Televisi milik politikus tidak berimbang
Merdeka.com - Masa kampanye pemilihan telah bergulir. Bukan hanya lewat baliho dan rapat akbar, partai berdana besar bisa beriklan di televisi. Bagi politikus pemilik televisi, partainya bisa muncul sesering mungkin.
Padahal, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah mengatur masing-masing partai hanya mempunyai jatah sepuluh spot iklan per hari. Selain itu, televisi harus berimbang atau adil dalam memberitakan partai.
“Terkait pemberitaan, KPI melihat ada lembaga penyiaran mempunyai durasi atau frekuensi terhadap satu partai itu sangat mayoritas dibanding partai lain," kata Ketua KPI Judhariksawan. "Dalam hal ini Metro TV, frekuensi menyiarkan Nasdem (Nasional Demokrat) itu, misalnya pada hari pertama 32 kali, sementara partai lain 1 sampai 9 kali.”
-
Kenapa ada TMS Pemilu? Hal ini bertujuan untuk menjamin integritas Pemilu dan menjaga keabsahan hasil pemilihan.
-
Apa itu TMS Pemilu? TMS Pemilu adalah Pemilih yang Tidak Memenuhi Syarat, adalah kategori pemilih dalam Pemilu yang tidak memenuhi syarat berdasarkan aturan yang berlaku.
-
Bagaimana cara KKP mendorong usaha pemindangan? Tugas pemerintah bagaimana mendorong usaha ini bisa jalan dan berkembang,“ tuturnya.
-
Apa itu pelanggaran kode etik Pemilu? Pelanggaran kode etik pemilu merujuk pada tindakan yang melanggar etika atau norma-norma penyelenggara pemilu terhadap sumpah dan janji yang diucapkan sebelum mereka menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
-
Apa tanggapan Ivan Gunawan tentang teguran KPI? 'Sebenernya setalah aku posting itu aku berpikir kenapa jadi cepu buat orang lain, tapi di situ aku kasih tahu, kalau lo mau negur, semuanya lo tegur, jangan asal aja,' pinta Ivan.
-
Bagaimana Ivan Gunawan menanggapi teguran KPI? Ia merasa kesal dengan tuduhan yang menurutnya tidak memiliki dasar yang kuat.
Berikut penuturan Judhariksawan kepada Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com dan dua jurnalis lainnya usai bedah buku kepemilikan dan intervensi siaran di Hotel Ibis, Jakarta, Selasa lalu.
Bagaimana hasil pantauan kampanye pemilihan legislatif di televisi oleh KPI?
Kita menemukan ada beberapa iklan melebihi jumlah seharusnya. Dalam aturan dikatakan sepuluh spot iklan berdurasi 30 detik per hari tiap partai. Dalam rekapitulasi pemantauan kami, kami menemukan ada partai lebih dari sepuluh dan itu sudah kami teruskan pada gugus tugas, khususnya Bawaslu (Badan Pengawa pemilihan Umum).
Bawaslu, yang kami dengar, sudah meneruskan pada KPU (Komisi Pemilihan Umum) tentang ada pelanggaran administrasi, karena dalam masa kampanye ini administrasi saja. Beda dengan sebelum masa kampanye, masuknya pidana. Saya tidak mengerti aturan pemilu kita kok seperti ini. Dari sisi iklan seperti itu.
Itu iklan, kalau program siaran?
Dari sisi program, kami tidak menemukan hal-hal memanfaatkan program siaran untuk kepentingan partai. Misalnya membuat kuis, itu sudah diubah dan telah ditaati sampai sekarang. Kita tidak menemukan program-program sifatnya seperti itu. Yang ada hanyalah lembaga penyiaran membuat debat-debat dan itu saya kira sah-sah saja,
Dalam pemberitaan?
Terkait pemberitaan, KPI melihat ada lembaga penyiaran mempunyai durasi atau frekuensi terhadap satu partai itu sangat mayoritas dibanding partai lain. Dalam hal ini Metro TV, frekuensi menyiarkan Nasdem itu misalnya pada hari pertama 32 kali, sementara partai lain 1 sampai 9 kali.
Kami menilai itu tidak proporsional dan berimbang. Kami memberikan teguran pada Metro untuk melakukan keberimbangan terhadap pemberitaan dan itu kita tembuskan pada Dewan Pers sebagai otoritas mengawasi ranah jurnalistik.
Ketidakberimbangan itu hanya dilakukan televisi milik politikus?
Kalau yang kita lihat dan kita pantau khusus dari pemberitaan, Metro TV mempunyai durasi Nasdem itu cukup banyak. Yang kita pahami, Surya Paloh itu afiliasi dari Nasdem. Jadi salah satu penilaian kita, ini ada keterkaitan dengan pemanfaatan penyiaran.
Kita memberikan teguran secara administrasi untuk dapat diperbaiki oleh Metro TV. Televisi yang lain, kami lihat relatif berimbang.
Dosa-dosa di pemilu ini akan jadi catatat saat pemberian perpanjangan izin?
Bahkan kita sudah informasikan pada Kementerian Informasi dan Telekonunikasi. Semua pelanggaran lembaga penyiaran menjadi catatan dari KPI akan menjadi bahan evaluasi kita memperpanjang perizinan mereka.
Stasiun mana saja yang rapornya merah?
Saya mungkin belum bisa menyampaikan siapa yang merah siapa yang baik. Semua lembaga penyiaran memiliki stasiun jaringan masuk dalam pantauan KPI. Semuanya kita rekam. KPI Pusat hanya memantau televisi-televisi berjaringan. Sedangkan televisi di daerah, seperti O-Channel, Jak-TV, itu oleh KPID DKI Jakarta. Semua KPID sudah mempunyai prinsip sama terkait rapor itu.
Metro TV pada hari pertama kampanye terindikasi melanggar, bagaimana tindak lanjutnya?
Memang menurun, tetapi masih kurang proporsional. Proporsional itu seharusnya 12 partai disiarkan. Kita melihat pemberitaan ini relatif tidak sama antara satu partai dengan partai lain.
Alasannya kenapa tidak proporsional?
Pastilah banyak alasan bisa mereka kemukakan. Misalnya ketersediaan peralatan dan seterusnya. Tetapi, pada prinsipnya mereka harus menjaga dan berhati-hati.
Tidak ada sanksi langsung?
Kami sudah melaporkan pada Bawaslu. Kami menegur kepala lembaga penyiaran. KPI itu lembaga negara tidak memiliki kewenangan penuh. Seperti pencabutan izin, harus lewat pengadilan. Untuk mencabut izin apa dasar hukumnya.
Apakah bisa lewat Bawaslu?
Tugas Bawaslu untuk mengingatkan partai. Kami sudah berbagi tugas, lembaga penyiaran urusan KPI dan partai urusan Bawaslu.
Kenapa lembaga penyiaran milik politikus bandel?
Kami tidak mengerti. KPI hanya mengawasi apa yang telah tayang di televisi, radio. Itu kewenangan kami, Kami tidak bisa masuk terlalu dalam. Tetapi, kita hitung semuanya karena kami punya pemantauan 24 jam.
Biodata
Nama Lengkap:
Dr. Judhariksawan, S.H., M.H.
Tempat dan Tanggal Lahir:
Makassar, Sulawesi Selatan, 29 Juli 1969
Pendidikan:
Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar, 2009
Magister Universitas Hasanuddin, Makassar, 2002 (hak asasi)
Sarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, 1993 (Hukum Internasional)
SMA Negeri 1 Makassar, 1988 (Fisika)
SMP Negeri 6 Makassar, 1985
SD Negeri Mangkura Makassar, 1982
Pekerjaan:
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, 2013-2016
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat, 2010-2013
Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan, 2007-2010
Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 1999-sekarang
Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, 2005-sekarang
Kepala Sekretariat Rektor Universitas Hasanuddin, 2009- 2010
Sekretaris Bidang Hubungan Eksternal Rektorat Universitas Hasanuddin, 2006-2009
Anggota Pusat Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional (P3AI) Universitas Hasanuddin, 2006-sekarang
(mdk/fas)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaSampai Tanya Puan, Megawati Heran Revisi UU MK Dikebut saat DPR Reses
Baca SelengkapnyaMenurut dia, revisi UU Penyiaran merupakan sebuah kewajiban
Baca SelengkapnyaDraf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritisi keberadaan lembaga survei yang ada saat ini. Menurutnya, survei bisa dibeli.
Baca SelengkapnyaKPI mengimbau Lembaga Penyiaran tidak memihak salah satu capres.
Baca SelengkapnyaPolda Metro mengimbau agar pengusaha periklanan tidak memasang iklan bermuatan politik pada 12 videotron yang bersinggungan dengan pos polisi lalu lintas.
Baca SelengkapnyaMa'ruf Amin menyinggung netralitas media usai Ganjar muncul dalam tayangan Azan TV.
Baca SelengkapnyaBagja menerima atas kritik yang disampaikan oleh Megawati, dan akan memperbaikinya.
Baca SelengkapnyaMegawati pun menyinggung soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 136/PUU-XXII Tahun 2024 melalui Revisi Pasal 188 Undang-Undang No. 1 Tahun 2018.
Baca SelengkapnyaKetua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menantang wartawan yang membuat berita tidak sesuai.
Baca SelengkapnyaKetua Komisi II DPR RI Ahmad Doli menilai tayangan azan yang memperlihatkan sosok Ganjar bisa diartikan sebagai kampanye.
Baca Selengkapnya