Q&A: Penghapusan Ganja dari Daftar Zat Paling Berbahaya
Merdeka.com - Legalisasi ganja cukup lama menjadi kontroversi. Sebagian besar negara di dunia menetapkan ganja atau mariyuana terlarang dan dikategorikan sebagai narkotika. Tapi ada juga negara yang mengkategorikan ganja sebagai tanaman obat.
Khusus di Indonesia, Undang-Undang melarang ganja karena termasuk jenis narkotika golongan satu. Hal itu didasarkan pada Konvensi Tunggal Obat-Obatan Narkotik 1961 yang ditandatangani bersama oleh negara-negara di dunia.
Namun pada Rabu pekan lalu, Komisi PBB bidang Obat-Obatan Narkotik (CND) melakukan pemungutan suara sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari daftar yang mengkategorikannya sebagai obat paling berbahaya.
-
Bagaimana WHO menghapus ganja dari daftar? Pada tahun 2018, ECDD WHO melakukan tinjauan formal terhadap ganja dan semua zat terkait ganja yang saat ini tunduk pada tindakan pengendalian internasional. Pada saat itu, ECDD menyarankan bahwa obat-obatan tertentu yang berasal dari ganja seperti cannabidiol tidak berpotensi untuk disalahgunakan atau menyebabkan ketergantungan tetapi memiliki manfaat kesehatan yang signifikan bagi anak-anak dengan epilepsi yang resistan terhadap pengobatan, dan oleh karena itu tidak boleh ditempatkan di bawah kendali internasional.
-
Kenapa ganja dihapus dari daftar obat terlarang? CND melakukan pemungutan suara berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh Komite Ahli Ketergantungan Narkoba (ECDD) ke-41 WHO, yang menyarankan agar ganja dan resin ganja harus direklasifikasi dari daftar saat ini bersama dengan heroin, analog fentanil, dan opioid lain yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
-
Siapa yang menghapus ganja dari daftar? CND melakukan pemungutan suara berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh Komite Ahli Ketergantungan Narkoba (ECDD) ke-41 WHO, yang menyarankan agar ganja dan resin ganja harus direklasifikasi dari daftar saat ini bersama dengan heroin, analog fentanil, dan opioid lain yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
-
Apa yang dihapus WHO dari daftar obat terlarang? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) menyetujui rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia pada hari Rabu untuk menghapus ganja dan resin ganja dari klasifikasi Golongan IV berdasarkan Konvensi Tunggal Narkotika tahun 1961.
-
Kapan ganja dihapus dari daftar? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) atau badan pembuat kebijakan narkoba di PBB mengklasifikasikan ulang ganja dan resin ganja ke dalam daftar internasional untuk mengakui nilai medisnya.
-
Bagaimana cara memerangi narkoba? Peringatan ini juga menjadi ajang bagi berbagai negara untuk menunjukkan komitmen mereka dalam memerangi narkoba melalui kebijakan yang efektif, penegakan hukum yang ketat, dan kampanye pendidikan yang luas.
Mengapa PBB menghapus ganja dari daftar zat berbahaya?
CND menyetujui rekomendasi WHO menghapus ganja dan getah atau resin ganja dari klasifikasi Daftar IV di bawah Konvensi Tunggal Obat-Obatan Narkotik 1961, di mana ganja dan turunannya dimasukkan dalam satu kategori dengan heroin dan candu atau opium.
Zat yang diklasifikasikan sebagai Daftar IV adalah bagian dari obat Daftar I. Artinya bahan ini tidak hanya dianggap 'sangat adiktif dan sangat rentan disalahgunakan' tapi juga dilabeli 'sangat berbahaya dan nilai medis atau penyembuhannya sangat terbatas'.
Pemungutan suara pada Rabu memutuskan ganja dan resin ganja tidak lagi diklasifikasikan sebagai zat paling berbahaya dan diakui memiliki manfaat medis. Tapi mereka tetap tunduk pada batasan di bawah kategori Daftar I.
Komisi ini mengumpulkan 27 suara yang sepakat dan 25 suara tidak setuju saat berlangsung pemungutan suara. Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman, dan Afrika Selatan termasuk di antara perwakilan yang mendukung, sementara negara-negara termasuk Brasil, China, Rusia, dan Pakistan menolak.
Anggota juga menolak empat rekomendasi lain dari WHO tentang ganja dan turunannya, yang termasuk menghilangkan ekstrak dan larutan ganja dari status Daftar I dan mengklasifikasikan komponen psikoaktif ganja, tetrahidrocannabinol, atau THC.
Apa yang dimaksud dengan ganja?
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), ganja atau mariyuana adalah daun dan bunga kering tanaman ganja. Ganja mengandung senyawa yang dapat mengubah atau mengalihkan pikiran (misalnya, psikoaktif) seperti tetrahydrocannabinol, atau THC, serta senyawa aktif lainnya seperti cannabidiol, atau CBD, yang tidak mengalihkan atau mengubah pikiran.
Bagaimana ganja digunakan?
Ada banyak cara orang menggunakan ganja, dan setiap cara memberikan dampak berbeda pada penggunanya. Dikutip dari laman CDC AS, Senin (7/12), ganja bisa digulung dan diisap seperti rokok.
Ganja juga diisap menggunakan pipa. Kadang-kadang orang mencampurnya dalam makanan atau memakannya langsung atau menyeduhnya sebagai teh. Mengisap minyak, sari, dan ekstrak dari tanaman ganja mengalami peningkatan. Orang yang mempraktikkan hal ini menyebutnya 'dabbing' atau 'coba-coba'.
Apakah ganja bisa jadi obat atau bermanfaat untuk kesehatan?
CDC dalam situs resminya menjelaskan, tanaman ganja mengandung bahan kimia yang dapat membantu mengatasi gejala beberapa masalah kesehatan. Namun menurut CDC, tidak ada cukup penelitian untuk menunjukkan seluruh tanaman berfungsi untuk mengobati atau menyembuhkan. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) belum mengakui atau menyetujui tanaman ganja sebagai obat.
Dua obat telah dibuat sebagai pil dari bahan kimia dari tanaman ganja seperti THC. Obat ini dapat mengobati mual pada menderita kanker dan membangkitkan nafsu makan pada penderita AIDS.
Bahan kimia ganja lain yang sedang dipelajari oleh para ilmuwan, disebut cannabidiol (CBD), tidak membuat mabuk karena bekerja di berbagai bagian sistem saraf dibandingkan THC. Menurut para ilmuwan, CBD dapat membantu anak-anak yang sering kejang, yang tidak dapat dikontrol dengan obat lain. Beberapa penelitian mulai memperhatikan apakah bahan ini cukup membantu.
Dikutip dari MedicineNet, ganja obat atau medical marijuana digunakan untuk mengatasi rasa sakit, mual, otot kejang, kecemasan, autisme, epilepsi, epilepsi, dan sklerosis.
Ganja obat didefinisikan sebagai penggunaan medis tanaman Cannabis sativa atau Cannabis indica untuk meredakan gejala atau mengobati sejumlah penyakit. Tanaman ganja digunakan sebagai pengobatan selama berabad-abad di seluruh dunia sampai awal 1900-an. Namun fakta terkait ganja obat ini bisa sulit ditemukan karena adanya sejumlah pendapat baik pro dan kontra.
Ada lebih dari 60 penelitian yang telah melalui penelaahan sejawat meneliti manfaat ganja sebagai obat. Sebanyak 68 persen penelitian menemukan manfaat ganja, sementara 8 persen dari penelitian itu tak menemukan manfaat ganja untuk kesehatan. Sementara 23 persen penelitian menyatakan netral.
Banyak penelitian menyatakan ganja yang dijadikan obat ini memiliki risiko kecanduan dan keracunan sangat rendah jika dikonsumsi sesuai rekomendasi.
Ganja medis terbukti efektif dalam mengobati beberapa penyakit seperti Alzheimer, Crohn, multiple sclerosis, epilepsi parah, skizofrenia dan gangguan stres pascatrauma.
Apa dampak buruk konsumsi ganja?
Menurut CDC, karena sering diisap, ganja dapat merusak paru-paru dan sistem kardiovaskular (seperti jantung dan pembuluh darah). Efek ini dan efek merusak lainnya pada otak dan tubuh bisa membuat ganja lebih berbahaya, daripada bermanfaat untuk obat.
CDC merinci ada beberapa dampak buruk konsumsi ganja seperti kecanduan, merusak otak, kanker, sakit kronis, mempengaruhi kesehatan jantung, merusak paru-paru, mempengaruhi kesehatan mental, dan keracunan.
Negara mana saja yang telah melegalisasi penggunaan ganja?
Ada sejumlah negara di dunia yang telah melegalisasi ganja. Pada Oktober 2018, Kanada melegalisasi penuh ganja. Penanam ganja bisa mendapatkan izin dari pemerintah federal, sementara pemerintah provinsi mengatur distribusi dan penjualan ganja.
Malaysia akan mengizinkan warga menanam ganja dengan tujuan medis atau untuk penelitian. Izin itu dapat diperoleh dari Kementerian Kesehatan Malaysia.
Direktur Jenderal Badan Anti-Narkoba Nasional Zulkifli Abdullah mengatakan, ada ruang dalam Undang-Undang Obat-Obatan Berbahaya 1952 untuk penanaman ganja dengan tujuan medis. Namun, ganja baru bisa ditanam setelah mengantongi izin.
Zulkifli menambahkan, penanaman ganja medis juga harus dikontrol dengan ketat sehingga tidak disalahgunakan untuk tujuan lain.
"Ganja dapat dibudidayakan untuk keperluan pengobatan di Malaysia, yang Anda butuhkan adalah mendapatkan izin dari Menteri Kesehatan," kata Zulkifli, seperti dilansir The Coverage, Senin (7/10/2019).
Dia mengatakan, ada ketentuan dalam undang-undang Malaysia yang mengizinkan penanaman ganja asalkan memenuhi beberapa persyaratan atau izin khusus.
Awal tahun ini, Thailand, yang menerapkan sanksi keras terhadap narkoba, menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan penggunaan ganja medis bagi pasien.
Pada 26 November, Senat Meksiko secara besar-besaran memberikan suara untuk melegalkan ganja.
Amerika Serikat belum sepenuhnya melegalkan ganja secara federal, tetapi empat negara bagian lainnya memilih untuk melegalkannya pada pemilu 2020, sehingga totalnya menjadi 15 negara bagian yang telah melegalkan ganja.
Dikutip dari Vox, pada Januari lalu, Kementerian Kesehatan Uganda mengeluarkan pedoman penanaman ganja untuk tujuan medis, menyusul negara-negara Afrika lainnya termasuk Zambia, Lesotho, dan Zimbabwe yang melonggarkan pembatasan penanaman ganja medis.
Saat ini, ganja untuk tujuan medis dalam beberapa bentuk diizinkan di lebih dari 30 negara termasuk: Australia, Kanada, Chili, Kolombia, Siprus, Finlandia, Belanda Yunani, Italia, Israel, Norwegia, Jerman, Selandia Baru, Peru, Polandia, dan Thailand dengan Negara-negara Eropa termasuk yang paling progresif dalam hal penggunaan ganja untuk tujuan pengobatan.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ganja mengalami penurunan klasifikasi dari obat terlarang untuk lebih dimanfaatkan secara medis.
Baca SelengkapnyaPeringatan ini mendorong peningkatan kesadaran dan pendidikan tentang pencegahan narkoba dan perawatannya.
Baca SelengkapnyaNarkoba dianggap sebagian orang dapat menenangkan pikiran. Namun nyatanya jika dikonsumsi jangka panjang memiliki efek yang sangat membahayakan.
Baca SelengkapnyaRPP UU Kesehatan dinilai melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Baca SelengkapnyaGAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian.
Baca SelengkapnyaJumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun.
Baca SelengkapnyaIndonesia dapat mengurangi dampak negatif dari masalah merokok sambil tetap memberikan pilihan kepada perokok dewasa.
Baca SelengkapnyaKonvensi ini melibatkan kerja sama antarnegara untuk menghentikan produksi opium secara ilegal.
Baca Selengkapnya"Kalau narkoba ini tidak disikat dengan keras, maka negara ini akan di lemahkan dengan narkoba," tegas Ganja
Baca SelengkapnyaSebab, kasus kejahatan narkoba di Jawa Tengah butuh perhatian khusus.
Baca SelengkapnyaBNN meminta agar tanaman kratom tetap tidak digunakan oleh masyarakat selama masa riset.
Baca SelengkapnyaKratom dikelompokkan sebagai tanaman yang memiliki kandungan narkotika, layaknya ganja.
Baca Selengkapnya