Memandang Indonesia dari Rukun Warga dan Rukun Tetangga
Merdeka.com - Endang Kusnadi Slamet sekuat tenaga meredam emosi seorang warga yang tak terima dengan omongan tetangga. Sudah tugasnya mendamaikan warga yang berselisih paham dan bersitegang. Dia mendatangi rumah warga yang marah. Dia datang sebagai juru damai.
Di dalam rumah, Endang duduk di tengah. Antara seorang bapak yang terbawa emosi dan warga lain yang hendak minta maaf. Persoalan ini harus segera diselesaikan. Agar tak timbul masalah yang lebih besar. Awalnya berjalan alot dan penuh emosional. Namun berakhir damai. Disepakati, permohonan maaf diterima, masalah pun paripurna.
"Sudah clear ya, jadi jangan ada lagi masalah," ujar Endang menirukan kesimpulan malam itu.
-
Apa dampak negatif dari praktik RT/RW Net? XL Axiata menyoroti dampak negatif praktik ini yang selain merugikan pelanggan, juga merugikan operator, dan pemerintah.
-
Siapa yang turun langsung ke warga untuk program Polisi RW? Bahkan, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Polri Komjen Fadil Imran turun dan berkomunikasi langsung dengan warga.
-
Kenapa warga RW 04 bertani di perkotaan? Tinggal di kawasan perkotaan rupanya tak jadi kendala bagi warga RW O4 Kelurahan Medokan Ayu, Kota Surabaya, Jawa Timur untuk bertani.
-
Di mana Kantor Desa Rancah yang viral berada? Bangunan kantor kepala desa di Desa Rancah, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat viral di media sosial.
-
Kenapa RTH penting di kota? Keberadaan ruang terbuka hijau dalam suatu kota sangatlah penting karena fungsinya yang beragam, mulai dari memberikan kenyamanan visual, menjadi tempat rekreasi, hingga sebagai penyerap polutan dan penghasil oksigen.
-
Apa peran Radio Rimba Raya? Radio Rimba Raya atau disingkat dengan RRR, merupakan sebuah stasiun radio darurat yang berdiri di dataran tinggi Gayo, tepatnya di Kampung Rimba Raya, Kecamatan Pintu Rime, Kabupaten Bener meriah.RRR ini berada di bawah kendali Tentara Republik Indonesia (TRI) Divisi X/Aceh yang dipimpin oleh Kolonel Husein Yusuf.
Endang, pria berusia 69 tahun itu adalah Ketua Rukun Warga (RW) di Perumahan Antariksa Permai, Desa Bojong Nangka, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Baru setahun dipercaya warga sebagai Ketua RW. Endang sadar betul fungsinya. Penjaga kerukunan di antara warga. Dia harus hadir di tengah-tengah warga. Menyelesaikan persoalan.
Dia perlahan menyadari seluk beluk dan karakter warganya. Sejak lama dikenal cukup 'keras'. Maklum saja, perumahan itu mayoritas dihuni bukan warga sipil. Pernah satu kali, ada warganya melapor. Sekelompok remaja kumpul-kumpul di salah satu rumah warga. Mengganggu kenyamanan istirahat warga lain.
Awalnya, masalah ini sudah diselesaikan Ketua RT setempat. Namun selang beberapa bulan, persoalan sama kembali diadukan. RT sudah angkat tangan, minta bantuan. Tak ada pilihan, ketua RW harus turun gunung.
"Saya ingin membuat warga aman dan nyaman di lingkungan. Misinya merangkul semua orang agar guyub dan mempersatukan," katanya.
Dia menyambangi rumah warga yang biasa dijadikan tempat kumpul anak muda. Endang mendengarkan penjelasan. Warga itu hanya ingin agar anak-anak muda tidak keluyuran. Sehingga merelakan rumahnya dijadikan tempat kumpul.
"Tujuannya bagus menampung supaya anak-anak tidak kemana-mana. Saya bilang bagus tapi jangan berisik. Hormati warga lain," jelasnya.
Dari pengalaman itu, Endang membangkitkan kembali organisasi Karang Taruna. Dia tak menyangka, animonya cukup besar. Dibentuk kepengurusan untuk menjalankan program khusus pengembangan remaja. Tapi ada saja warga yang protes. Karena pimpinan Karang Taruna, anak yang terkenal nakal. Dalam bahasa anak muda, dikenal sebagai 'pentolan'.
Endang kembali memberi penjelasan pada warga. Tidak selamanya anak-anak akan nakal. Jika diberi tanggung jawab lebih, mereka akan berubah. Ucapan Endang terbukti. Roda organisasi Karang Taruna berjalan. Semakin banyak anak muda di perumahan itu, bergabung secara aktif. Kini jumlahnya sudah 70 anak muda. Endang sering mengundang anak-anak muda itu untuk makan dan diskusi di rumahnya. Sharing pengalaman dan bicara program.
Pernah suatu kali, Endang didatangi Ketua RW dari perumahan lain. Protes lantaran perilaku anak-anak yang mengganggu kenyamanan warga perumahan sebelah. Endang menyelesaikan dengan jalan kekeluargaan.
Bukan perkara mudah menjadi Ketua RW. Mereka yang berhadapan langsung dengan warga. Menampung keluhan dan aspirasi. Terkadang, tidak bisa menyenangkan semua orang. Ada saja warga yang menilai RW tidak punya gebrakan. Sebab, kebanyakan warga hanya menilai kinerja dari pembangunan fisik. Seperti perbaikan dan pembangunan jalan rusak dan penyediaan fasilitas umum.
Beredar kabar, Endang akan dilengserkan dari kursi Ketua RW. Ada warga yang menggandeng tokoh masyarakat untuk misi itu. Dia menanggapi santai. Tak terbawa emosi. Ada warga yang terang-terangan minta Endang 'melempar handuk' alias mundur. "Tidak usah seperti itu, saya sih mau turun sendiri," ucapnya sambil tertawa.
Kabar itu tak membuat Endang kecil hati. Dia tetap berusaha dekat dengan warga. Dua kali dalam sepekan, dia biasa berkeliling perumahan. Sekadar menyapa dan mendengar keluhan warga. Dia juga membuat grup di aplikasi perpesanan WhatsApp sebagai saluran informasi dan aspirasi warga serta pengurus RT dan RW. Dari mulai masalah sampah, keamanan lingkungan, sampai soal bantuan pemerintah desa kepada warga.
Baginya, tidak ada persoalan berat. Satu per satu bisa diselesaikan. Kuncinya, kerja bersama. Endang tidak kerja sendiri. Ada pengurus RT dan RW yang saling membantu. Ada warga yang masih peduli masalah lingkungan. Kunci kedua, memanusiakan manusia dalam setiap penyelesaian persoalan.
"Pendekatannya kemanusiaan. Bahasa jawanya 'Ngewongke' (memanusiakan manusia). Toleransi dan tepo seliro. Itu yang saya pegang."
Dia cukup beruntung tinggal di lingkungan perumahan yang warganya sudah saling menghormati dan guyub. Tugasnya hanya menjaga dan melestarikan kondisi itu. Di luar kerukunan warga, Endang seolah dibebani tugas mewujudkan fasilitas untuk kenyamanan warga. Dia menceritakan upaya menembus program dan pendanaan ke kantor desa. Beruntung, program penyediaan fasilitas kesehatan berupa Posyandu dan infrastruktur perbaikan jalan disetujui kepala desa.
Dia hanya tertawa getir ketika bicara program pembangunan infrastruktur. Diakui menjadi titik lemah. Warga sudah berusaha mandiri atau swadaya. Tapi tak sepenuhnya bisa maksimal. Tetap butuh suntikan dana tambahan. Perangkat pemerintahan diharapkan bisa menghadirkan solusi.
"Pembangunan fisik dan program, ujung-ujungnya ya butuh duit (uang)," singkatnya sambil tertawa.
Mengurus Warga Tajir
Permasalahan keuangan hampir tidak pernah dibicarakan oleh warga perumahan Florence-Mediterania Boulevard. Bahkan untuk permasalahan surat menyurat atau administrasi kependudukan, sebagian warga bisa mengerjakannya sendiri. Tanpa bantuan pengurus RT.
Namun, Bambang Irwanto tetap harus bersiaga selama 24 jam untuk menyelesaikan permasalahan warga. Sebagai Ketua RT11/RW07, Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, dia pernah dibangunkan pukul 02.30 WIB. Salah satu warganya mengeluhkan ada tikus di plafon rumah mereka.
Ketua RT di sana harus bisa mengerjakan apapun. Membantu persoalan warga dari A sampai Z. Mulai dari pasokan air terhambat, listrik padam, atau hewan berliaran di perumahan.
"Pembantu kabur cari RT, ada paket tidak ketemu orangnya ya cari RT, ada orang mabuk cari RT," ungkapnya sambil tertawa.
Selama empat tahun, dia menggawangi 400 kepala keluarga. Permasalahan paling sering adalah lahan parkir mobil. Berdasarkan data, ada sekitar 1.250 mobil dalam satu kompleks. Itu pun ada beberapa warga yang tak mendaftarkan mobilnya.
"Kalau tidak salah ada sekitar 1.500 mobil. Jadi satu rumah ada tiga sampai empat mobil," ungkapnya.
Banyaknya kendaraan ini kadang membuat sang pemilik tak mempertimbangkan lokasi parkir. Alhasil saat ada mobil yang menghalangi jalan keluar warga lain, ini menjadi pemicu perselisihan antarwarga.
"Misalkan mobilnya sudah ada tiga atau empat, dia bingung menaruhnya. Akhirnya parkir sembarangan, itu jadi masalah," terangnya.
Masalah lain yang sering dihadapi Bambang adalah hewan peliharaan warga. Dia berulang kali menerima keluhan soal kotoran hewan di jalan atau depan rumah warga. Ini terjadi lantaran kebanyakan hewan yang diajak jalan oleh sopir atau asisten rumah tangga, buang kotoran sembarangan. Pemiliknya tidak membersihkan.
"Nah kebetulan lagi ada warga yang joging terus kena, ini yang akhirnya jadi konflik," ujarnya.
Di tengah perbincangan, handy talkie di tangan Bambang berbunyi. Sekuriti mengabarkan rencana pertemuan warga. Selama ini, komunikasi dengan warga selalu berjalan dengan baik. Bahkan, mayoritas warga aktif dalam setiap kegiatan. Dari 400 kepala keluarga, hanya sekitar 10 persen yang pasif. Upaya untuk mengajak mereka bergabung dalam kegiatan terus dilakukan. Bambang tak jarang menghampiri rumah mereka dan mengajak untuk hadir. Walaupun akhirnya tidak berbuah manis.
"Kami RT sebagai pelayan masyarakat, bukan bos atau diktator yang suka atur-atur warga," jelasnya.
Untuk permasalahan administrasi warga, RT dan RW jarang dilibatkan. Kebanyakan dari mereka sudah kenal dengan lurah. Sehingga langsung melakukan pengurusan kepada mereka. Wajar saja, status sosial dan ekonomi membuat mereka punya banyak kenalan pejabat pemerintahan.
"Kadang memang ada beberapa urusan harusnya lewat RW, ternyata bisa dilewati," ungkap Adryan Purnama Yosunanto, Ketua RW7 Kelurahan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.
Meski perannya dianggap kecil, Adryan berteguh menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat.
"Mayoritas harus kita pikirkan. Dari pada kita pikirkan yang kecil tapi pedes, mending yang banyak aja. Kita semua tahu apapun pemikiran kebijakan kita pasti tidak bisa menyenangkan hati semua orang," tutupnya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Dr. Sunyoto Usman menilai peran RT maupun RW lebih terasa di tengah masyarakat perdesaan. Masyarakat dengan karakter homogen tapi saling mengenal satu sama lain. Persoalannya pun tidak kompleks seperti yang dialami masyarakat urban atau perkotaan.
"Desa dinamikanya rendah, persoalan tidak kompleks. Kalau masyarakat urban cukup sulit karena tidak saling kenal dan cenderung heterogen. Kalau ada masalah tidak ke RT tapi lembaga lebih tinggi," jelas Sunyoto melalui sambungan telepon.
Menyorot terminologi Rukun Warga dan Rukun Tetangga. Dia menjelaskan teorinya. Kerukunan terbentuk dari tiga hal. Pertama, sisi ideologi yang sama. Keseragaman memahami ide. Kedua, faktor afiliasi silang. Ketiga, interpedensi ekonomi. Di mana satu dengan yang lain saling bergantung atau menunjang kegiatan ekonomi.
"Tiga faktor ini jadi perekat. Kalaupun ada perbedaan, tidak terlalu menjadi masalah. Di sini, RT bisa berperan," katanya.
RT dan RW: Antara Mitra Pemerintah dan Volunteer
Berdasarkan rekap data dari seluruh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Indonesia tahun 2021, jumlah RT di Indonesia mencapai 1.109.232. Jumlah ini terus berkembang seiring penambahan desa baru di Indonesia.
©2022 Merdeka.comDalam tatanan pemerintahan, RT bukan struktur terkecil pemerintah. Posisinya sebagai mitra Pemerintah Desa atau Kelurahan. Dengan kata lain, kedudukannya bisa dibilang sejajar dalam pelaksanaan pemerintahan. Kementerian Dalam Negeri tak memandang sebelah mata peran krusial RT dan RW. Bukan sekadar mitra.
"Ini bentuk partisipasi masyarakat sebagai wadah aspirasi," jelas Dirjen Bina Pemerintah Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo kepada merdeka.com, Jumat (7/10).
Pemerintah merasa terbantu. Khususnya terkait pelayanan langsung pada masyarakat. Seperti penyediaan data kependudukan, perizinan, pembagian BLT, pendataan kemiskinan, pembinaan dan pengawasan masyarakat sekitar, dan segala urusan lainnya yang berkaitan dengan bidang Pemerintahan Desa atau Kelurahan.
"Menyentuh langsung masyarakat dalam lingkup terkecil, tidak hanya konteks pelayanan pemerintahan, tetapi juga menjadi salah satu pionir dalam menyampaikan aspirasi dari masyarakat kepada Pemerintah Desa," paparnya.
Sosiolog Sunyoto Usman memandang, RT maupun RW sebaiknya tidak dibebankan urusan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Dia mencontohkan masalah administrasi dan pendataan kependudukan, masalah keamanan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana. Ini biasa dialami RT maupun RW di kawasan urban.
Wajar saja jika akhirnya warga di kawasan perkotaan, cenderung mengesampingkan peran RT maupun RW. Mereka punya jaringan yang lebih luas di struktur pemerintahan. Sehingga peran RT dan RW dilompati.
"Pekerjaan publik yang jadi urusan negara ditumpukan pada mereka, tidak fair," tegas Sunyoto.
Dia mengajak melihat kembali latar belakang kemunculan RT dan RW. Serta perannya di masyarakat. RT dan RW adalah volunteer. Mereka hadir membawa 'kerelaan hati'. Karena itu, perannya harus lebih sederhana.
Konsep peran adalah memberi kontribusi untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, Sunyoto merasa peran RT dan RW seharusnya hanya dalam konteks tertentu saja. Semisal yang sifatnya memberi informasi umum pelayanan publik atau informasi keamanan lingkungan tempat tinggal. Agar mereka tidak terbebani.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Zaman dulu rumah antar warga di perkampungan Betawi masih berjauhan satu sama lain.
Baca Selengkapnya"Kades adalah pemimpin terdekat rakyat Indonesia," kata Prabowo.
Baca SelengkapnyaGotong royong telah mnejadi budaya yang kental di Indonesia.
Baca SelengkapnyaReforma agraria dinilai bisa menjawab semua ragam konflik tanah masyarakat.
Baca SelengkapnyaDusun Tempel di Boyolali yang berdampingan dengan Dusun Bentrokan di Magelang memiliki keunikan.
Baca SelengkapnyaSalah satu kawasan memiliki sebuah gang sempit yang begitu menarik perhatian. Meski ukuran gang itu begitu kecil, namun tiap warganya tetap dapat hidup rukun.
Baca SelengkapnyaLa Ode menerangkan bahwa sebagai pengampu desa harus bersyukur atas tanggung jawab besar ini.
Baca SelengkapnyaHal tersebut diketahui dari kebiasaan warga setempat yang jarang berinteraksi satu sama lain.
Baca Selengkapnya