Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Menyoal pasal pembungkam opini publik

Menyoal pasal pembungkam opini publik Ilustrasi UU ITE. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Kasus dihadapi aktivis anti korupsi Ronny Maryanto Romadji menambah daftar panjang polemik pasal 27 ayat 3 Undang Undang Republik Indonesia Tentang Teknologi Komunikasi dan Informasi. Tujuh tahun lalu, kasus serupa juga pernah dialami Prita Mulyasari. Prita dijerat pasal itu karena dianggap mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni International. Kemudian ada juga Fajriska Mirza, dia juga dijerat pasal yang sama karena ikut mengomentari dugaan suap dilakukan Jaksa Muda Pengawas Marwan Effendi lewat jejaring twitter.

Banyak kalangan menilai penetapan pasal dalam UU ITE itu menjadi celah untuk melakukan kriminalisasi. Pasal itu dinilai bisa ditarik ulur sesuai keinginan pihak yang berkepentingan dan memainkan ketentuan. "Selama ini kan itu dijadikan pasal karet. Terlalu mudah mempidanakan orang hanya karena kritik, hanya karena opini," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Hanafi Rais saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu. Dia pun menyebutkan alasannya kenapa akhirnya UU ITE selalu batal direvisi.

Memang, Undang-Undang ITE sejak tahun 2015 masuk ke dalam Program Legislasi Nasional. Namun sayang karena alasan berbelit-belit, rancangan perubahan undang-undang itu gagal untuk direvisi. Padahal rancangan usulan perubahan ditawarkan pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Rencananya revisi itu bersifat terbatas pada pasal tertentu sesuai permintaan pemerintah. Salah satunya ialah mengubah poin dalam pasal pidana 27 UU ITE.

Orang lain juga bertanya?

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menjelaskan jika sejauh ini poin yang akan direvisi masih belum ada keputusan. Dia pun berharap revisi undang-undang itu bisa dirampungkan tahun ini. Apalagi, Menkominfo sebagai perwakilan pemerintah juga akan dimintai klarifikasi dalam rapat kerja dengan komisi III.

Namun pandangan berbeda datang dari politikus PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari. Dia menjelaskan jika sebenarnya UU ITE dibuat untuk memberikan kebebasan masyarakat dalam menyampaikan opini. Dia pun berharap jika ada aduan menggunakan UU ITE, seharusnya Kepolisian berhati-hati agar tidak memangkas aspek demokrasi. "Itu sudah banyak korbannya, malah menghabisi kebebasan," ujar Eva beberapa waktu lalu. Dia pun menegaskan jika penegak hukum tidak menggunakan pasal tersebut sebagai alat pembungkaman.

"Kuncinya di pengetahuan, pemahaman, komitmen‎ penegak hukum tidak menggunakan hal itu sebagai alat pembungkaman, kontraproduktif itu," katanya.

Terkait revisi UU ITE, Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Hanura Arief Suditomo mengatakan, rencananya sidang bakal digelar pada Februari hingga Maret nanti masih memastikan pengguna internet bisa bertindak bebas dan bertanggung jawab. Karena menurut dia hingga saat ini banyak pendapat masuk terkait revisi undang-undang tersebut. Apalagi banyak juga tidak setuju revisi undang-undang tersebut.

"Pendapatnya masih banyak sih ya, ada yang ditingkatkan, ada yang dihapus," ujar Arief.

Pandangan berbeda juga datang dari Deputi Direktur Pengembangan Sumber Daya HAM (PSDHAM) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar. Menurut dia, sebagian dari UU ITE justru telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Untuk itu dia berharap dalam merevisi UU ITE harus menghapus seluruh aspek pidana.

"Akan lebih baik jika undang-undang ITE kita lebih banyak mengatur tentang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk e-commers, termasuk data, tata kelola konten internet, dan sebagainya," kata Wahyudi. Dia pun berharap agar para politisi tidak bersembunyi di balik pasal pencemaran nama baik. "Ke depan karena kecenderungan internasional adalah melakukan dekriminalisasi terhadap pidana pencemaran nama baik, ini jadi masalah perdata," ujarnya.

Senada dengan Wahyudi, Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers Asep Komarudin menegaskan, jika dia menolak draft revisi diajukan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara. Asep beranggapan revisi itu justru tidak menyentuh subtansi. Untuk itu dia pun mendorong pasal-pasal dalam UU ITE berkaitan dengan penghinaan pencemaran nama baik sebaiknya dihapuskan. Sebab dalam KUHP sudah dirinci mengenai berbagai bentuk penghinaan.

"Biarkan itu di dalam hukum perdata saja yang mengaturnya," kata Asep. (mdk/arb)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Alasan Pemerintah dan DPR Pertahankan 'Pasal Karet' dalam Revisi UU ITE
Alasan Pemerintah dan DPR Pertahankan 'Pasal Karet' dalam Revisi UU ITE

DPR dan pemerintah menyepakati revisi UU ITE dalam pengambilan keputusan tingkat pertama.

Baca Selengkapnya
Henri Subiakto Nilai Penangkapan Palti Hutabarat Keliru, Karena Salah Menerapkan Pasal UU ITE
Henri Subiakto Nilai Penangkapan Palti Hutabarat Keliru, Karena Salah Menerapkan Pasal UU ITE

"Pengkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri

Baca Selengkapnya
Anies Dorong Pasal Karet UU ITE Direvisi: Kritik Bukan Kegiatan Kriminal
Anies Dorong Pasal Karet UU ITE Direvisi: Kritik Bukan Kegiatan Kriminal

Anies Baswedan mengatakan, kritik jangan dianggap sebagai tindakan kriminal.

Baca Selengkapnya
Anies Janji Revisi UU ITE: Kasihan, Lapor Rumah Sakit Bermasalah Disebut Cemarkan Nama Baik
Anies Janji Revisi UU ITE: Kasihan, Lapor Rumah Sakit Bermasalah Disebut Cemarkan Nama Baik

Anies menilai, UU ITE harusnya memberikan perlindungan terhadap data.

Baca Selengkapnya
Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers

Revisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers

Baca Selengkapnya
Menkominfo soal Warga Takut Dikriminalisasi di Revisi UU ITE: Takut sama Bayangan Sendiri
Menkominfo soal Warga Takut Dikriminalisasi di Revisi UU ITE: Takut sama Bayangan Sendiri

Menkominfo meyakinkan revisi UU jilid II, bukan untuk mengkriminalisasi masyarakat yang menyampaikan kritik dan pendapat.

Baca Selengkapnya
Dewan Pers Sebut KPI Produk Politik, Tak Tepat Urus Sengketa Jurnalistik
Dewan Pers Sebut KPI Produk Politik, Tak Tepat Urus Sengketa Jurnalistik

Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers

Baca Selengkapnya
Dalam Rapat UNESCO di Kroasia, Dewan Pers Sampaikan Kekhawatiran Draf RUU Penyiaran
Dalam Rapat UNESCO di Kroasia, Dewan Pers Sampaikan Kekhawatiran Draf RUU Penyiaran

Sapto berpendapat RUU Penyiaran berpotensi mengganggu demokrasi di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Ini Kasus yang Membelit Hasto di Polda Metro Jaya hingga Ditertawakan Megawati
Ini Kasus yang Membelit Hasto di Polda Metro Jaya hingga Ditertawakan Megawati

Hasto juga mengaku ditertawai oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Baca Selengkapnya
RUU Penyiaran, NasDem Harap Masyarakat Proaktif Beri Masukkan
RUU Penyiaran, NasDem Harap Masyarakat Proaktif Beri Masukkan

RUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalism platform digital.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Jenderal Fadil Imran Blak blakan Kabar Polisi Pasang Baliho Capres Cawapres
VIDEO: Jenderal Fadil Imran Blak blakan Kabar Polisi Pasang Baliho Capres Cawapres

Komjen Fadil, dalam rapat, menanggapi soal kabar pemasangan baliho capres dan cawapres oleh polisi.

Baca Selengkapnya
Mengurai Pasal Dalam Draf RUU Penyiaran yang Jadi Polemik
Mengurai Pasal Dalam Draf RUU Penyiaran yang Jadi Polemik

Draf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.

Baca Selengkapnya