Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Palang Pintu, budaya Betawi memaknai pernikahan

Palang Pintu, budaya Betawi memaknai pernikahan Festival palang pintu di Jaksel. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - "Jadi lu nantangin gua," sahut lelaki berlogat kental Betawi memulai adegan Palang Pintu pada sebuah acara pernikahan dalam tayangan yang diunggah di Youtube, seperti di kutip merdeka.com. Lawan mainnya pun menangapi. "Gua kagak kenal lo," sahutnya seraya dua tangannya mengepal sarung yang ia sampirkan di pundak. "Ini gua baba lu," timpal lelaki berpakaian silat warna hitam lengkap dengan atribut golok yang membuat gelak tawa hadirin.

Begitu kira-kira gambaran ritual palang pintu Betawi. Tradisi itu biasanya di lakukan saat orang asli Betawi melakukan upacara pernikahan. Namun kini, boleh dibilang, budaya palang pintu jarang terlihat pada pernikahan orang Betawi saat ini. Bukan lantaran tak mau mempertahankan budaya, namun seperti layaknya pernikahan, lelaki Betawi memilih untuk menyerahkan adat yang di gunakan kepada calon keluarga dari mempelai wanita yang bukan orang asli Jakarta.

Hal ini dialami Abdulah, lelaki asli keturunan Betawi ini terpaksa harus menanggalkan budaya palang pintu dalam acara pernikahannya. Bukan tanpa sebab, calon istrinya berdarah Jawa. Untuk menekan biaya yang dikeluarkan Abdulah mau tak mau hanya memakai adat Jawa dalam resepsi pernikahannya. "Karena acaranya di rumah mempelai wanita, jadi ikut kesana," ujar Abdulah saat berbincang dengan merdeka.com, pekan lalu.

Lalu apa sebenarnya makna dari budaya palang pintu? Menurut Zahrudin Ali, 52 tahun, akrab disapa Bang Udin, mengatakan jika palang pintu betawi merupakan garda terdepan orang-orang asli Jakarta mengenal lebih dekat budayanya. Bang Udin menyebut, budaya merupakan kristalisasi dari sejumlah kebiasaan dalam masyarakat dalam tinjauan antropologis tidak bisa dipisahkan begitu saja bagi orang-orang asli Betawi. Begitu pula dengan budaya Palang Pintu yang menjadi ciri khas Betawi dan masyarakatnya.

Menurutnya, palang pintu merupakan cerminan orang Betawi pada saat ingin mengambil maupun mungut menantu. Dia menjelaskan jika dalam palang pintu ada beberapa aspek ditekankan oleh masyarakat Betawi, saat pria maupun wanita ingin menikah. Pertama adalah kesamaan iman. "Pertama ya kudu seiman, harga mati enggak bisa ditawar," ujar pimpinan Sanggar Betawi Batavia Grup ini.

Kemudian kata Bang Udin, makna dari silat antar jawara dalam pementasan Palang Pintu ialah menunjukkan bukti jika pria mampu menjadi penjaga bagi si anak perempuan yang akan dinikahinya tersebut. "Tentunya kita harapkan kalau kita punya anak perawan diminta sama orang lain, ya tentunya dia bisa ngejaga anak kita, kan begitu. Jadi syarat kedua itu tentunya dia bisa main pukul (bela diri)," katanya.

Dia pun menjelaskan jika budaya palang pintu muncul ketika daerah-daerah Betawi masih rawan. Dulu jauh sebelum seperti saat ini, orang melamar untuk nikah harus berangkat pada malam hari. Karena malam, tentunya banyak perampok yang berkeliaran. Untuk menghindari aksi perampokan, si pelamar yang membawa barang-barang seserahan tak lupa juga dikawal jawara. "Gunanya jawara itu intinya untuk mengawal Gegawan itu," tutur Bang Udin.

Sebagai salah satu orang yang melestarikan budaya Betawi ini, dia mengatakan jika palang pintu merupakan ujung tombak pengenalan dan pelestarian budaya asli orang Jakarta. Karena menurutnya, hingga kini sekitar 80 persen pernikahan orang asli Betawi masih memakai palang pintu. "Beli dodol di pasar Ciawi, dibungkusnye pakai daun pisang batu, kurang afdol kita orang Betawi, kalau ngebesan enggak pakai palang pintu," ujarnya sambil berpantun. (mdk/arb)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP