Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pak Ogah tak lagi doyan duit cepek

Pak Ogah tak lagi doyan duit cepek Pak Ogah. ©2016 Merdeka.com

Merdeka.com - Gerimis tak membuat Adi (23) bergeming. Dengan topi kucel dan sweater bututnya, pria lulusan SMK ini sibuk menjaga U Turn (putaran balik) di Jalan Raya Pasar Minggu. Sesekali dari mulutnya keluar bunyi memekak telinga. Pritttt...

Setiap kendaraan yang mendekatinya dan menyalakan lampu sen direspon cepat. Kendaraan itu pertanda rupiah. Namun tak semuanya bisa dikonversi jadi duit. Tak jarang cuma senyum dan ucapan 'makasih' yang dia terima.

"Sehari gak nentu bang, kadang Rp 40 ribu kadang kurang," ujarnya Senin (5/12) lalu kepada merdeka.com.

Putaran yang dikuasai Adi dan kawannya memang cukup ramai. Dari putaran itulah Adi dan kawan-kawannya menggantungkan hidup. Ada tiga shift yang menjaga putaran balik itu.

"Sehari tiga shift. Saya hari ini siang, sama Joni dan Daud. Tadi pagi ada juga yang jaga, yang malam ada juga," ujar Adi.

Setiap shif bertukar posisi seminggu sekali. Minggu depan, Adi dan 2 kawannya berganti shift malam. "Shift malam dari jam 18.00 WIB sampai sekuatnya. Tapi paling jam 22-23.00 WIB kita udah pulang. Udah sepi," ujarnya.

pak ogah

Pak Ogah ©2016 Merdeka.com

Adi bercerita bahwa putaran yang kini dia kuasai tidak berdarah. Hal ini berbeda dengan tempat lain yang untuk menguasainya diperlukan pertumpahan darah dengan kelompok lain.

Awalnya Joko yang sering mengatur putaran balik di situ. Tetapi karena tak cukup seorang diri, Joko mengajak beberapa anak muda yang nganggur di sekitar rumahnya. Dan sekarang terbentuklah kelompok 'Pak Ogah' ini.

Mereka sering disebut Pak Ogah. Hal ini karena dulunya profesi ini selalu minta tips sebesar seratus perak alias cepek, seperti yang selalu dilakukan Pak Ogah dalam film Si Unyil. Namun kini nominal Rp 100 sudah tidak berarti. Mereka pun sudah ogah diberi Rp 100.

"Kita sih gak minta berapa, terserah saja ngasihnya berapa tetapi seringnya dua ribu ada yang lebih banyak, ada juga yang cuma receh," timpal Joni yang sedang rehat untuk merokok.

Mereka sudah hampir dua tahun menjadi 'Pak Ogah' di tempat itu. Banyak kejadian sudah mereka alami.

"Dulu pernah ada mobil yang senggolan kita yang disalahin. Padahal mobil belakang yang gak mau ngalah. Kita sampai ke polisi, terus kita jelasin kalau mobil yang belakang belagu. Gak mau ngasih jalan buat mobil depannya yang mutar balik," ujarnya.

pak ogah ngatur lalu lintas

Pak Ogah ngatur lalu lintas ©2016 Merdeka.com

Menjadi Pak Ogah tentu bukan cita-cita mereka. Adi sendiri bercita-cita bisa bekerja di bengkel motor resmi. Joni dulu ingin jadi polisi dan Daud tak menjawab saat ditanya cita-cita.

"Susah cari kerja. begini ajah lumayan bisa jajan dan beli rokok. Tapi risiko memang besar, tapi ya gimana lagi. Yang penting nyari duit," ujar warga Pasar Minggu ini.

Dalam bekerja, mereka menetapkan aturan tidak tertulis yang hanya bersifat kepercayaan. Setiap dari mereka mengantongi langsung uang tips menghalau kendaraan bagi pengendara yang ingin putar balik. Jika sudah terkumpul banyak, nanti akan diserahkan kepada salah satu untuk kemudian dihitung di pinggir jalan. Dalam satu jam pertama di shift siang mereka bisa mendapat Rp 20-35 ribu. Dari uang itu lalu dibelikan nasi bungkus di warteg terdekat plus beberapa batang rokok.

"Makannya gantian. Satu orang beli, terus dia makan, setelah makan dijaga, lalu yang satu makan. terus gantian githu," ujarnya.

Terlindas roda kendaraan, disemprot pengendara yang ternyata seorang aparat, dimaki pengendara lain karena dianggap bikin macet, diserempet mobil sudah menjadi sarapan mereka. Kadang mereka membalas umpatan pengendara kadang juga hanya diam.

Namun umur Pak Ogah ini pun tidak panjang. Awalnya dari Depan Stasiun Pasar Minggu hingga pertigaan lampu merah Kalibata ada sekitar 8 U Turn yang dijaga 'Pak Ogah'. Tetapi kini tinggal empat, yang empat lainnya sudah diblokir Dinas Perhubungan karena dianggap memperparah kemacetan.

pak ogah ngatur lalu lintas

Pak Ogah ngatur lalu lintas ©2016 Merdeka.com

Keberadaan Pak Ogah memang menjadi problem. Mereka dibutuhkan, tetapi juga dikeluhkan. Hal ini lantaran semrawutnya tata kelola lalu lintas di Ibu Kota.

"Buat saya mereka membantu. Saya dari toko ini kalau mau nganter barang kadang harus putar balik, kalau dari arah berlawanan gak disetop sama mereka saya bisa lama banget putar balik. Jadi gak papalah ngasih seribu perak buat mereka," ujar Juned (38), pegawai toko kaca sekitar 100 meter dari pangkalan Adi cs 'bertugas'.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Andri Yansyah menyebut keberadaan Pak Ogah di putaran balik memang dilematis. Di satu sisi warga membutuhkan jasa mereka, namun terkadang ada juga 'Pak Ogah' nakal yang memaksa kepada pengendara.

"Kadang di beberapa titik ada 'Pak Ogah' yang setengah atau bahkan memaksa. Nah yang seperti ini biasanya ditertibkan. Biasanya warga membuat laporan lalu disampaikan ke Kecamatan setempat dan dari situ Petugas Satpol PP menertibkan 'Pak Ogah' nakal," ujar Andri kepada merdeka.com kemarin.

Menurut Andri, pengaturan putaran balik seharusnya memang kewajiban Dinas Perhubungan. Namun jika setiap putaran balik dijaga satu atau dua petugas, maka habis sudah pegawai Dishub yang ada di seluruh Ibu Kota.

pak ogah

Pak Ogah ©2016 Merdeka.com

"Kita juga tidak bisa menangkap Pak Ogah, karena perangkat hukum yang dimiliki Dishub tidak menjangkau ke sana. Tapi mereka bisa kena pasal ketertiban umum dan itu menjadi ranah Satpol PP," katanya.

Andri menyarankan kepada pengguna jalan untuk melaporkan 'Pak Ogah' nakal kepada Kecamatan atau petugas Satpol PP. Dengan demikian mereka yang memeras saat mengatur kelancaran lalu lintas bisa ditindak.

(mdk/hhw)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Hidup dari Uang Recehan di Putaran Jalan
Hidup dari Uang Recehan di Putaran Jalan

Keberadaan Pak Ogah dan banyaknya kendaraan yang berputar balik, dinilai menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan ibu kota.

Baca Selengkapnya