Meski tunarungu tapi haus ilmu
Merdeka.com - Seperti hari sebelumnya, cuaca tak menentu menyelimuti Jakarta dan sekitarnya pada Sabtu (11/2). Namun, itu tak menyurutkan para anggota Majelis Taklim Tuli Indonesia (MTTI) menghadiri pengajian dwimingguan di Rumah Belajar Miranda, Cipete, Jakarta Selatan.
Ya. Pengajian sudah digelar sejak tiga bulan lalu itu memang dikhususkan untuk orang-orang yang kehilangan kemampuan mendengar alias tunarungu. Tak kurang dari 50 orang dengan keterbatasan fisik tersebut hadir. Lalu, bagaimana mereka menangkap pesan agama yang disampaikan, sementara mendengar saja tak bisa?
Jangan bingung. Ada ahli bahasa isyarat yang siap menerjemahkan setiap perkataan pendakwah. Selain itu, ada seorang lagi bertugas mencatat substansi ceramah di papan tulis. Metode ini membuat Jemaah tunarungu antusias mengikuti pengajian dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Banyak pertanyaan dilontarkan membuat acara selesai mendekati Dhuhur, molor dari seharusnya pukul 11.00 WIB.
-
Siapa yang mengisi pengajian di acara tersebut? Acara tasyakuran kehamilan Erina dihadiri oleh keluarga dan kolega. Ustaz Maulana mengisi pengajian.
-
Bagaimana anak-anak tunarungu belajar mengaji? Menariknya, pembelajaran mengaji ini menggunakan metode bahasa isyarat agar lebih nyaman diikuti oleh anak-anak tersebut.
-
Siapa yang hadir di pengajian? Reza Artamevia, yang merupakan ibu kandung Aaliyah, juga hadir dalam pengajian tersebut.
-
Apa yang menarik perhatian di acara pengajian? Di acara tersebut, kehadiran Santyka Fauziah, kekasih Sule, menjadi sorotan.
-
Dimana anak-anak tunarungu belajar mengaji? Masjid Raya Al Azhom di Kota Tangerang, Banten, menjadi tempat yang ramah untuk disabilitas.
-
Siapa yang menghadiri acara 'Bersama Bahagiakan Santri' di Tarakan? Dalam kegiatan yang dihadiri oleh sekitar 150 santri dari 11 pondok pesantren di Tarakan ini, Wali Kota menyampaikan apresiasi yang tinggi terhadap peran Masjid Hujan Assalam yang selama ini telah banyak memberikan sumbangsih bagi masyarakat.
"Kalau tidak dihentikan bisa lanjut terus itu," kata Farid, penerjemah untuk tunarungu, saat berbincang dengan merdeka.com, seusai pengajian.
Pria 40 tahun itu bercerita mengenai kedangkalan pemahaman Islam di kalangan tunarungu. Terparah, tak sedikit yang berpandangan bahwa ketidaksempurnaan fisik membuat mereka terbebas dari kewajiban salat lima waktu.
Hal tersebut diakui Aprizar Zakaria, 55 tahun, dan Fuad (64). Kedua tunarungu itu berkisah lewat gerakan tangan disertai ucapan tak jelas. Farid pun membantu menerjemahkan.
Aprizar kehilangan pendengaran usai menderita panas tinggi saat usia tiga bulan. Kendati demikian, mantan ketua umum gerakan untuk kesejahteraan tunarungu (Gerkatin ) itu berkeras menyelesaikan setiap jenjang pendidikannya hingga meraih gelar insinyur teknik.
"Pernah masuk TK Umum di Cijantung. Nggak bisa, nangis, dan kabur," katanya. "Mengadu ke bapak, akhirnya TK di Salemba."
Setelah itu, dia masuk Sekolah Luar Biasa (SLB) hingga kelas 7. Kemudian lanjut ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Teknik Menengah (STM), keduanya lembaga pendidikan umum.
"Awalnya , saya nggak bisa mengikuti pelajaran dan sering lihat catatan teman. Guru sering menegur karena saya dikira menyontek," katanya. "Tapi, akhirnya, guru memahami karena saya nggak bisa mendengar."
Dalam hal ilmu agama pun demikian. Indera pendengaran yang tak berfungsi membuat Aprizar kesulitan memahami ajaran Islam. Seiring putaran waktu, dia secara perlahan bisa menangkap cahaya Islam lewat bahasa isyarat. Dengan bahasa isyarat pula, Aprizar yang disokong penerjemah sesekali berdakwah di masyarakat umum.
Direktur CV Zakaria Mandiri itupun mendirikan Majelis Taklim Tuli Indonesia (MTTI) pada September 2016. Ini sebagai wadah kaum Tunarungu muslim belajar Islam.
"November kemarin, kami memberikan proposal dana kepada Kementerian Agama untuk menghadiri konferensi tuli muslim sedunia di Malaysia. Alhamdullilah diterima," katanya. "Dan, kalau tak ada halangan, bantuan anggaran selama setahun juga akan diberikan, Insya Allah."
Lain Amrizal. Lain pula Fuad. Pria asal Medan itu sudah kehiilangan pendengaran total sejak usia 4 tahun.
"Gara-gara terjatuh dari pohon. Satu tahun panas, demam dan sempat hampir meninggal."
Menjadi tuli membuat Fuad lamban menyelesaikan pendidikannya. Dia butuh 17 tahun untuk tamat dari Sekolah Luar Biasa yang sudah dimasukinya sejak usia balita.
"SLB mulai 5 tahun, mengalami kesulitan jadi lambat."
Anehnya, Fuad menjadi satu dari enam murid SLB yang menerima tawaran kepala sekolah untuk masuk ke SMP umum favorit di Medan. Dia pun harus menempuh ujian masuk seperti murid normal lainnya.
"Akhirnya diisi asal-asalan. Dua minggu kemudian pengumuman. Ada nama saya"” katanya. "Selesai itu saya ke Jakarta, bisa masuk STM Bangunan. Tapi nggak betah karena banyak tawuran, balik ke Medan."
Tamat sekolah menengah, Fuad lanjut kuliah di Akademi komputer Medan selama tiga tahun. Pada awalnya, dia sempat menerima penolakan. "Sempat marah karena saya punya kemampuan."
Fuad mengaku tetap berupaya belajar Islam sejak kecil. Meskipun dia sempat bersekolah di lembaga pendidikan Katolik.
"Belajar pengajian umum. Tapi anak-anak lain mendengar saya tidak. Dan akhirnya saya keluar. Ada juga guru agama Islam dan saya nggak mengerti," katanya. "Orang tua mengajarkan salat, buku di taruh di depan. Walaupun nggak jelas tetap saja salat."
Kini, pria yang memiliki dua anak normal itu bersyukur bisa mengikuti pengajian rutin digelar MTTI. Dia mengaku, pemahaman agamanya semakin meningkat.
"Dulu sebelum berdiri majelis ini juga suka diajak pak Amrizal, tapi sibuk bekerja."
(mdk/yud)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam kegiatan yang dilaksanakan selama Ramadan, para santri difabel tunarungu itu belajar mengaji dengan menggunakan bahasa isyarat.
Baca SelengkapnyaTernyata, telunjuk yang menjulang tinggi itu adalah bahasa isyarat huruf hijaiyah "ba"
Baca SelengkapnyaDengan menggunakan metode isyarat, anak-anak penyandang tuli jadi lebih mudah memahami Al-Qur'an.
Baca SelengkapnyaIa pun menjelaskan seminarnya menggunakan bahasa isyarat.
Baca SelengkapnyaHal itu terungkap dari postingan terbaru Ussy Sulistiawaty di Instagram. Tampak Saka yang mengenakan baju koko lengkap dengan peci hendak belajar Iqro.
Baca SelengkapnyaPondok pesantren itu punya metode sendiri agar santri bisa menyerap ilmu yang terkandung di kitab kuning.
Baca SelengkapnyaSelain mengajarkan pendidikan Islam, ustaz Yahya juga membagikan sejumlah cerita kisah Nabi dan Rasul kepada anak-anak.
Baca SelengkapnyaAmeena, putri Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar, terlihat sangat menggemaskan saat sedang belajar mengaji.
Baca SelengkapnyaCeramah adalah sarana yang sering digunakan untuk menyampaikan ilmu.
Baca SelengkapnyaAksi sekelompok mahasiswa muslim 'ngabuburit' ke Kapel Biara Ursulin ini viral, tuai komentar warganet.
Baca SelengkapnyaKemahiran dua taruna Akpol ini berbahasa asing banyak diacungi jempol oleh warganet.
Baca SelengkapnyaCara unik dilakukan Dosen di Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan wajibkan Mahasiswa presentasi pakai Bahasa Daerah.
Baca Selengkapnya