatan sama dengan anggota parlemen lain. Sebab, pengambilan keputusan ditentukan oleh suara masing-masing anggota; tidak oleh ketua parlemen, tidak oleh ketua fraksi, juga tidak oleh ketua komisi. Mereka yang menduduki posisi tersebut, suaranya sama dengan anggota.
Jika memang demikian, mengapa kubu Prabowo (Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan Demokrat) melakukan segala cara untuk merebut kursi pimpinan DPR/MPR? Mengapa juga kubu Jokowi (PDIP, PKB, Nasdem, Hanura) berusaha keras agar mendapatkan kursi pimpinan DPR/MPR? Yang aneh juga, hanya demi kursi pimpinan DPR/MPR, SBY-Mega terlibat hubungan "asosial" secara terbuka: SBY menyebut Mega tak mau ditemui, kubu Mega merasa tidak ada urgensi untuk bertemu.
Di negara-negara demokrasi, jabatan ketua parlemen biasanya disebut speaker, atau juru bicara. Ya, tugasnya hanya menyampaikan ke publik apa-apa yang sedang dibahas dan diputuskan parlemen. Speaker juga mengatur jalannya persidangan, lalu lintas pembicaraan, termasuk juga lalu lintas lobi antarfraksi, antarkelompok di parlemen.
-
Bagaimana Jokowi melakukan reshuffle? Presiden Joko Widodo kembali melakukan reshuffle menteri dan wakil menteri hari ini Senin (17/7).
-
Bagaimana Jokowi menilai transisi kepemimpinan? Dia mencontohkan, untuk RAPBN 2025, Prabowo sudah melakukan pertemuan beberapa kali dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. 'Hampir setiap minggu, hampir setiap hari bertemu untuk mempersiapkan. Artinya apa? Transisi kepemimpinan ini akan berjalan dengan lancar, insyaallah mulus, sehingga setelah dilantik, Presiden dan seluruh Kabinet langsung bisa bekerja dengan cepat melaksanakan program-program yang ada, tanpa ada jeda,' ucap Jokowi.
-
Siapa yang pecat Jokowi? Pengumuman tersebut disampaikan oleh Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun, dalam sebuah konferensi pers yang berlangsung di Jakarta.
-
Siapa menteri Jokowi yang terlibat korupsi? Para Menteri Jokowi yang Terjerat Kasus Korupsi Dua periode pemerintahan Presiden Jokowi setidaknya ada bebarapa menteri yang terjerat kasus korupsi.
-
Siapa yang dilantik Jokowi menjadi Ketua KPK? Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua KPK sementara.
-
Kapan Jokowi menandatangani berkas capim KPK? Untuk diketahui, Jokowi telah menandatangani berkas laporan hasil akhir daftar nama calon pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024—2029. Berkas capim dan dewas yang dilaporkan oleh panitia seleksi telah ditandatangani sejak Senin (14/10) sore.
Selain speaker, baik pada sistem pemerintahan parlementer maupun sistem pemerintahan presidensial, terdapat ketua kelompok mayoritas parlemen dan ketua kelompok minoritas parlemen, bahkan ketua kelompok independen. Mayoritas dan minoritas, jelas merujuk pada jumlah kursi parlemen yang dikuasai kelompok tersebut.
Dalam sistem parlementer, kelompok mayoritas otomatis menjadi kubu pemerintah, sedang kelompok minoritas menjadi kubu oposisi. Namun kadang terjadi anomali sehingga tersebutlah pemerintahan minoritas (minority government), di mana pemerintah hanya didukung kelompok minoritas. Dalam sistem parlementer ini rentan, sebab sewaktu-waktu pemerintah bisa bubar jika mayoritas parlemen menghendaki.
Dalam sistem presidensial, kondisi anomali lebih sering terjadi, di mana presiden terpilih tidak didukung mayoritas parlemen, sehingga menciptakan pemerintahan terbelah (divided government). Tetapi dalam sistem ini, tak perlu ada kekhawatiran pemerintah jatuh, sebab parlemen tidak bisa menjatuhkan presiden. Hanya saja pemerintah sering tidak efektif, karena kebijakan presiden sering dirintangi dan ditolak parlemen.
Ilustrasinya adalah pemerintahan Presiden Obama periode kedua: mayoritas Senat memang dikuasai Demokrat (partai Obama), tetapi mayoritas DPR dikuasai Republik. Pemerintah sempat menyatakan shut down, karena rencana anggaran Obama ditolak DPR. Namun kedewasaan politik menyebabkan kondisi buruk tidak berlarut-larut.
Kembali ke soal rebutan kursi pimpinan DPR/MPR, lantas apa urgensinya buat kubu Prabowo yang telah menguasai mayoritas DPR/MPR, tetap berkeras menguasai kursi pimpinan DPR/MPR? Lalu, mengapa juga kubu Jokowi seakan merasa sudah habis kekuatan saat gagal mendapatkan kursi pimpinan DPR/MPR? Bukankah kubu Jokowi menyadari bahwa sebagai kelompok minoritas memang sulit memenangi perebutan kursi yang dipilih berdasar suara anggota?
Jika ditelusuri, posisi pimpinan parlemen Indonesia memang bukan sekadar speaker, sehingga bisa dipahami jika masing-masing pihak ngotot untuk meraihnya dengan segala cara. Memang UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta tata tertib masing-masing lembaga mengatur wewenang pimpinan DPR/MPR sebatas mengatur persidangan, mengatur jadwal persidangan, dan lobi-lobi antarfaksi.
Tetapi di balik rumusan tugas formal tersebut sesungguhnya terdapat peluang dan kesempatan untuk memainkan dan mengarahkan situasi dan kondisi politik tertentu. Apa yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dalam memimpin sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada bisa dijadikan contoh. Dan main ketuk palu tersebut bisa dilakukan siapa saja.
Meski hanya mengatur jadwal persidangan dan lobi-lobi, peran ini pada titik tertentu juga menjadi strategis. Sebab pengaturan jadwal sidang bisa dibuat sedemikian rupa sehingga menyulitkan atau memudahkan pengambilan keputusan yang ujungnya bisa menguntungkan atau merugikan kelompok tertentu.
Begitulah pimpinan DPR/MPR, mereka bukan sekadar speaker parlemen. Mereka adalah pengarah parlemen dalam pengambil keputusan. Dalam mana perilaku politik anggota parlemen belum beradab, peran mengarahkan bisa menjadi memaksakan, sehingga siapapun yang duduk di sana mejadi orang yang menentukan. Inilah yang menyebabkan kubu Prabowo dan kubu Jokowi melakukan segala cara demi kursi pimpinan DPR/MPR.
Bagi partai politik dan politisi, kursi pimpinan DPR/MPR tetap merupakan gengsi politik. Itu adalah posisi terhormat karena mendapat protokoler khusus: staf, pengawalan, mobil dinas, duduk sejajar dengan presiden, dll. Lebih dari itu, karena kerap "mewakili" DPR/MPR dalam berhubungan dengan pejabat lain, maka mereka bisa memanfaatkan dan memanipulasi kepentingan saat berhubungan dengan presiden dan para menteri.
Manipulasi kepentingan itu berbuah transaksi politik karena presiden dan para menteri adalah penguasa sumber-sumber ekonomi. Jika pimpinan DPR/MPR biasa bertransaksi dengan presiden, maka pimpinan komisi DPR menindaklanjutinya dengan para menteri. Makanya, setelah rebutan kursi pimpinan DPR/MPR akan diikuti dengan rebutan pimpinan komisi. Sebab menjadi pimpinan komisi berarti menguasai akses ekonomi.
Nah, jika itu motifnya, sedangkan Jokowi bersikeras untuk membentuk pemerintah bersih dan transparan, serta menunjuk menteri bersih dan berintegritas, lalu apa gunanya menguasai memimpin DPR/MPR dan komisi-komisi DPR? Lalu, mengapa juga kubu Jokowi berkecil hati ketika tidak mendapatkan posisi apa-apa di DPR/MPR?
Politik kita memang tidak sesederhana yang kita bayangkan karena pelakunya tak segan untuk berlaku tak beradab.
(mdk/tts)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Puan menegaskan Jokowi bukan ketua umum partai politik dan ketua koalisi.
Baca SelengkapnyaAlih-alih didukung rakyat, suaranya malah turun di Pemilu.
Baca SelengkapnyaHal ini menanggapi kabar Presiden terpilih Prabowo Subianto akan menambah nomenklatur kementerian menjadi 40.
Baca SelengkapnyaWacana reshuffle kabinet muncul usai Presiden Jokowi bertemu dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Bogor.
Baca SelengkapnyaPDIP menegaskan menghindari pola transaksional dan pembagian sumber daya ekonomi dalam membangun koalisi politik.
Baca SelengkapnyaPresiden Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra sempat ditanya soal peluang Jokowi bergabung dengan partainya
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo atau Jokowi mengklaim tak ikut campur atau cawe-cawe dalam penyusunan kabinet Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaHasil real count sementara KPU, paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran unggul dibandingkan dua paslon lainnya.
Baca SelengkapnyaPDIP membocorkan sejumlah menteri telah melapor ke Megawati untuk mundur dari kabinet.
Baca SelengkapnyaApabila nantinya Ganjar mengkritisi pemerintah secara perorangan atau pribadi maka kurang kuat.
Baca SelengkapnyaJokowi dan keluarga disebut tidak lagi selaras dengan cita-cita PDIP.
Baca Selengkapnya"Keliatannya bisa jadi usulan hak angket ini akan layu sebelum berkembang, akan diblok, ya akan di bendung oleh kubu koalisi pemerintahan Jokowi,"
Baca Selengkapnya