Ujian nasional lebih banyak mudarat ketimbang manfaat
Merdeka.com - Menurut pakar pendidikan Henry Alexis Rudolf Tilaar, pemerintah saat ini tidak memiliki komitmen memperbaiki mutu pendidikan. Bahkan mereka dinilai tidak memiliki konsep jelas dan menyeluruh soal pendidikan Indonesia ke depan.
Konsep ujian nasional diprotes sejak 2006 tidak ada dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Meski begitu, pemerintah tetap melaksanakan. Ujian nasional kerap dirundung masalah, bahkan tahun ini bisa disebut pelaksanaan terburuk.
Tilaar menegaskan keterlambatan pelaksanaan ujian nasional di sebelas provinsi menunjukkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh tidak becus.
-
Kenapa ANBK diganti dari Ujian Nasional? Beberapa tahun belakangan, Ujian Nasional atau UN sebagai penentu kelulusan sekolah telah diganti menjadi Asesmen Nasional Berbasis Komputer atau ANBK.
-
Bagaimana calon tidak memenuhi syarat? Namun pada akhir masa verifikasi 8 pasangan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi peserta Pilkada 2024.
-
Mengapa UT butuh kerangka baru untuk standar nasional dan akreditasi? Kerangka sebelumnya cenderung preskriptif dan berorientasi pada proses dan kurang menekankan pada luaran. Kerangka seperti ini tidak memberikan ruang gerak pada UT sebagai satu-satunya single mode distance teaching university di Indonesia.
-
Apa yang Rektor Unika tolak? Namun permintaan itu ditolak. Rektor Unika menegaskan bahwa kampus harus menyuarakan kebenaran dan harus bersikap netral dalam politik.
-
Kenapa HW ditahan? Penyidik Kejati Jatim telah menetapkan tersangka HW berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor KEP-541/m.5/Fd.2/12/2023 Tanggal 05 Desember 2023 dan melakukan penahanan selama 20 hari,' ujarnya, Selasa (5/12) malam.
-
Apa yang dipertanyakan dalam ujian CPNS? Salah satu pertanyaan yang viral tersebut berkaitan dengan karakter Doraemon.
Berikut petikan wawancara Tilaar dengan Islahuddin dan Alwan Ridha Ramdani dari merdeka.com pada Selasa (16/4) siang di kediamannya yang asri di bilangan Patra Kuningan Utara, Jakarta Selatan.
Bagaimana Anda melihat pelaksanaan ujian nasional tahun ini?
Sejak 2006 saat ujian nasional muncul, saya sudah tidak sependapat. Bahkan saya gugat sampai Mahkamah Agung, tapi keputusannya tidak digubris oleh menteri pendidikan dan kebudayaan.
Pendapat yang mana Anda maksud?
Pendapat itu saya tuangkan dalam buku Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Di situ saya tulis dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ujian nasional tidak dilaksanakan lagi. Tapi di lapangan, ujian nasional jalan terus karena dananya sudah ada.
Terus apa yang salah dari ujian nasional ini?
Yang saya persoalkan, apa sebenarnya tujuan dari ujian nasional? Apakah menghakimi anak atau meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ini dua masalahnya. Pada 2006, ini menjadi polemik di surat kabar. Katanya ujian nasional bisa meningkatkan mutu pendidikan nasional, tapi yang terjadi malah memunculkan nilai-nilai negatif dalam pelaksanaan.
Saya pernah bicara di Yayasan Air Guru di Medan. Saya bicara atas undangan mereka dihadiri 1.200 guru Sumatera Utara. Ada kasus terjadi di sana, guru mau jujur dalam pelaksanaan ujian nasional malah dipecat. Tahun lalu, ada anak mengajak temannya jujur malah dipermasalahkan sampai ibunya dikucilkan dari kampung. Inilah akibatnya, yang jujur hancur. Inilah ekses-ekses ujian nasional menghakimi anak.
Jadi efek negatifnya lebih banyak?
Nilai-nilai negatif itu banyak muncul di situ. Terjadinya pembocoran jawaban. Malahan saya ingat pada 2006, polisi membawa lembar ujian. Setelah diprotes, kemudian diganti dosen atau pengawas, tapi itu tidak menyelesaikan masalah.
Apa saja masalah lainnya menurut Anda?
Kepala dinas itu menyuruh kepala sekolah meluluskan seratus persen. Ada target di situ. Kenapa? Kepala sekolah di bawah kepala dinas. Sedangkan kepala dinas ini bawahannya bupati. Sedangkan bupati bilang kalau tidak lulus maka akan dipindahkan. Apalagi banyak dari mereka itu tim sukses bupati, jadinya pokoknya lulus seratus persen.
Apa Anda pernah menemukan efek buruk dari ujian nasional ini?
Ada seorang mahasiswa unggulan lulusan ujian nasional masuk ITB. Tetapi dia tidak bisa mengikuti pelajaran sehingga terus mengulang. Dia tidak bisa dikeluarkan karena sudah mendapatkan beasiswa dari daerah. Tetapi di daerah-daerah itu lulus seratus persen. Ini adalah ekses-ekses. Ujian nasional bukan untuk membantu anak tetapi menghakimi anak.
Jadi memang ujian nasional tidak memiliki peran dalam peningkatan mutu pendidikan nasional?
Saya lebih sepakat menggunakan istilah evaluasi proses pendidikan. Sebab ujian itu sesuatu yang sesat. Sedangkan pendidikan di sekolah itu suatu proses dan proses ini sangat panjang. Maka yang tahu proses ini adalah guru, bukan menteri. Jadi yang mengevaluasi proses belajar itu harus sekolah. Tapi ini dihilangkan oleh ujian nasional. Kita lihat misalnya anak-anak kelas enam SD atau kelas tiga SMP dan SMA, pelajarannya adalah mempersiapkan mata pelajaran ujian nasional. Yang tidak diujikan dalam ujian nasional tidak dipelajari.
Ini berakibat pada merosotnya nasionalisme anak-anak Indonesia. Sebab sejarah tidak dimasukkan, geografi juga tidak dimasukan. Jadi anak-anak kita tidak tahu apa itu Sabang sampai Merauke. Anak-anak tidak tahu perjuangan bangsa Indonesia ini.
Suatu ketika saya pernah bertemu anak orang kaya. Anak itu saya tanya siapa Soekarno? Jawaban anak itu, Soekarno adalah anak Hatta. Jawaban itu karena dia sering bolak-balik ke Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
Bagaimana pendapat Anda tentang kacaunya ujian nasional tahun ini?
Kemarin saya di telepon oleh adik-adik saya di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka bilang begini, kami ini pengawas dari Universitas Tadulako, kita sudah sampai di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah. Kami dapat uang jalan untuk delapan hari. Sudah empat hari kami di sini menunggu ujian, ternyata diundur. Kami harus bagaimana? Saya perintahkan pulang saja, ini adalah mismanajemen dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mereka ngotot ujian nasional tetap dijalankan.
Seberapa kecewa Anda dengan pelaksanaan ujian nasional tahun ini?
Lihat saja, sejak 2006 saya sudah menulis, tapi tidak mau dibaca oleh menteri. Mereka itu sudah dikuasai falsafah positivisme, segala sesuatu bisa dihitung. Itu tidak bisa jadi kebijakan. Anak didik ini bukan barang produksi, dia adalah anak Indonesia. Dia punya perasaan, punya pikiran, harus kita bawa menjadi manusia Indonesia, bukan robot.
Bagaimana dengan ujian nasional yang molor di sebelas provinsi?
Saya katakan ini mismanajemen. Jauh-jauh hari sudah ditetapkan dan pemilihan percetakan, apakah benar-benar mumpuni. Ternyata percetakannya konyol, tidak sanggup. Makanya, ini mesti diteliti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Keuangan, apa yang terjadi di sana.
Apa tidak cukup investigasi internal kementerian?
Ya internal juga, terutama dalam pemilihan percetakan. Misalnya begini, kenapa harus dicetak di Jawa, apakah di provinsi itu tidak memiliki percetakan? Di beberapa provinsi ada percetakan negara, kenapa tidak menggunakan itu. Kalau menggunakan percetakan negara, jelas mereka tidak mendapatkan uang. Masak, sudah 68 tahun merdeka, daerah tidak punya percetakan. Ini aneh.
Pendidikan sudah jadi permainan politik. Ini korupsi. Contohnya juga bisa dilihat dalam pembuatan kurikulum. Saat uji publik kurikulum baru, saya protes. Itu tidak ada dalam Rencana Strategis 2009-2014 kementerian. Di situ disebut tidak ada pergantian kurikulum.
Menteri pendidikan dan kebudayaan bilang alasannya Keppres nomor 10 soal Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Saya bilang begini, Keppres itu lebih rendah dari undang-undang. Saya bicara begitu, malah Menteri Nuh kabur. Padahal saya diundang untuk uji publik, artinya publik yang menguji.
Biodata
Nama:
Prof. Dr. Henry Alexis Rudolf Tilaar., M. Sc. Ed
Tempat dan Tanggal Lahir:
16 Juni 1932
Istri:
Martha Tilaar
Pendidikan:
Sekolah Pendidikan Guru, Bandung (1950-1942)
Ijazah Pedagogi, Bandung (1957-1959)
Sarjana, Universitas Indonesia (1961)
Master of Sciense of education, Universitas Chicago (1967)
Doctor of education, Universitas Chicago (1969)
Karier:
Guru Sekolah Rakyat, Bandung (1952)
Guru Besar Emeritus, Universitas Negeri Jakarta
Anggota Dewan Riset Nasional (1994-2004)
Staf inti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (1970-1993)
Asisten Menteri Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia (mdk/fas)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
DPR menolak usulan untuk mengkaji ulang dana wajib atau anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20 persen dari APBN.
Baca SelengkapnyaJusuf Kalla (JK) tidak setuju rencana pemangkasan anggaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan sebesar 20%
Baca SelengkapnyaKomisi X DPR RI terbuka membahas lebih lanjut mengenai rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti kembali menerapkan UN.
Baca SelengkapnyaPersoalan etika itu semakin diperparah dengan pengajaran akhlak di lembaga pendidikan yang cenderung verbal dan normatif.
Baca SelengkapnyaMuhadjir Effendy mengingatkan alokasi anggaran pendidikan bukanlah untuk sekolah kedinasan
Baca SelengkapnyaJK bahkan membandingkan kepemimpinan Nadiem dengan dengan para tokoh-tokoh pendidikan terdahulu.
Baca SelengkapnyaMuhadjir menilai tidak ada urgensi untuk mengubah Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 menyusul penolakan kenaikan UKT.
Baca SelengkapnyaAnies-Cak Imin akan menyampaikan gagasan dalam pertarungan Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaSebuah video yang diunggah oleh akun Instagram seorang guru @julaehaju menunjukan mirisnya kondisi pendidikan di Indonesia saat ini.
Baca SelengkapnyaRiset ini menyimpulkan bahwa pemberian pekerjaan rumah (PR) matematika kepada siswa dianggap kurang tepat.
Baca SelengkapnyaJulianus merupakan pemuda NTT yang tak bisa melanjutkan kuliah karena besarnya biaya UKT.
Baca SelengkapnyaSebagian mahasiswa menyambut baik kebijakan itu. Tetapi ada pula yang menilai pembuatan skripsi sangat baik untuk bekal ilmu mahasiswa ke depannya.
Baca Selengkapnya