Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Target pajak tinggi, hantui investasi

Target pajak tinggi, hantui investasi Menteri Keuangan Sri Mulyani. ©2016 merdeka.com/Muhammad Luthfi Rahman

Merdeka.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiratkan bahwa pemerintah sempat kehilangan momentum untuk menarik investasi. Ditengarai, hal tersebut disebabkan sejumlah faktor, antara lain: Anjloknya harga komoditas andalan Indonesia, pelemahan nilai tukar rupiah dan rencana keuangan tahunan pemerintah yang membebani dunia usaha.

"APBN juga menghantui banyak investasi," katanya saat menutup seminar terkait prospek ekonomi Indonesia 2017, Jakarta, pekan lalu. Sebab, target pajak dipatok terlalu tinggi.

"Sehingga kita terus menerus mencari segala sesuatu," katanya. "Ini menyebabkan ada sedikit momentum investasi yang agak terkendala."

Awal tahun, pemerintah mematok target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.546,7 triliun. Terdiri dari penerimaan pajak Rp 1.360,2 triliun dan pendapatan kepabeanan-cukai Rp 186,5 triliun. Naik 3,9 persen ketimbang penerimaan perpajakan tahun sebelumnya, Rp 1.469,2 triliun.

Di pertengahan tahun, target perpajakan diturunkan menjadi Rp 1.539,16 triliun. Meliputi penerimaan pajak sebesar Rp 1.355,2 triliun dan kepabeanan-cukai Rp 184 triliun. Sehingga, target rasio pajak pun ikut turun dari 13,11 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 12,86 persen terhadap PDB.

Tak berapa lama, terjadi perombakan kabinet. Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro yang digeser menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas. Sri Mulyani menilai target penerimaan pajak, masih terlalu tinggi dan tak realistis di tengah perlambatan ekonomi global.

Dia pun mendiskon target penerimaan yang harus disetor Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp 218 triliun dari Rp 1.355 triliun menjadi Rp 1.137,2 triliun.

Di sisi lain, mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu tak mengubah target setoran uang tebusan amnesti pajak sebesar Rp 165 triliun. Bisa jadi lantaran masyarakat merespon baik program pengampunan pajak yang diluncurkan pada Juli lalu.

Sebagai gambaran, sepanjang periode pertama, 1 Juli-30 September 2016, setidaknya 347.033 wajib pajak sudah mengikuti amnesti pajak. Nilai deklarasi harta sekitar Rp 3.504 triliun dan angka tebusan berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) berkisar Rp 97,1 triliun.

Jika dilihat berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH), jumlah harta repatriasi atau yang diboyong kembali ke dalam negeri berjumlah Rp 135,4 triliun. Terbesar berasal dari Singapura Rp 77,4 triliun, Cayman Island Rp 16,5 triliun, dan Hong Kong Rp 14 triliun.

Di periode II, 1 Oktober-31 Desember 2016, pengampunan terlihat melempem. Perolehan tidak secemerlang periode sebelumnya.

Berdasarkan data Ditjen Pajak, per kemarin, jumlah SPH diterima mencapai 553.029 lembar. Peserta yang melaporkan SPH mencapai 539.581 wajib pajak. Nilai pernyataan harta sebesar Rp 4.111 triliun. Terdiri dari deklarasi harta dari dalam negeri Rp 2.971 triliun, luar negeri Rp 999 triliun, dan repatriasi Rp 141 triliun.

Adapun penerimaan tax amnesty berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP) mencapai Rp 103 triliun. Itu mencakup pembayaran tebusan Rp 99,3 triliun, pembayaran bukti permulaan Rp 673 miliar, dan pembayaran tunggakan Rp 3,06 triliun.

Pergerakan angka-angka ini masih akan berlanjut ke periode III, dimulai pada 1 Januari hingga 31 Maret 2017. Sehingga, masih perlu ditunggu apakah target pengampunan pajak yang dipasang pemerintah tercapai atau tidak.

Namun, satu yang pasti, Sri Mulyani menyebut bahwa ekonomi Indonesia telah mendapatkan sumber pendanaan baru untuk bergerak maju.

"Kami tentu berharap dengan adanya tax amnesty, pendapatan repatriasi, ada satu confidence muncul, mendorong makin banyak perusahaan go public atau menerbitkan obligasi," katanya.

"Dengan demikian ini akan menemukan apa yang disebut investment source of funding yang yang berasal dari saving kita sendiri maupun orang luar."

Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Haru Koemahargyo mengakui, secara keseluruhan, program pengampunan pajak sangat menguntungkan perekonomian Indonesia. Aliran dana repatriasi bakal menambah likuiditas perbankan guna menggenjot penyaluran kredit.

"Kami cukup optimistis. Sampai bulan lalu repatriasi Rp 60 triliun dari yang dilaporkan pada Oktober sekitar Rp 142,6 triliun," " katanya dalam kesempatan sama.

"Dari Rp 60 triliun yang masuk ke sektor keuangan, sebagian besar di perbankan. Mudah-mudahan sisa repatriasi masuk ke perbankan agar bisa dikelola dan disalurkan dalam bentuk kredit."

Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata menilai pengampunan pajak menggairahkan industri properti. Pengembang atau produsen bisa mendapatkan suntikan modal untuk mengembangkan usaha. Sedangkan, konsumen kembali mendapatkan kemudahan membeli properti.

"Sebelum ada tax amnesty, konsumen yang tadinya sudah membeli rumah menjadi batal karena laporan pajaknya tak baik."

(mdk/yud)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Bappebti Beri Sinyal Bakal Evaluasi Pajak Kripto Guna Kurangi Beban Investor
Bappebti Beri Sinyal Bakal Evaluasi Pajak Kripto Guna Kurangi Beban Investor

Upaya tersebut diperlukan untuk menjaga peluang pertumbuhan pasar kripto domestik yang baru berkembang.

Baca Selengkapnya
Jokowi Ungkap Hal-Hal yang Buat Semua Negara Ketakukan
Jokowi Ungkap Hal-Hal yang Buat Semua Negara Ketakukan

Jokowi mengingatkan Pemda agar program-program harus berorientasi kepada hasil, sehingga ada return ekonomi.

Baca Selengkapnya
Daftar Barang dan Jasa Bakal Kena Kenaikan Tarif PPN 12 Persen Mulai 2025
Daftar Barang dan Jasa Bakal Kena Kenaikan Tarif PPN 12 Persen Mulai 2025

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi negara.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Tingkatkan Target Penerimaan Cukai 2024, Bisa Tercapai?
Pemerintah Tingkatkan Target Penerimaan Cukai 2024, Bisa Tercapai?

Pemerintah menaikkan target penerimaan cukai di 2024.

Baca Selengkapnya
Mengenal Frugal Living, Gerakan Hemat Lagi Viral untuk Lawan Kenaikan PPN 12 Persen Awal 2025
Mengenal Frugal Living, Gerakan Hemat Lagi Viral untuk Lawan Kenaikan PPN 12 Persen Awal 2025

Kebijakan ini memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.

Baca Selengkapnya