Ngebet Bahas RUU Kontroversial Saat Masa Darurat
Merdeka.com - Masa Pandemi Corona tidak membuat Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) berhenti. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) tetap membahas dengan pemerintah pada 14 April 2020 lalu. Menjaga kondisi ekonomi di menjadi alasan dirasa darurat. Meskipun tidak semua mendukung pembahasan RUU kontroversial ini dilakukan.
Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendesak pembahasan rapat dengan para menteri itu ditunda. Mereka khawatir dicap semakin tidak punya hati nurani kepada masyarakat. Apalagi pembahasan aturan kontroversial justru dilakukan dalam situasi ketika banyak masyarakat sedang menghadapi pandemi.
PKS memang sejak awal menolak RUU Omnibus Law. Bukan hanya soal cap tidak peduli rakyat. Mereka melihat ada sesuatu lebih genting di balik tetap didorongnya pembahasan RUU kontroversial itu. Padahal situasi sedang darurat seperti ini.
-
Mengapa 5 RUU ini penting? 'Hari ini bisa menyelesaikan pembahasan tentang kelima RUU ini. Situasi dunia saat ini dalam keadaan yang tidak baik-baik saja yang sebenarnya adalah suatu ketegangan yang sangat-sangat runcing di belahan dunia yang masih jauh tetapi sangat berpengaruh ke seluruh dunia,' ujar Prabowo.
-
Apa saja isi poin penting dalam RUU Kementerian Negara? Salah satu poin penting dalam RUU itu adalah perubahan Pasal 15. Dengan perubahan pasal itu, presiden nantinya bisa menentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara, tidak dibatasi hanya 34 kementerian seperti ketentuan dalam undang-undang yang belum diubah.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa tema debat capres? Debat kali ini hanya diperuntukkan bagi capres dengan tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik.
-
Apa saja tema yang diangkat? Ceramah Islam berbagai tema di bawah ini bisa dicontoh dan dijadikan inspirasi jika Anda ditunjuk mengisi sebuah acara.
-
Siapa yang mempertanyakan Tapera di DPR? Video tersebut saat anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri mempertanyakan terkait Tapera, berikut transkrip pertanyaannya:
Hasil apapun dalam rapat tentu tidak akan menjadi kebanggaan bagi masyarakat. Kecurigaan di publik sudah meninggi. Apalagi ini bagian permintaan Presiden Joko Widodo agar segera dibahas.
"Kalau kita tetap paksakan untuk dibahas, mau sebagus apapun hasilnya kan menyisakan tanda kutip. Ini sepertinya ada sesuatu yang lebih darurat daripada kondisi darurat sekarang yang harus dibahas," kata Bukhori Yusuf, anggota DPR Komisi VIII dari Fraksi PKS kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS, Adang Daradjatun, dalam rapat Baleg DPR meminta semua fraksi fokus mengatasi masalah pandemi corona dibanding bahas RUU Kontroversial. Langkah itu dirasa lebih elok. Melihat kondisi terkini, masih banyak masyarakat belum memahami tujuan didorongnya RUU Omnibus Law Ciptaker.
Tetap berlangsung pembahasan, kata Adang, justru menimbulkan kekecewaan publik. Tidak menutup kemungkinan DPR semakin dipandang tidak peduli terhadap beragam kesulitan dirasakan masyarakat.
"Kontroversi yang terjadi di tengah masyarakat, sehingga idealnya RUU ini kita bahas setelah masukan-masukan dari masyarakat. Sehingga sepatutnya DIM (daftar inventaris masalah) fraksi dibuat setelah dengar pendapat publik dan pakar seluas-luasnya," kata Adang dalam rapat itu.
Hinca Panjaitan dalam rapat juga mendorong pembahasan tidak dilakukan. Anggota Fraksi Partai Demokrat itu merasa keberatan, sehingga lebih baik menahan sementara. Partainya justru mendesak energi DPR difokuskan untuk penanggulangan wabah korona.
"Saya kira perhatian dan energi kita baiknya kita tumpahkan soal menghadapi ini (virus korona) dulu, bukan membahas Undang-Undang ini,"kata Hinca dalam rapat tersebut.
Istana Kepresidenan menargetkan empat rancangan undang-undang (RUU) mengenai omnibus law rampung sebelum Lebaran tahun ini. Empat RUU omnibus law itu, di antaranya RUU Ibu Kota Negara, RUU Kefarmasian, RUU Cipta Lapangan Kerja, dan RUU Ketentuan Perpajakan.
Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyatakan Presiden Jokowi sudah meneken surat presiden (surpres) untuk RUU omnibus law tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Jokowi juga akan segera menandatangani surat presiden RUU omnibus law tentang Cipta Lapangan Kerja.
Pernyataan itu disampaikan pada akhir Januari 2020. Setidaknya, kata dia, dalam 100 hari kerja sudah jadi undang-undang. Untuk itu koalisi partai politik akan berusaha bekerja bersama-sama. "Pak Jokowi sendiri lebih mendorong RUU omnibus law tentang Cipta Lapangan Kerja yang segera selesai," ungkap Fadjroel di Kompleks Istana.
Jokowi menunjuk 11 menteri untuk membahas RUU Cipta Kerja. Mereka adalah Menko Perekonomian, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kemudian, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri ESDM, Menteri Koperasi dan UKM, Menteri PUPR, dan Menteri Pertanian.
Sedangkan dalam pembahasan dipimpin Ketua Badan legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas, hanya tiga menteri menghadiri rapat. Di antaranya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkumham Yasonna Laoly, dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Selain itu turut hadir perwakilan dari fraksi-fraksi. Namun, tidak semua perwakilan fraksi hadir secara langsung, ada sebagian yang mengikuti rapat melalui virtual.
Dua fraksi yang menolak tidak diikuti tujuh fraksi lainnya di DPR. Supratman selaku ketua Baleg, mengklaim pembahasan RUU ini telah disetujui semua fraksi saat rapat internal. Untuk itu pembahasan tetap berlanjut.
Terkait desakan dari istana, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi NasDem, Willy Aditya, merasa jika RUU Ciptaker punya tujuan yang harus diapresiasi. Apalagi di tengah wabah virus corona yang membuat keadaan ekonomi Indonesia menjadi terpuruk. Menurutnya, dibutuhkan regulasi yang jelas agar bisa keluar dari situasi seperti ini.
"Justru dengan kondisi seperti ini menjadi sangat relevan untuk dibahas, karena ancaman resesi global itu sudah konkret," kata Willy saat dihubungi merdeka.com.
Resesi ekonomi bukan sekedar ancaman, melainkan sudah terjadi. Saat ini banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya. Jumlah pengangguran semakin tinggi. Untuk itu, kata Willy, Perlu ada regulasi mengatur masalah ini.
Terkait pembahasan Omnibus Law banyak mendapat penolakan, PDIP sebagai partai pendukung pemerintah memilih sikap berhati-hati. Mereka justru akan menyerap berbagai aspirasi publik terlebih dulu. Harus diakui juga bahwa pandemi corona juga menyebabkan para anggota DPR sulit bekerja. "Jangan kejar tayang," kata Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno saat dihubungi.
Masyarakat khawatir omnibus law ini dikebut dengan mengabaikan aspirasi mereka. Memang belum ada keputusan mau sampai kapan ini dibahas. Melalui pembahasan virtual selama ini juga belum maksimal.
"Yang penting sekarang jangan biarkan masyarakat menderita. Jangan biarkan akar rumput menuju garis batas subsistensi. Semua potensi solidaritas sosial dan kelembagaan gotong royong dimaksimalkan," ujar dia.
Pembahasan RUU Ciptaker di masa pandemi corona dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar ini bisa memicu kemarahan masyarakat. DPR seharusnya memahami situasi sosial dan psikologis masyarakat Indonesia.
Pembahasan RUU Ciptaker mendapatkan penolakan besar-besaran dari berbagai kalangan. Misalnya dari para buruh. Sebanyak 50.000 buruh rencananya akan melakukan aksi demo pada 30 April 2020 mendatang untuk tolak pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja di DPR.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menjelaskan alas an Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset tidak masuk ke dalam RUU Prioritas 2025
Baca SelengkapnyaDPR bisa saja mengesahkan RUU Pilkada menjadi undang-undang tanpa sepengetahuan publik.
Baca SelengkapnyaAnggota Baleg Fraksi PDIP Sturman Panjaitan, mengatakan terdapat lima hingga enam RUU yang belum turun daftar inventarisasi masalah (DIM)
Baca SelengkapnyaAnggota Fraksi PDIP DPR RI Masinton Pasaribu mengatakan pembahasan Revisi UU Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Rabu (21/8) sampai dijaga Brimob.
Baca SelengkapnyaPadahal, RUU Masyarakat Adat sudah dibahas selama 15 tahun terakhir
Baca SelengkapnyaDasco mengimbau kepada massa aksi agar menjaga kondusivitas dalam melakukan unjuk rasa.
Baca SelengkapnyaRUU Pilkada menuai pro dan kontra karena dinilai dibahas secara singkat pada Rabu (21/8) oleh Badan Legislasi DPR
Baca SelengkapnyaRUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Baca SelengkapnyaMahfud MD kesal dengan langkah Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ngebut bahas RUU Pilkada setelah adanya putusan MK
Baca SelengkapnyaPadahal RUU tersebut tidak masuk dalam prolegnas prioritas.
Baca SelengkapnyaBerkaca dari pandemi Covid-19, konstitusi di Indonesia belum mengatur soal penundaan pemilu.
Baca SelengkapnyaAgenda Paripurna RUU Kesehatan akan diwarnai aksi unjuk rasa tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi.
Baca Selengkapnya