Menjaga pusaka merawat budaya
Merdeka.com - Kerak darah membuat korosi beberapa benda pusaka peninggalan kerajaan Muara Beres. Senjata tajam itu kini disimpan di sebuah musium keris di lantai dua Masjid Al Atiqiyah, Karadenan, Cibinong, Bogor.
Sejak dua tahun ini R Dadang Supadma merawat benda-benda pusaka peninggalan leluhur di kampungnya. Tidak kurang 70 senjata pusaka terdiri keris, kudi, tombak, golok dan gobang (golok panjang) berhasil dia kumpulkan dan kini tersimpan rapi di musium masjid.
Menurut Dadang, setiap rumah di Jalan Kaum I, Karadenan dulu memiliki satu atau bahkan beberapa benda pusaka turun temurun dari nenek moyang. Namun semakin lama, senjata bersejarah yang sudah di makan usia itu semakin berkurang. Dia pun berinisiatif untuk mengumpulkan dari warga dan menempatkan di museum masjid.
-
Siapa pemilik awal rumah tua Klangenan? Walau belum diketahui siapa pemilik awal, namun Van de Vries diduga merupakan warga Belanda yang cukup berpengaruh di Jawa Barat maupun Cirebon.
-
Bagaimana budaya Desa Nunuk Baru terpelihara? Warga Nunuk Baru juga secara turun temurun mempertahan berbagai acara warisan zaman dulu.Ada berbagai acara adat seperti Hajat Guar Bumi, Hajat Pareresan, Hajat Buku Taun dan Nyiramkeun Pusaka.
-
Siapa pemilik Rumah Bersejarah itu? Saat itu pemilik rumah tersebut adalah Raden Mas Ari Sumarmo Sastro Dimulyo.
-
Bagaimana cara menjaga keberagaman budaya di Indonesia? Satu di antara cara menjaga keberagaman sosial budaya adalah dengan menerapkan toleransi antarkelompok masyarakat.
-
Dimana letak rumah tua di Klangenan? Letak rumah ini berada di pinggir jalan Cirebon-Bandung.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
"Tentu kita tidak mau peninggalan nenek moyang kita hilang begitu saja. Maka kita ajak keluarga dan seluruh keturunan berkumpul untuk mengumpulkan benda pusaka di satu tempat," ujar Dadang di kediamannya, Jalan Kaum I, Karadenan beberapa waktu lalu.
Dadang dan senjata pusaka peninggalan leluhur ©2016 Merdeka.com
Dari 70 senjata pusaka itu, Dadang menyebut kudi adalah yang tertua. Meski tidak bisa memperkirakan kapan dibuatnya, dia meyakini bahwa senjata itu adalah cikal bakal kujang, senjata khas Kerajaan Pajajaran yang kini menjadi simbol Kota Bogor. Menurut Dadang, dari bentuk kudi inilah kemudian disempurnakan dan menjadi kujang.
"Ini (kudi) senjata yang dipakai di zaman kerajaan, sebenarnya ini senjata dari zaman Kerajaan Galuh. Di sini ini cuma tinggal satu. Umurnya juga lebih tua dibanding senjata yang lain," kata dia sambil memperlihatkan kudi yang sudah korosi dimakan zaman.
Dalam merawat benda-benda pusaka, Dadang dan beberapa warga lainnya juga menggelar jamasan atau pencucian pusaka. Namun beda dengan masyarakat Jawa yang biasanya menjamas benda pusaka pada satu suro, Dadang dan warga Karadenan menjamas pusaka itu pada perayaan Maulid Nabi.
Dadang mengatakan ritual memandikan pusaka pada hakikatnya sama yakni 'mengisi' benda pusaka tersebut dengan salawat Nabi serta diikuti zikir. "Kalau pas Maulid kan lebih berasa pembacaan salawatnya apalagi ribuan orang hadir ke sini (Masjid Al Atiqiyah)," tukasnya.
Beberapa hari sebelum perayaan Maulid Nabi, benda-benda pusaka itu dicuci dengan air kelapa beserta warangkanya. Setelah itu pusaka itu akan akan dibakar di atas dupa dan diberi wangi-wangian.
Dadang dan senjata pusaka peninggalan leluhur ©2016 Merdeka.com
"Kami nyebutnya ngawarang, dan bisanya nanti kita bacakan salawat juga," ujar Dadang.
Saat perayaan Maulid Nabi, senjata-senjata itu kemudian diwarang bersama di halaman masjid. Setelah itu kembali disimpan di museum.
"Di setiap pusaka kita beri nama pemiliknya supaya tidak tertukar ahli warisnya nanti," ujarnya.
Dadang menolak jika segala ritual yang dia lakukan terkesan mistis. Menurutnya, apa yang dia lakukan bersama warga dalam memperlakukan benda pusaka itu hanya untuk merawat tradisi yang sejak kecil sudah mereka kenal.
Masjid Al Atiqiyah di Karadenan ©2016 Merdeka.com
"Kalau kata orang dulu mah kita cuma memelihara tali paranti. Tidak ada maksud musrik atau mengagungkan keris selain Allah," ujarnya.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Di masa kini, bahkan masyarakatnya masih seringkali menggunakan pakaian adat hingga melestarikan sejumlah kebiasaan kuno.
Baca SelengkapnyaTradisi Islam yang satu ini masih terus dilestarikan sampai sekarang dan sudah menjadi bagian dari kebanggaan masyarakat Padang Pariaman.
Baca SelengkapnyaSelain untuk melestarikan tradisi, jamasan pusaka ini dilkukan untuk memperkenalkan nilai budaya leluhur kepada generasi masa sekarang.
Baca SelengkapnyaPermainan alat musik tradisional itu dilakukan untuk mengisi waktu kebersamaan mereka di rumah panjang.
Baca SelengkapnyaDi Desa Budaya Pampang pengunjung nantinya akan dijelaskan makna dari setiap kesenian yang akan ditampilkan.
Baca SelengkapnyaKini si pemiliknya telah berpulang, rumah nyaman tersebut diketahui tak berpenghuni.
Baca SelengkapnyaKonon warga di sini merupakan keturunan Kerajan Galuh
Baca SelengkapnyaSebelum masuk ke kampung Baduy, ada baiknya mengenal sekilas di Imah Saba Budaya
Baca SelengkapnyaKesenian budaya Reog Ponorogo diwariskan secara turun-temurun di kampung ini.
Baca SelengkapnyaDi dalam Museum Sadurengas berbagai koleksi benda kuno peninggalan sejarah Kesultanan Paser tertinggal di sini.
Baca SelengkapnyaKabarnya, tanah di Kampung Cisungsang merupakan titipan dari Raja Sunda yang bersahaja bernama Pangeran Walasungsang.
Baca SelengkapnyaKini rumah ini menjadi sebuah museum yang bisa dikunjungi wisatawan secara gratis
Baca Selengkapnya