Pemilih Belum Melek Kampanye Caleg
Merdeka.com - Dalam sistem demokrasi, nilai suara tiap orang sama. Tidak ada perbedaan. Nilai suara seorang buruh kasar dengan profesor pun hitungannya sama. Satu suara. Tidak juga memandang gender. Bila sesuai syarat berusia di atas 17 tahun dan sudah tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT), sudah selayaknya berkontribusi memberikan hak pilihnya.
Suara masyarakat adalah penentu. Banyak harapan digantungkan kepada calon wakil rakyat maupun pemimpin negara pilihan mereka. Dalam Pemilu Serentak 17 April 2019 nanti, para pemilik hak suara bakal menggunakan sistem baru. Mereka langsung mencoblos pemilihan anggota legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). Semua dilakukan berbarengan.
Melalui cara baru, belum tentu membuat keikutsertaan masyarakat dalam pencoblosan meningkat. Mereka bisa saja semakin bingung. Alih-alih menghemat dana pelaksanaan Pemilu, nyatanya malah membuat pusing. Apalagi pemilih akan mendapatkan lima surat suara. Mulai dari pemilihan caleg tingkat kabupaten/kota, caleg tingkat provinsi, caleg tingkat DPR RI, pemilihan DPD dan pemilihan presiden. Dari bilik suara, mereka menentukan nasib bangsa lima tahun mendatang.
-
Apa itu Pemilu? Pemilu adalah sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
-
Bagaimana cara pemilihan dilakukan di pilkada serentak? Pilkada Serentak menerapkan sistem pemilihan langsung dimana pemilih secara langsung memilih calon kepala daerah dan wakilnya.
-
Bagaimana Pemilu dan Pilkada dilakukan? Proses pelaksanaan Pemilu menjunjung asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Bagaimana proses pemilu berlangsung? Proses pemilu melibatkan beberapa langkah, seperti pendaftaran pemilih, kampanye politik, pemilihan umum, dan penghitungan suara.
-
Bagaimana Pemilu diselenggarakan? Pemilu dilaksanakan sesuai dengan asas pemilu di Indonesia yaitu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
-
Apa arti Pemilu? Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pemilu atau Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Jangankan mengetahui profil kandidat wakil rakyat. Masih banyak warga tidak mengetahui masuk dalam daerah pemilihan (dapil) berapa. Sangat disayangkan. Apalagi jumlah dan kandidat pileg tingkat kabupaten/kota berbeda tiap lima kecamatan.
Ajeng Rahayu misalnya. Ibu rumah tangga sekaligus karyawan asal Garut ini tidak mengetahui dirinya masuk daerah pemilihan mana di tempat tinggalnya. "Saya enggak tahu masuk dapil berapa. Tahunya tinggal nyoblos saja nanti," kata Ajeng saat berbincang dengan merdeka.com dua pekan lalu.
Soal pilihan calon legislatif (caleg), dia mungkin memilih orang yang dikenal. Kebetulan, salah satu kandidat adalah kawannya. Seorang manajer di klinik tempatnya bekerja. Maju lewat Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sudah mengenal baik.
Belum ada niat mencari tahu kandidat lain. Tidak ada waktu. Begitu alasannya. Apalagi dia merasa kesulitan mengakses informasi tentang kandidat lain. "Karena terlalu banyak caleg," ucapnya.
Tak hanya dia seorang, rekan seprofesinya kompak mendukung Sang Manajer. Padahal, kandidat yang dimaksud tidak pernah kampanye atau membicarakan masalah politik di klinik. Dia bekerja secara profesional. "Enggak perlu dipinta juga pasti dukung, namanya satu tempat kerja kan," ungkap Ajeng.
Merasa sudah mengenal luar dalam sang calon, Ajeng tak lagi mencari tahu kandidat lainnya. Termasuk caleg tingkat provinsi dan caleg DPR RI dan calon anggota DPD. Malas. Begitu keluhnya. Padahal tiap pemilu wanita berprofesi bidan ini tak pernah absen ke TPS. Suaranya terlalu berharga untuk diabaikan. Walau di bilik suara bakal memilih kandidat secara acak.
Sejatinya Pileg jadi ujung tombak demokrasi. Namun prosesnya begitu membingungkan. Menurut Ajeng, tidak perlu ada persaingan antar caleg dari partai sama. Cukuplah rakyat memilih. Nanti partai langsung memilih kandidatnya di parlemen. Model demokrasi seperti ini justru menunjukkan, kandidat haus kekuasaan. "Banyak calon mungkin karena ingin jabatan bukan ngurus-ngurus negara," ucap Ajeng.
Sementara untuk pilpres, dirinya masih belum menjatuhkan pilihan. Masih mengamati kampanye para kandidat. Berbeda dengan kandidat pileg dan DPD, kampanye pilpres lebih sering muncul di layar kaca. Sehingga bisa membandingkan visi misi dan program kerja.
"Fokusnya ke Pilpres saja, lebih gampang. Banyak beritanya di televisi," tutur Ajeng. Sebagai warga negara Ajeng mendambakan wakil rakyat amanah. Baginya itu menjadi kunci keberhasilan.
Kisah berbeda dari Ulfa. Mahasiswa kampus swasta di Jakarta. Ini Pemilu pertama bagi dirinya. Sebagai mahasiswi, dia memang memiliki ketertarikan pada dunia politik. Sehingga membawanya ikut bergabung dengan organisasi ekstra kampus.
Sama seperti Ajeng. Ulfa tidak tahu profil caleg maupun berada di dapil berapa. Dia hanya tahu calon wakil rakyatnya dari berbagai spanduk di dekat rumahnya. Itu pun tidak secara utuh. Hanya berisikan beberapa calon tertentu.
Informasi dari berbagai spanduk pun terbatas. Hanya nama dan foto caleg, partai pengusung dan nomor urut. Itu juga tidak semua partai politik peserta pemilu. "Paling dari spanduk dekat rumah, selebihnya enggak tahu harus cari informasi ke mana," kata Ulfa.
Mencari informasi mengenai caleg bukan menjadi prioritas. Ulfa merasa masih banyak waktu. Apalagi kampanye berlangsung tujuh bulan. Sehingga tak perlu buru-buru mencari tahun calonnya. Namun, dia berharap banyak caleg maupun para capres dan cawapres mengeluarkan program membuka lapangan kerja besar. Tentu ini menjadi kekhawatiran Ulfa bila kelak lulus kuliah sulit dapat kerja.
Rawan Pelanggaran Kampanye
Berdasarkan data DPT Pemilu DPR, DPD, dan DPRD tahun 2014, total pemilih di Indonesia sebanyak 186.612.255 orang. Terbagi menjadi dua berdasarkan jenis kelamin. Ada 93.439.610 pemilih laki-laki dan 93.172..645 pemilih perempuan. Sementara ada 2.010.280 orang pemilu luar negeri.
Jumlah DPT tersebut terbagi ke 33 provinsi, 497 kabupaten/kota, 6.980 kecamatan dan 81.034 desa dan kelurahan. Ini semua kembali dibagi ke 545.778 TPS. Sementara itu, jumlah DPT untuk pileg dan pilres tahun ini sebanyak 185.732.093 suara. Terbagi dua berdasarkan jenis kelamin yakni 92.802.617 pemilih laki-laki dan 92.929.422 pemilih perempuan.
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai gegap gempita pemilu serentak hanya bertumpu pada Pilpres. Sementara Pileg lebih menonjolkan identitas kepartaian di masyarakat. Meskipun menggunakan sistem proporsional terbuka.
Tak heran bila masyarakat lebih mudah mengenali kandidat capres-cawapres ketimbang calon anggota dewan. Mulai dari tiap daerah beda calon, banyaknya jumlah calon dan minimnya informasi tentang setiap kandidat.
"Secara alamiah yang lebih sedikit lebih mudah dikenali dan ditangkap publik ketimbang yang dalam jumlah besar," ujar Titi.
Kondisi ini, kata dia, bukan jadi pembenaran. Pileg tidak penting. Sebab kepemimpinan eksekutif hanya akan kerja optimal bila disokong parlemen baik. Didukung mitra kerja. Yakni, anggota DPR dengan komitmen dan performa baik.
Tanpa melakukan survei pun sudah bisa melihat minimnya pemahaman masyarakat tentang Pileg. Bermula saat mengisi kegiatan di sebuah kampus. Banyak mahasiswa tidak mengetahui masuk ke dapil berapa, di mana hingga siapa saja calonnya. Tak hanya itu, mereka bahkan banyak tidak tahu jumlah partai politik peserta Pemilu.
Tantangan inilah dihadapi penyelenggara pemilu dan aktivis demokrasi. Sebab, kondisi ini memicu berbagai macam jenis pelanggaran pemilu terjadi. Mulai dari politik uang, kampanye di luar jadwal, dan lainnya.
Titi menyebut, ada beberapa hal pemicu terjadinya pelanggaran kampanye Pileg. Mulai dari luas daerah pemilihan, banyaknya jumlah pemilih, sampai caleg tak punya modal sosial (basis suara). Ini harus dihindari demi menghadirkan anggota dewan amanah. Bekerja untuk kepentingan konstituen. Maka situasi ini harus diimbangi dengan pendidikan politik.
"Seharusnya KPU dan Bawaslu memfasilitasi dan dilakukan secara masif," kata Titi.
Pelbagai pendidikan politik memang sudah dilakukan penyelenggara pemilu. Hanya saja masih belum optimal. Pendekatannya pun kaku. Minim edukasi politik ke masyarakat. Seharusnya, saran Titi, KPU dan Bawaslu bisa memakai bahasa dan kultur budaya lokal dalam proses pendidikan politik.
Tak hanya itu, penyelenggara pemilu sebaiknya mengikutsertakan keterlibatan kelompok marjinal. Sebab banyak dari mereka terpinggirkan dari informasi Pemilu. Sehingga masyarakat bisa menjadi pemilih bijak di tengah kondisi saat ini. Pemilih memilih wakil rakyat berdasarkan keputusan dalam informasi benar. Berdasarkan informasi cukup.
Ini dikarenakan satu suara tak ternilai. Satu suara pakar ilmu hukum sama nilainya dengan tukang ojek. Satu kesempatan dalam memengaruhi kepemimpinan di masa mendatang. "Suara kita merepresentasikan martabat kita sebagai warga negara. Makanya kita harus jadi pemilih yang bijak," kata Titi mengakhiri. (mdk/ang)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Apa perbedaan pemilu dan pilkada? Meskipun keduanya bertujuan untuk memilih pemimpin dan perwakilan rakyat, mereka memiliki perbedaan mendasar
Baca SelengkapnyaMenurut Khoirunnisa, keberadaan pendukung dengan jumlah yang banyak justru membuat suasana di lokasi debat menjadi riuh.
Baca SelengkapnyaDebat diyakini tidak bakal banyak mengubah peta elektabilitas para calon presiden.
Baca SelengkapnyaPilkada dan Pemilu serentak memiliki beberapa perbedaan mendasar.
Baca SelengkapnyaPoses kandidasi yang telah terjadi dalam Pilkada 2024 dinilai sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
Baca SelengkapnyaTerdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9).
Baca Selengkapnya"Sepertinya para penyelenggara Pemilu lebih menitikberatkan pada pemilihan presiden," kata SBY.
Baca SelengkapnyaSetiap Pilkada menghadirkan berbagai dinamika politik, mulai dari proses pencalonan, kampanye, hingga hari pemungutan suara.
Baca SelengkapnyaPilkada ini menjadi momen krusial bagi masyarakat untuk menentukan arah pembangunan dan kebijakan di daerah masing-masing.
Baca Selengkapnya