Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Membedah Aturan Main Penjabat Gubernur

Membedah Aturan Main Penjabat Gubernur Pencoblosan ulang di TPS 18 Jakarta. ©2019 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - 271 Kepala Daerah akan habis masa jabatannya sebelum gelaran Pilkada 2024. Mengisi kekosongan itu, Pemerintah akan menunjuk penjabat untuk memimpin Pemda sementara. Sampai kepala daerah definitif terpilih dari hasil Pemilu.

Kursi empuk penjabat menjadi polemik. Terlebih, jabatan diisi bukan hitungan bulan. Misalnya Gubernur Jakarta yang habis pada 2022. Penjabat akan memimpin ibu kota selama dua tahun.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuka opsi penjabat diisi oleh perwira tinggi TNI dan Polri. Rujukannya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU Nomor 10 tahun 2016 Pilkada.

"Dibaca saja ya UU-nya. Ada dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, sekali lagi UU tentang ASN," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik saat dihubungi merdeka.com, pekan lalu.

Akmal merujuk pada UU ASN Pasal 20, Beleid tersebut menyatakan jabatan ASN dapat diisi oleh prajurit TNI dan Polri. Dalam UU ASN pasal 109 juga mengatur, jabatan pimpinan tinggi utama dan madya dapat diisi oleh non PNS juga prajurit TNI-Polri. Ditetapkan dengan Keputusan Presiden (Keppres).

Sementara merujuk UU Nomor 10 tahun 2016 pasal 201 ayat 10 dan ayat 11 tentang Pilkada. Penjabat diisi oleh pimpinan tinggi madya untuk gubernur. Penjabat Bupati dan walikota diisi oleh pimpinan tinggi pratama.

Namun, pandangan berbeda diungkap oleh Mantan Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan. Menurut dia, tidak ada aturan yang memperbolehkan prajurit TNI dan Polri menjadi penjabat kepala daerah. Menurut dia, yang berhak hanyalah ASN.

Djohermansyah mengatakan, UU Pilkada mengatur apabila terjadi kekosongan karena tidak ada Pilkada maka Kepala daerah yang habis jabatannya diisi oleh ASN. ASN yang menyandang jabatan eselon 1 atau jabatan pimpinan tinggi madya untuk posisi Gubernur.

"Kalau dibaca di situ, maka kalau TNI dan Polri kan bukan jabatan ASN kan. TNI-Polri dia punya jabatan sendiri di lingkungan kepolisian dan militer," jelas Djohermansyah.

Dalam UU ASN, yang dimaksud dengan 'jabatan pimpinan tinggi madya' meliputi; sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, Kepala Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.

Sementara 'jabatan pimpinan tinggi pratama’ meliputi; direktur, kepala biro, asisten deputi, sekretaris direktorat jenderal, sekretaris inspektorat jenderal, sekretaris kepala badan, kepala pusat, inspektur, kepala balai besar, asisten sekretariat daerah provinsi, sekretaris daerah kabupaten/kota, kepala dinas/kepala badan provinsi, sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang setara.

"Boleh tidak tentara atau polisi menduduki jabatan sebagai penjabat Kepala daerah untuk mengisi kekosongan itu? Secara normatif, UU itu tegas jelas menyatakan tidak ada. Artinya yang bisa menjabat ASN," kata Djohermansyah lagi menekankan.

Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja pun menolak penjabat diisi oleh Polri dan TNI. Dia mendorong, agar sipil yang mengisi kekosongan periode kepala daerah nantinya.

Senada dengan Djohermansyah, Rahmat menilai, Undang-Undang melarang TNI/Polri mengisi penjabat. Berbeda dengan pelaksana tugas (Plt) yang menurut dia, masih memperbolehkan diisi prajurit TNI dan Polri. "Undang-undang kan tidak bisa, undang-undangnya nggak bisa," tutur dia.

Rahmat mendorong agar penjabat diisi oleh orang-orang kementerian. Dia yakin, pemerintah memiliki 271 ASN yang kompeten untuk mengisi penjabat kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota.

"Apalagi Jakarta, menurut saya sipillah, kan kementerian dalam negeri punya. Ada Menpan RB ada kemudian eselon 1 untuk Pj gubernur," kata Rahmat.

UU ASN Pasal 109 berbunyi;

(1) Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden.

(2) Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif.

(3) Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan Instansi Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menilai, bukan perkara mudah mencari 271 penjabat untuk mengisi kekosongan Pemda. Menurut dia, sampai saat ini belum ada pembahasan antara DPR dan pemerintah tentang mekanisme pengisian penjabat tersebut.

Namun, dia menegaskan, bukan jadi soal apabila penjabat tersebut diisi oleh kalangan Polri dan TNI. Menurut dia, hal itu sudah diakomodasi dalam UU ASN dan UU Pilkada.

"Pj kepala daerah yang berasal dari TNI/Polri, bisa dipertimbangkan untuk memimpin daerah-daerah yang tingkat ancaman gangguan ketertiban sosialnya tinggi," kata Politikus PKB itu.

Luqman menambahkan, UU Pilkada tidak mengatur secara spesifik harus ASN yang mengisi penjabat. Jadi, jika pertanyaannya harus perwira bintang berapa, maka kembali pada aturan, apa saja syarat-syarat yang dibutuhkan bagi seseorang untuk menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi Madya/Pratama.

Luqman pun berpendapat terlalu berlebihan apabila menilai penunjukan Penjabat kepala daerah dikaitkan dengan dwifungsi ABRI. Menurut dia, dalam konteks penjabat yang ditunjuk, berbeda dengan zaman orde Baru yang mengangkat dirinya sendiri sebagai pejabat.

UU Pilkada Pasal 201 berbunyi;



(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun

(10) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(11) Jabatan penjabat jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagi Pakar Hukum Tata Negara, Fery Amsari, polemik penjabat dari TNI/Polri harus mengacu pada UUD 1945. Dalam amanat konstitusi, bahwa tugas pokok TNI/Polri dalam pasal 37 menyangkut keamanan dan pertahanan negara.

Fery mengatakan, tugas TNI dan Polri bukan sebagai pelayanan seperti penjabat kepala daerah. Oleh sebab itu, dia menilai, UU yang mengatur tentang bolehnya prajurit TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah bertentangan dengan konstitusi UUD 1945.

"Jadi konsentrasi konstitusionalnya begitu, sehingga turunan dari itu tentu akan bertentangan dengan undang-undang dasar kan," jelas Fery.

Fery pun mengakui ada tumpang tindih aturan dalam kewenangan TNI/Polri. Menurut dia, pihak yang paling bertanggungjawab atas persoalan ini adalah DPR dan pemerintah sebagai pembuat UU.

"Jadi tumpang tindih ketentuan undang-undang itu terjadi karena kelalaian dari pembentuk undang-undang, siapa pembentuk undang-undang, ya undang-undang ya presiden dan DPR," jelas dia.

Menurut Perpres Nomor 5 Tahun 17 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri. Untuk pangkat Komjen (bintang tiga) masuk ke dalam kategori eselon IA. Mulai dari Wakapolri, Irwasum, Kabaintelkam, Kabaharkam, Kabareskrim, Kalemdiklat. Kemudian, ada pula polisi berpangkat Irjen (bintang dua) yang masuk dalam kategori eselon IA. Yakni mereka yang menduduki posisi Asrena, Asops, As SDM dan As Log.

Untuk kategori eselon IB, berpangkat Irjen yakni yang menduduki jabatan; Wairwasum, Wakabaintelkam, Wakabaharkam, Wakabareskrim, Wakalemdiklat, Kadivpropam, Kadivkum, Kadivhumas, Kadivhubinter, Kadiv TIK, Sahli Kapolri, Dankorbrimob, Kakorlantas, Kakorpolairud, Kakorsabhara, Kakorbinmas, Kadensus 88 AT, Kasespim, Ketua STIK, Gubernur Akpol. Serta para Kapolda yang menjabat di daerah dengan kategori tipe A.

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Alfitrah Salam enggan menanggapi landasan hukum dari wacana TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah. Dia menekankan, pentingnya aspirasi masyarakat terhadap polemik tersebut.

Alfitrah menilai, perlu dipertimbangkan kembali pandangan masyarakat terhadap wacana tersebut. Dia juga menekankan, selalu mempertimbangkan semangat reformasi politik yang harus dijaga baik. "Faktor kapasitas dan kelangsungan reformasi hendaknya lebih diutamakan," katanya.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno pun menolak wacana TNI dan Polri masuk sebagai penjabat kepala daerah. Menurut dia, jangan lagi menggoda TNI dan Polri untuk masuk ke ranah sipil. Terlebih, Indonesia tidak kekurangan tokoh untuk mengisi penjabat kepala daerah.

Dia juga mengkritik tumpang tindih aturan antara UU ASN dan UU Pilkada yang tidak kesesuaian dengan amanat UUD 1945. "TNI-Polri tak perlu digoda masuk ranah politik sipil," katanya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati juga mengkritik isi UU Pilkada. Menurut dia, dalam UU itu tak dijelaskan detil siapa yang berhak mengisi penjabat.

Menurut dia, harusnya, UU mengatur spesifik penjabat masuk dalam kategori pimpinan tertinggi Madya dan pratama itu diambil dari kementerian mana. Dia menyatakan, dalam UU juga tidak ada larangan atau memperbolehkan prajurit TNI/Polri menjadi penjabat. "Itu yang kemudian menjadi celah bisa mengambil dari TNI-Polri," kata wanita akrab disapa Ninis ini.

Tim Penulis: Intan Umbari Prihatin, Ronald Chaniago, Genantan Kesuma, Wilfridus Setu Embu, Randy F Firdaus

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
VIDEO: Keras! PKS Tolak RUU DKJ, Sebut Gubernur Jakarta Bisa Ditunjuk Presiden
VIDEO: Keras! PKS Tolak RUU DKJ, Sebut Gubernur Jakarta Bisa Ditunjuk Presiden

Salah satunya adanya aturan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta nantinya ditunjuk presiden.

Baca Selengkapnya
Hamdan Zoelva: Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden Kemunduran Demokrasi, Ini Masalah Besar
Hamdan Zoelva: Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden Kemunduran Demokrasi, Ini Masalah Besar

"Ini benar-benar memberikan kesimpulan yang sangat kuat, bahwa demokrasi mundur dan ini tidak boleh terjadi," kata Hamdan Zoelva.

Baca Selengkapnya
Jenderal Agus Subiyanto Tanggapi Jabatan ASN Bakal Diisi TNI: Tiap Permasalahan Ada Peran TNI
Jenderal Agus Subiyanto Tanggapi Jabatan ASN Bakal Diisi TNI: Tiap Permasalahan Ada Peran TNI

Rancangan Peraturan Pemerintah yang membahas manajemen aparatur sipil negara (ASN) mendekati hasil akhir di Kemenpan-RB

Baca Selengkapnya
MK Ubah UU Pemilihan Kepala Daerah, Pejabat Daerah dan TNI-Polri Tak Netral Kini Bisa Dipidana
MK Ubah UU Pemilihan Kepala Daerah, Pejabat Daerah dan TNI-Polri Tak Netral Kini Bisa Dipidana

Tidak netral yang dimaksud adalah membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada.

Baca Selengkapnya
Mendagri Tito Sebut RUU DKJ Adalah Inisiatif DPR
Mendagri Tito Sebut RUU DKJ Adalah Inisiatif DPR

Mendagri belum menerima surat dari DPR maupun draf RUU DKJ.

Baca Selengkapnya
PNS Boleh Isi Jabatan di Lingkungan TNI/Polri, Begini Aturannya
PNS Boleh Isi Jabatan di Lingkungan TNI/Polri, Begini Aturannya

Salah satu poin RPP manajemen ASN, yakni bakal mengatur pengisian jabatan ASN untuk personil TNI/Polri atau sebaliknya

Baca Selengkapnya
Mendagri soal RUU DKJ: Pemerintah Tidak Setuju Gubernur Ditunjuk Presiden
Mendagri soal RUU DKJ: Pemerintah Tidak Setuju Gubernur Ditunjuk Presiden

Mendagri Tito mengatakan, pihaknya belum menerima surat dari DPR maupun draf RUU DKJ itu.

Baca Selengkapnya
Mahfud Sebut Isi RUU DKJ Sangat Mengecohkan: Masyarakat Harus Tetap Menolak
Mahfud Sebut Isi RUU DKJ Sangat Mengecohkan: Masyarakat Harus Tetap Menolak

Mahfud meminta, semua pihak termasuk masyarakat menolak usulan RUU tersebut.

Baca Selengkapnya
Timnas AMIN Tuding Ada Skenario Besar di Balik Pemilihan Gubernur Jakarta oleh Presiden dalam RUU DKJ
Timnas AMIN Tuding Ada Skenario Besar di Balik Pemilihan Gubernur Jakarta oleh Presiden dalam RUU DKJ

Pasal pemilihan gubernur oleh presiden berbahaya akan mematikan demokrasi.

Baca Selengkapnya
Respons Anies soal Draf RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden
Respons Anies soal Draf RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden

Komentar Anies Baswedan soal draf UU DKJ yang mengatur gubernur Jakarta ditunjuk presiden

Baca Selengkapnya
Analisis Pakar: KPU Tak Bisa Patuhi Putusan MA soal Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah
Analisis Pakar: KPU Tak Bisa Patuhi Putusan MA soal Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Perludem mengkritik keras putusan MA yang dianggap gagal menafsirkan UU

Baca Selengkapnya
Pro Kontra Putusan MK soal Anggota TNI-Polri dan Pejabat Tak Netral Bisa Dipidana
Pro Kontra Putusan MK soal Anggota TNI-Polri dan Pejabat Tak Netral Bisa Dipidana

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anggota TNI-Polri hingga pejabat negara bisa dipidana bila melanggar netralitas di Pilkada 2024

Baca Selengkapnya