Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tingkat kandungan dalam negeri harga mati

Tingkat kandungan dalam negeri harga mati Menkominfo Rudiantara. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Penerapan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk produk telepon seluler belum lama ini dikritik oleh perwakilan dagang Amerika. Bahkan Menteri

Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara mengaku telah menerima surat protes dari mereka. Namun Menkominfo santai dan bahkan belum berniat membalas surat itu. Pasalnya, kata dia, aturan itu belum dibuat dan rencananya baru keluar pertengahan tahun.

"Memang ada yang menyatakan concern-nya. Pertama begini, aturan itu belum dibuat dan itu kan pertengahan tahun, dan sebelum aturan itu dibuat ada konsultasi publik," katanya saat wawancara khusus dengan merdeka.com di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (6/3) lalu.

Menurut Rudiantara, dengan adanya konsultasi publik, siapapun yang akan menyampaikan pendapatnya dipersilakan. Lebih lanjut, pria kelahiran Bogor ini menjelaskan bahwa draft yang berisi poin TKDN akan keluar di bulan April ini. Pihaknya akan mencantumkannya via internet.

"Mungkin bulan April kita akan umumkan di website. Ini loh draft dan poin-poin nya seperti ini. Baru silakan berkomentar. Dan cara menetapkannya pun saya selalu

begini, satu selalu melihat tren di pasar global bersamaan dengan kemampuan produsen dalam negeri," tukasnya.

Walaupun demikian, Rudiantara tetap akan menerapkan TKDN ini. Hal itu bertujuan untuk menghindari kerugian di neraca perdagangan Indonesia. "Tapi, pada akhirnya,

kembali ke ekonomi makro, apa mau kita biarkan memberikan kontribusi defisit neraca perdagangan USD3-4 miliar? Enggak mau dong."

Berikut wawancara lengkapnya:

Soal TKDN bukannya menjadi kontroversi?

Memang ada yang menyatakan concern-nya. Pertama begini, aturan itu belum dibuat dan itu kan pertengahan tahun, dan sebelum aturan itu dibuat ada konsultasi publik. Jadi siapapun yang akan menyampaikan pendapatnya, setuju atau tidak setuju boleh-boleh saja di masa itu. Ini untuk menegakkan good government dan governance.

Jadi pemerintah pun gak suka-suka, ini melalui konsultasi publik. Apakah global brand, silakan berkomentar. Mungkin mereka global brand terlalu kecepetan komentarnya. Gak masalah. Tapi, pada akhirnya, kembali ke ekonomi makro, apa mau kita biarkan ponsel ini memberikan kontribusi defisit neraca perdagangan 3-4 miliar dolar? Enggak mau dong.

Terkait komposisinya bagaimana TKDN?

Belum. Konsensus saja belum. Mungkin bulan April kita akan umumkan di website. Ini loh draft dan poin-poinnya seperti ini. Baru silakan berkomentar. Dan cara menetapkannya pun saya selalu begini, satu selalu melihat tren di pasar global bersamaan dengan kemampuan produsen dalam negeri.

Saya ini kan sudah survei di dua kota, di Batam dan di Kudus. Mereka baru siap 22 persen di hardware. Nah, saya dorong ke arah yang sifatnya non hardware seperti

paten. Jadi, pemikirannya saat ini kan lokal konten selalu diproduksi di Indonesia. Jadi, tidak harus. Contoh, anda disain screen dipatenkan di sini kemudian dipakai oleh merek internasional. Tapi, kan royalti ke anda dan Indonesia kan. Nah, itu juga yang saya terapkan. Jadi pemikirannya itu harus out of the box. jangan yang biasa-biasa saja. Kalau gak kayak gitu, gempor kita. Itu di sektor telekomunikasi.

Komponen?

Kalau kita bicara hanya hadrware, hanya manufaktur, kita susah berkompetisi, karena global brand mereka gak peduli casingnya, antenanya, screen-nya dari mana, yang penting digabung-gabung paling murah cost-nya. Kalau begitu kita menangnya dimana makanya kita pakai brand.

Problemnya ada perusahaan luar yang komponennya cuma sedikit?

Oke kita balik lagi ke masyarakat, seberapa dominan Apple di Indonesia. Impor Apple dari value gak nyampe 5 persen, dari jumlah unit gak sampai 2 persen, tapi karena negara besar.

Vendor beberapa mengaku sudah siap, dari kementerian sudah ngecek belum?

Belum, tenang saja, waktu kita cukup untuk menata secara bener. Saya semakin ke sini sering baca media online, mereka makin siap-siap, baguslah. Nanti kita datengin. Kita tanya kita datangin, itu kan tujuan kita, mengurang defisit transaksi perdagangan.

Kalau misal ada vendor punya pabrik, ada vendor lain mau masuk, tapi dia tidak bangun pabrik, join ke vendor lain yang sudah punya jaringan di Indonesia, bagaimana?

Tercatatnya dari nama siapa, kita pastikan benefitnya ke Indonesia gak? Kalau dia nebeng di pabrik yang sudah jadi, operatornya siapa, pegawainya orang mana, terus komponennya dari mana. Kalau manfaatnya bagi orang Indonesia kenapa pusing, gak masalah.

Kembali lagi kosep TKDN kita, jangan kaku. Kita harus lihat benefit bagi Indonesia. Nah yang punya paten (orang Indonesia) makin cepet kaya, makin banyak diproduksi makin kaya. Tentunya kita harap yang kaya ini sosialnya tingi.

(mdk/war)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Bisakah Aturan Produk Tembakau Dipisahkan dari RPP Kesehatan? Begini Penjelasan Anggota DPR
Bisakah Aturan Produk Tembakau Dipisahkan dari RPP Kesehatan? Begini Penjelasan Anggota DPR

Anggota DPR meminta Kemenkes sebagai leading sector penyusunan RPP Kesehatan untuk lebih melibatkan petani, pekerja.

Baca Selengkapnya
Anies: Jangan Sampai Ada Rasa Takut Untuk Mengungkapkan Pendapat di Negeri Ini
Anies: Jangan Sampai Ada Rasa Takut Untuk Mengungkapkan Pendapat di Negeri Ini

Anies menilai, banyak aturan saat ini yang membuat masyarakat takut untuk menyampaikan pendapat atau kritik kepada pemerintah.

Baca Selengkapnya