Modal Rp 5 juta, Ali sehari dapat Rp 300 juta
Merdeka.com - Bagi sebagian orang, barang rongsok yang kotor, busuk dan berkarat sangat menjijikkan. Tetapi di tangan mereka, ribuan ton barang rongsok jenis plastik, kaca, hingga kertas malah menjadi ladang sumber kehidupan. Haji Ali salah satu yang sukses memanfaatkan barang rongsok tersebut.
Haji Ali yang berpenampilan sederhana, memakai kaus warna coklat, celana pendek di bawah lutut sore itu memasuki gudang di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat dengan sepeda motor. Dua anaknya yang masih bocah dia bonceng di motor menuju gudang barang bekas.
Meski penampilan sederhananya, dia adalah pemilik dua gudang barang bekas. Itu merupakan jerih payah usaha Ali selama sepuluh tahun bergelut dengan barang bekas. Ali menceritakan kepada merdeka.com awal mulai menjadi pengepul barang bekas.
-
Mengapa pengusaha rela mengeluarkan biaya besar? 'Setiap kalori harus berjuang untuk hidupnya,' kata Jhonson.
-
Kenapa Aji memulai usaha pupuk? Aji merasa kondisi ini tak bisa dibiarkan. Ia berpikir keras bagaimana agar kebiasaan ini bisa diubah. Ia kemudian mulai mendalami ilmu tentang pertanian. Di tempatnya belajar, ia belajar bagaimana caranya membuat pupuk kompos. Dari sana kemudian tercetus ide untuk membuat bisnis usaha pengolahan pupuk. Harapannya dengan adanya usaha itu, warga desa yang sebelumnya membuang kotoran hewan ternak ke sungai, bisa menyetorkan kotoran itu ke bisnis miliknya.
-
Kenapa Bapak Joko memilih bekerja di pabrik? Lahan milik Joko di belakang rumahnya kini sudah tidak dimanfaatkan untuk bertani karena berbagai alasan yang cukup merugikan. Maka dari itu, ia memilih untuk bekerja di pabrik agar keluarga dan anak-anaknya bisa hidup dengan nyaman dan menempuh pendidikan yang layak.
-
Dimana dia berjualan? Saat ini ia rutin mangkal di Jalan Bulak Rantai, Kampung Tengah, Kecamatan Kramat jati, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
-
Apa yang menjadi modal mereka? Flexing menjadi modal bagi 'crazy rich' seperti Indra Kenz, Doni Salmanan hingga teranyar Wahyu Kenzo untuk menjerat 'korban' dalam investasi bodong yang dikelolanya.
-
Bagaimana Aan menghasilkan banyak tas? Di rumah petak yang dia tempati bersama keluarganya ini, Aan mampu menciptakan hingga empat tas dalam sehari.
Dia memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai pegawai swasta pada 2006. Dia putar otak untuk membuka usaha sendiri. Mulai dari berjualan bakso keliling, warung kopi, sampai akhirnya pada 2008 bertemu dengan temannya yang jadi pengusaha barang bekas.
"Teman saya sudah memulai jadi pengepul barang bekas dan untungnya besar. Dulu tuh bisa puluhan juta untungnya perhari, tahun 2000-an itu sudah gede ya saya tergiur," kata Ali saat ditemui merdeka.com, Jumat (27/1) di kawasan Pecenongan, Jakarta Pusat.
Saat pertama kali terjun bisnis rongsok pada 2008, Ali hanya bermodal Rp 5 juta, sisa pendapatan dari usaha sebelumnya. Dari modal tersebut dia membeli barang bekas dari para pemulung di sekitar rumahnya, kawasan Jakarta Utara. Kemudian Barang bekas itu dia jual lagi ke pengepul yang lebih besar.
Setelah memiliki keuntungan, Ali mulai membeli timbangan dan memulai usahanya di kawasan Jakarta Utara. 2 Tahun kurang Ali menyewa lahan. Pada tahun 2010 Ali langsung membeli lahan yang disewanya dulu. Luasnya, kata dia sekitar 5 x 10 meter. Dia juga sudah memiliki 15 pegawai.
Lapak rongsokan ©2017 Merdeka.com
Masa kejayaan Ali pun dimulai, dia mampu mengeluarkan modal sekitar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta untuk membeli 20 hingga 50 ton barang rongsokan dalam satu hari. Dari puluhan ton barang bekas jenis besi, kaleng, dan berbagai bahan dari wilayah Jakarta Pusat, Ali dapat mengantongi omzet Rp 150 juta hingga Rp 300 juta per hari.
"Itu tahun 2010, Alhamdulillah udah mulai jaya, waktu itu udah bisa gaji pegawai dan sekarang sudah lebih dari 100 pegawai, beli rumah dan beli lahan," kata Ali sambil tersenyum mengenang kejayaannya dulu.
Kemudian, pada 2011 Ali mulai bekerja sama dengan pabrik-pabrik yang biasa menggunakan barang-barang bekas untuk didaur ulang. Pabrik-pabrik tersebut, kata Ali, biasa membeli barang bekas dari gudangnya sebanyak 20-60 ton tiap harinya. Kalau ramai, kata Ali, dia bisa mengirim 50 ton lebih dalam satu hari.
Dari hasil kerja sama dengan beberapa pabrik di Jakarta, Ali pun membeli lahan dengan ukuran yang sama di kawasan Jakarta pusat. "Kalau di sini gudang ke dua, ramai juga tapi lebih ramai di Utara. Mungkin karena di pusat lebih banyak yang sisa barang bekas atau puing-puing bekas renovasi gedung atau apa," kata dia sambil terkekeh.
Ali pun tak bisa menyebutkan berapa omzet yang didapat pada tahun ini, karena harga barang bekas saat ini tidak menentu. "Ya tapi kalau sekarang turun naik, namanya usaha kayak gini. Biasanya nanti pas Pilkada tuh pasti ada kertas bekas baliho atau spanduk itu ramai selesai pilkada bisa berton-ton. InsyaAllah," kata Ali optimis.
"Alhamdulillah, hasil dari sini. Saya bisa beli rumah, bisa nyekolahin anak, ya jalan Allah mah pasti ada saja kalau usaha," kata dia sambil tersenyum.
Ali yang memiliki dua orang anak perempuan berharap keduanya bisa meneruskan bisnis menjadi pengumpul barang rongsok. Karena menurutnya, pekerjaan seperti Ali bisa membuka lapangan pekerjaan dan penghasilan untuk para pemulung.
"Ini kan bisa membantu para pemulung, dan mulia pekerjaan ini walaupun terkesan kotor dan baru tapi menghasilkan," kata Ali sambil berseloroh.
Keputusan yang sama juga diambil oleh Ikhsan (42), seorang mantan guru SD di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Dia merambah jadi pengepul barang bekas di tahun 2011. Bermodal dengan mengamati tukang pemulung dan pembeli barang rongsokan di rumahnya. Dia pelajari dan perlahan mulai mencoba mengikuti usaha kecil-kecilan pada 2010. Sambil menjalankan tugasnya sebagai guru terus meningkatkan modal pembeli barang rongsokan.
Lapak rongsokan ©2017 Merdeka.com
"Saya coba beli terus kumpulin barang rongsokan, ketika gajian saya kumpulin jadi modal beli barang rongsokan. Sampai akhirnya, saya mengundurkan diri jadi guru honorer. Awalnya saya malu sama keluarga, sampai sekarang juga," kata Ikhsan sambil tersenyum.
Awalnya, Ikhsan menyewa tanah berukuran kecil. Dan hanya mampu menyimpan beberapa ton barang bekas dan cuma memiliki tiga pegawai. Karena terlihat keuntungan yang didapat, akhirnya dia berkembang pesat hingga saat ini memiliki 50 pegawai dan membeli lahan yang berukuran 6 x 10 meter.
Hasil yang didapatkan Ikhsan juga sudah terlihat. Kini dia memiliki 1 gudang barang rongsok, dua mobil, 2 rumah, 8 hektare sawah di kampung halamannya di Garut, Jawa Barat. "Yah kalau omzet saya enggak bisa bilang tapi Alhamdulillah baru beberapa tahun saya bisa menunaikan ibadah haji dan memberangkatkan keluarga," kata Ikhsan.
(mdk/hhw)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam satu hari, pekerja mengaku mendapat 2 ton sampah plastik dari Bekasi dan Jakarta Timur.
Baca SelengkapnyaHalim mengaku, jelang Hari Raya Idul Adha kali ini permintaan alat pemanggang sate meningkat hingga berkali-kali lipat dari biasanya.
Baca SelengkapnyaKoperasi tersebut telah menghasilkan produk plastik cacah dan plastik pres dengan omzet mencapai Rp1,5 miliar per bulan.
Baca SelengkapnyaDia tiba di Bekasi tahun 2000, dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan.
Baca SelengkapnyaSasaran mereka mengumpulkan barang bekas seperti botol plastik, kertas dan kabel lalu dijual kembali ke pengepul.
Baca SelengkapnyaDari pengakuannya, pria ini berhasil membangun bisnis makanan ringan dengan modal Rp50 ribu saja.
Baca Selengkapnya