Pasukan Siber Kubu Petahana
Merdeka.com - Saling sahut bahas Pilpres bukan cuma obrolan warung kopi. Mulai berpindah. Seiring perkembangan teknologi. Jejaring media sosial menjadi lapak bebas. Buat meninggi rendahkan masing-masing jagoan. Melakukan perang udara.
Informasi begitu deras. Ditambah banyak bermunculan foto atau video tak jelas sumbernya. Terkadang malah menyulut emosi. Termakan narasi tidak benar dari masyarakat di internet.
Kuatnya pengaruh media sosial, membuat lini massa ini digarap serius tim pemenangan. Sebab bisa menjangkau masyarakat di mana saja. Utamanya generasi milenial. Mereka banyak menghabiskan waktu berlama-lama di depan layar ponsel pintar.
-
Apa saja tantangan media siber di pemilu? Tantangan inilah yang akan dihadapi media massa dalam menghasilkan jurnalisme berkualitas.
-
Kenapa kelompok milenial rentan terhadap kecanduan gadget? Kelompok anak milenial menjadi yang paling rentan terhadap kecanduan ini, karena kebiasaan mereka yang selalu ingin terhubung dan mengikuti perkembangan terbaru.
-
Apa yang sedang populer di media sosial? Di media sosial, gambar-gambar artificial intelligence (AI) bertemakan di Disney Pixar tengah digandrungi netizen.
-
Kenapa Kemenkominfo gandeng generasi muda? Terkait dengan kampanye penurunan stunting, Kemenkominfo sejak 2019 telah menggandeng generasi muda untuk turut serta mendukung upaya penurunan prevalensi stunting melalui Kampanye Genbest (Generasi Bersih dan Sehat) yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting.
-
Bagaimana pengguna TikTok lebih aktif? Meskipun jumlah pengguna TikTok lebih sedikit dibandingkan Instagram, pengguna TikTok cenderung lebih aktif di platform tersebut. Mereka menghabiskan rata-rata 95 menit per hari di TikTok, dibandingkan dengan 62 menit di Instagram.
-
Bagaimana pengaruh media sosial terhadap Gen Z? Tumbuh dengan media sosial, Generasi Z mengkurasi diri mereka di dunia maya dengan lebih hati-hati dibandingkan generasi sebelumnya, dan mereka cenderung beralih ke tren anonimitas, mengatur feed sosial media secara lebih personal, dan memiliki kehadiran secara online (online presence) yang lebih kecil, meskipun generasi ini sangat rakus mengonsumsi media online.
Seperti Rh, milenial asal Kota Bandung. Di tahun politik ini, dia ikut ambil peran. Jadi tim sosial media pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Sudah bergabung sejak bulan Oktober lalu. Diajak seorang teman. Tak pikir panjang, tawaran itu diambil. Sebab, dia ingin sang idola mempertahankan posisinya. Karena dirasakan banyak perubahan dilakukan Jokowi.
"Kinerjanya selama ini bagus. Ada bukti nyata kalau dia (Jokowi) kerja," ungkap Rh kepada merdeka.com pekan lalu.
Syaratnya bergabung mudah. Memiliki pandangan politik sejalan dengan pasangan capres-cawapres nomor urut 01. Tak lupa memiliki media sosial dengan jumlah pengikut tertentu. Misalnya, minimal 500 pengikut di akun Instagram atau Twitter dan seribu pertemanan di Facebook
Setelah memenuhi syarat, relawan tim media sosial ini kembali diseleksi. Rh ingat betul. Saat itu ada 100 orang mendaftar. Namun hanya 20 relawan lolos seleksi. Dia salah satunya.
Dalam sehari Rh bertugas mengunggah tiga konten kampanye di akun media sosialnya. Tiap konten disebarkan dalam tiga waktu. Pagi, siang dan malam. Semua bahan didapat dari tim sosial media di Jakarta. Dibagikan lewat aplikasi pesan WhatsApp.
Banyak konten diterimanya setiap hari. Namun, dia harus memilah. Menyesuaikan dengan isu di Bandung dan Jawa Barat. Pun dengan para pengikutnya di sosial media.
Pekerjaan sambilan ini bisa dilakukan di mana saja. Bermodalkan ponsel pintar dan jaringan internet. Tak jarang Rh juga mengunggah konten kampanye Jokowi ketika sedang menjalani pekerjaannya. Tentu tidak sampai 5 menit untuknya menjalankan tugas ini. Sama sekali tidak mengganggu kerjaan utamanya.
Ragam respon terima dari unggahan tentang Jokowi. Positif dan negatif. Rh paham kondisi itu. Berhadapan dengan pihak beda pandangan politik justru jadi tantangan baginya. Apalagi banyak temannya itu memberikan respon negatif. Bahkan sampai akunnya diblokir. Dia menyadari resiko pekerjaan ini bisa merusak hubungan pertemanannya.
"Pastinya sedih. Tapi enggak apa-apa, nanti juga mereka ngerti kalau posisinya kayak aku," ujarnya.
Sebelum menjalankan tugas sebagai tim media sosial, para relawan sudah dibekali pendidikan politik khusus. Perang di media sosial harus dihadapi dengan kejernihan dalam berpikir. Sejak awal mereka diwanti-wanti untuk bijak dalam bertugas.
Konten Positif Jokowi
Koordinator tim media sosial Jokowi-Ma'ruf berinisial AN, mengaku telah memberikan pembekalan kepada timnya. Sejak awal dia menjelaskan empat kandidat Pilpres 2019 adalah negarawan. Harus dihormati. Tidak boleh saling merendahkan. Hanya saja tugas kali ini mengangkat citra pasangan nomor urut 01.
Banyak bahan bisa diolah jadi konten positif. Apalagi Jokowi berperan sebagai petahana. Tugasnya makin bertambah bila Jokowi banyak membuat terobosan baru dalam waktu dekat. Pun dengan berbagai aktivitasnya sebagai kepala negara saat tak lagi bertugas atau kampanye.
"Bahan itu saja sudah sangat banyak, jadi enggak usah bikin hoaks, itu pembekalan dari kita," kata AN pekan lalu kepada merdeka.com.
Sebagai koordinator, AN bekerja 24 jam dalam 7 hari. Apalagi dia harus berkantor di markas pusat tim media sosial di kawasan Jakarta Pusat. Sebelum jam 6 pagi sudah mulai bekerja. Dari rumah berkoordinasi dengan tim dalam menentukan isu harian. Ada tiga tim di bawahnya. Design, copy writer dan admin.
Setelah mendapatkan laporan dari tim shift malam, AN berkoordinasi dengan Tim Kampanye Nasional (TKN) bidang informasi publik. Diskusi dengan TKN harus selesai sebelum jam 6 pagi. Bila sudah mendapatkan isu, dia segera komunikasikan dengan tim di markas pusat. Barulah setelah itu menjalankan tugasnya sebagai istri dan ibu di rumahnya.
Jam 9 pagi, AN harus sudah tiba di markas. Melakukan rapat harian dengan koordinator divisi. Memberikan arahan lebih detail tentang tugas hari ini. Melakukan berbagai pemantauan isu berkembang di media sosial. Tak jarang mereka jenuh dan emosional saat bekerja. Sebab harus berhadapan pedasnya komentar warganet.
"Delapan jam di depan komputer, di serang orang, balas jawaban orang, dan mereka ini harus disemangati. Mereka adalah bagian dari sebuah sejarah, bisa melakukan sesuatu yang baik kan sebuah sejarah," cerita AN.
Untuk itu, sebagai koordinator AN berupaya membangun suasana kerja jadi cair. Canda tawa kerap terdengar dari tiap pekerja. Suasana kekeluargaan dibangun.
Dari awal AN pun meminta anak buahnya untuk mengikuti sejumlah akun media sosial resmi milik pemerintah. Memantau pemberitaan media. Ini sebagai bahan mereka berinteraksi dengan warga net. Menangkal hoaks dan memberikan pengertian kepada warganet. Tak jarang, diskusi dadakan terjadi di tengah mereka. Membahas satu isu tengah ramai di media sosial.
Tiap tim media sosial juga berkewajiban menyebarkan konten kampanye Jokowi-Ma'ruf di akun media sosial pribadi. Respon pengikut mereka pun beragam. AN melihat anak buahnya malu-malu memposting konten kampanye Jokowi. Itu terlihat di awal mereka bekerja. Mulanya mereka hanya membagikan materi kampanye dari akun milik AN. Tapi lambat laun mereka mulai unggah sendiri tiap konten di akun pribadi.
"Saya berpikir begini, kalau kita berniat baik, cara kita baik, lama-lama orang juga paham dan mengerti kok," kata AN.
Kecepatan jadi tantangan tersendiri dalam melakoni kerja sebagai tim digital. Apalagi membahas politik. Semua tentang momen. Sedikit saja dia telat maka bisa gagal.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Arya Sinulingga mengatakan perang digital data pilpres 2019 sangat penting. Pengguna sosial media di Indonesia lebih dari 100 juta. Setidaknya 40 persen di antaranya kaum milenial.
Harus disadari, kata tia, sebagian besar milenial apatis terhadap isu politik. Namun mereka juga kelompok yang ingin serba tahu dan kekinian. Maka masuk ke milenial tentu lebih mudah lewat media sosial. Apalagi sifatnya sangat pribadi dan bisa berinteraksi.
Tidak sulit buat menilai karakter milenial di media sosia. Bila mereka sudah membagikan unggahan dari timnya, itu artinya sudah tertarik. Tidak butuh lama segera suka pasangan Jokowi-Ma'ruf. Sebab, bagi milenial, konten politik sangat individual dan berhubungan dengan citra diri.
Arya menjelaskan, perang digital hari ini bukan baru saja terjadi. Melainkan warisan dari Pilpres 2014 lalu. Genderang perang dimulai saat pasangan Jokowi-Jusuf Kalla terpilih periode lalu. Sejak saat itu dia melihat polarisasi masyarakat terbagi dua. Pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo.
"Jadi kita mulai dengan apa yang sudah ada sekarang saja, itu yang kita kelola," tegas Arya saat berbincang dengan merdeka.com pekan lalu.
Politisi Partai Persatuan Indonesia (Perindo) ini menilai perdebatan di media sosial hal wajar. Apalagi menyangkut pandangan politik. Termasuk perang data. Baginya itu bagian dari perdebatan. Namun perang isu dan data tetap harus berada di koridor. Sebab, bila perang digital tanpa data hanya melahirkan debat kusir. Jauh dari tujuan kampanye di sosial media.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Data tahun 2023, pengguna media sosial di Indonesia sudah mencapai 167 juta orang.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum tentang 8 fakta menarik tentang TikTok yang wajib Anda ketahui.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaDalam riset kali ini KPID menggandeng 4 Universitas untuk membedah berbagai persoalan penting yang ada di Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaIndustri telekomunikasi dan game di Indonesia tengah mengalami perkembangan yang luar biasa di Asia.
Baca SelengkapnyaStrategi TPN gaet generasi muda dukung Ganjar-Mahfud MD
Baca SelengkapnyaPola setiap generasi dalam mengonsumsi jenis siaran favorit berbeda-beda.
Baca Selengkapnya