Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Vaksin Diteliti Bukan untuk Dibandingkan

Vaksin Diteliti Bukan untuk Dibandingkan Ilustrasi vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech dan Moderna. ©Reuters

Merdeka.com - Sampai hari ini ada lebih dari tujuh vaksin Covid-19 yang diberi izin untuk digunakan di lebih dari 75 negara. Melalui berbagai macam prosedur perizinan. Vaksin pertama yang mendapat izin adalah Sputnik V buatan Institut Penelitian Gamaleya Rusia di Rusia dan di China yaitu vaksin CanSinoBIO, Sinovacm dan Sinopharm. Izin ini diberikan sebelum uji coba tahap ketiga rampung.

Amerika Serikat ada dua vaksin yang sudah mendapat izin. Yaitu Pfizer/BioNTech dan Moderna. Kedua vaksin ini juga dipakai di berbagai negara. Vaksin AstraZeneca pertama kali pendapat izin dari Inggris dan banyak digunakan di Eropa serta negara lain. Johnson & Johnson serta Novavax juga tidak lama lagi akan mendapat izin penggunaan.

infografis efikasi vaksin covid 19

Perbedaan utama dari vaksin-vaksin itu adalah bahan utama pembuatnya. Ada yang dibuat dari virus (baik itu virus SARS-CoV-2 atau vektor virus), materi genetik dari si virus (DNA atau mRNA) atau bagian dari si virus (protein subunit).

Vaksin Sinovac dan Sinopharm dibuat dari virus mati SARS-CoV-2. AstraZeneca, Sputnik V, CanSinoBIO, dan Johnson & Johnson dibuat dari vektor virus menggunakan varian berbeda dari adenovirus yang mampu mengidentifikasi gen virus SARS-CoV-2. Pfizer/BioNTech dan Moderna dibuat dengan teknologi mRNA. Sedangkan Novavax akan menjadi vaksin pertama yang dibuat dari subunit protein virus.

Perbedaan lain pada jumlah dosisi penyuntikan dan media penyimpanan. Misalnya CanSinoBIo dan Johnson & Johnson, hanya memakai satu dosis vaksin. Sedangkan vaksin lainnya memakai dua dosis. Untuk vaksin yang memakai dua dosis, jangka waktu pemberian vaksin pertama dan kedua juga bervariasi antara 14-56 hari. Suhu untuk media penyimpanan vaksin juga berbeda. Pfizer/BioNTech membutuhkan suhu sangat dingin (minus 70 derajat Celcius) misalnya.

vaksinasi covid 19 di bali

Sementara persamaan masing-masing vaksin pada proses penyuntikan di pangkal lengan. Sehingga menimbulkan sakit atau bengkak di bagian penyuntikan dan terkadang ada gejala demam, pusing.

Hingga kini belum ada data perbandingan tiap vaksin pada tahap uji klinis. Sehingga tidak layak membuat perbandingan efikasi vaksin hanya berdasarkan uji coba terhadap individu. Sebab, hasil efikasi bisa berbeda tergatung beberapa hal. Mulai dari subjek penelitian yang berbeda, beredarnya varian virus di daerah penelitian, dan waktu melaksanakan penelitian.

Pakar Virologi dan Molekuler Biologi Universitas Udayana Prof I Gusti Ngurah Mahardika menjelaskan, angka efikasi dan efektivitas vaksin tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Karena tempat mengujinya berbeda. Angka efikasi didapat dari hasil uji di laboratorium. Sedangkan efektivitas merupakan hasil uji di lapangan.

"Misalnya efikasi Sinovac di Indonesia ketemu hanya 65 persen. Tapi di Brazil ketemu 70 persen. Di Turki ketemu 90 persen. Kan beda-beda padahal barangnya sama. Artinya angka efikasi tidak bisa kita bandingkan kalau tempat uji klinisnya berbeda. Kalau mau dibandingkan tempat uji klinisnya mesti sama. Apapun publikasi orang tentang efikasi yang berbeda itu mestinya jangan dipakai dasar untuk mengatakan ini vaksin baik atau tidak baik," ungkapnya kepada merdeka.com, pekan lalu.

Dia menegaskan, semua vaksin yang sudah mendapat Emergency Use Authorization (EUA) harusnya diyakini memiliki kualitas sama. Meskipun platform yang digunakan berbeda, tapi setiap vaksin melewati standar pengujian yang sama untuk bisa digunakan masyarakat.

"Yang berbeda dari mereka, cara produksi, komponen vaksin yang berbeda. Tapi semuanya melalui proses pengujian yang sama mestinya dianggap efeknya sama," tegas dia.

Membandingkan efektivitas tiap vaksin sulit dilakukan. Karena masing-masing vaksin tidak diteliti untuk dibandingkan. Namun para ahli sepakat, semua vaksin mampu mencegah pasien harus rawat inap. Sekaligus mencegah kematian.

"Untungnya semua vaksin itu mampu melindungi kita dari sakit berat," kata Dr Monica Gandhi dari Universitas California, San Fransisco mengutip hasil penelitian vaksin yang digunakan di seluruh dunia.

Dari bukti-bukti di dunia nyata setelah jutaan orang menerima vaksin, vaksin yang ada terbukti bekerja dengan cukup baik. Secara umum efikasi vaksin yang dilaporkan saat uji coba tahap ketiga dirilis di jurnal dan sudah dikaji oleh sesama ahli, bervariasi antara 70-95 persen.

aksi badut ajak warga vaksin dan pakai masker di margonda

Hasil Nyata Vaksinasi

Pemerintah terus berupaya menggenjot vaksinasi. Program vaksinasi menyasar 208.265.720 orang. Berdasar data Kemenkes per 6 Agustus 2021, tercatat total vaksinasi dosis pertama sudah mencapai 49.542.688 orang alias 23,79 persen. Sementara total vaksinasi dosis kedua sudah mencapai 23.082.021 atau 11,08 persen dari target.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, saat ini ada tujuh merek vaksin yang digunakan di Indonesia. Yakni Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, Moderna, Novovak, Sinopharm, dan Cansino. Untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok, vaksinasi harus mencapai 70 persen populasi atau minimal 181,5 juta penduduk.

"Kita akan menyelesaikan vaksinasi sampai Desember 2021," kata dia kepada Merdeka.com, pekan lalu.

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menegaskan, semua vaksin yang sudah melewati uji klinis dan mendapatkan persetujuan WHO, dipastikan bisa diberikan kepada masyarakat. Vaksin yang paling baik adalah vaksin yang saat ini sudah dimiliki.

"Intinya adalah vaksin apapun yang ada di dekat kita, itu yang terbaik. dan semua vaksin aman dan efektif tetapi tidak efektif 100 persen," ujar dia.

Nadia menegaskan, vaksin memang tidak bisa melindungi penerima 100 persen dari paparan Covid-19. Namun, vaksinasi ampuh menekan risiko tertular dan gejala berat. Dia mengambil contoh kasus yang menimpa tenaga kesehatan di Kudus. Beberapa waktu lalu, 308 tenaga kesehatan di Kudus terkonfirmasi positif Covid-19. Jumlah tersebut, dari total sekitar 6.000-an lebih tenaga kesehatan yang sudah menerima dua dosis vaksin.

"Di kudus banyak nakes yang tertular, tetapi 90 persen tidak bergejala dan gejala ringan. Jadi proteksi vaksin terutama untuk mencegah keparahan dan kematian," urai dia.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, Prof. Amin Soebandrio senada dengan Nadia. Kejadian di Kudus bisa dijadikan contoh bagi masyarakat untuk melihat fungsi nyata vaksinasi. Vaksin memang tidak membuat seseorang kebal Covid, tapi mencegah agar mereka yang tertular tidak mengalami gejala berat. Serta tidak menjadi sumber penularan.

"Itu salah satu fungsi vaksin. Bukan berarti tidak kena sama sekali. Bisa tetap kena tapi gejalanya lebih ringan," ujar dia.

vaksin keliling di rptra bunga rampai

Efektivitas melawan varian virus baru SARS-CoV-2

Persoalan apakah vaksin yang beredar saat ini efektif melawan varian virus corona masih dalam tahap penelitian. Penelitian awal memperlihatkan vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna mampu melawan varian (B.1.1.7/Alfa, B.1.351/Beta, dan P.1/Gamma). Meski antibodi ketika melawan B.1.351 melemah atau berkurang.

Namun uji klinis di Afrika Selatan, lokasi varian Beta banyak beredar, memperlihatkan sejumlah vaksin menjadi kurang efektif melawan varian tersebut. Uji coba vaksin Johnson & Johnson memperlihatkan efikasi vaksin itu 57 persen di Afrika Selatan. Sedangkan efikasi di Amerika Serikat mencapai 72 persen. Uji coba terbatas pada vaksin AstraZeneca memperlihatkan vaksin ini gagal memberikan perlindungan sehingga Afrika Selatan menunda rencana menggunakan vaksin ini.

Pemantauan varian virus corona dan uji klinis di berbagai lokasi berbeda di seluruh dunia akan membantu mengidentifikasi mana vaksin yang efektif dan kurang efektif terhadap varian SARS-CoV-2 di lokasi tertentu. Jika varian yang ada mampu menghindari imunitas atau mengalahkan vaksin, maka bisa jadi dibutuhkan vaksin penguat atau booster untuk melawan varian itu.

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ketahui Perbedaan Antara Vaksin Polio Suntik dan Vaksin Tetes, Mana yang Lebih Baik untuk Anak?
Ketahui Perbedaan Antara Vaksin Polio Suntik dan Vaksin Tetes, Mana yang Lebih Baik untuk Anak?

Terdapat dua jenis vaksin polio yaitu berupa suntik dan tetes yang bisa diberikan pada anak. Apa perbedaannya?

Baca Selengkapnya
Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Kasus TTS, Begini Hasil Kajian BPOM
Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Kasus TTS, Begini Hasil Kajian BPOM

Belakangan, vaksin AstraZeneca disebut-sebut memicu kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah.

Baca Selengkapnya
Respons Menkes Soal Gaduh Efek Samping Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Pembekuan Darah
Respons Menkes Soal Gaduh Efek Samping Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Pembekuan Darah

Menkes angkat bicara mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca

Baca Selengkapnya
Kemenkes Tegaskan Vaksin Mpox Sudah Mendapat Persetujuan WHO dan BPOM
Kemenkes Tegaskan Vaksin Mpox Sudah Mendapat Persetujuan WHO dan BPOM

Pemerintah berupaya mencegah penyebaran Mpox dengan melakukan vaksinasi yang sudah disetujui WHO dan BPOM.

Baca Selengkapnya
CEK FAKTA: Hoaks Virus Mpox Disebabkan karena Efek Samping Vaksin Covid-19
CEK FAKTA: Hoaks Virus Mpox Disebabkan karena Efek Samping Vaksin Covid-19

Beredar penyebaran virus mpox merupakan efek samping vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya
Benarkah Penerima Vaksin Covid-19 mRNA akan Meninggal dalam 3 atau 5 Tahun? Cek Faktanya
Benarkah Penerima Vaksin Covid-19 mRNA akan Meninggal dalam 3 atau 5 Tahun? Cek Faktanya

Beredar klaim penerima vaksin Covid-19 mRNA akan meninggal dalam 3 atau 5 tahun

Baca Selengkapnya
Perbedaan Kualitatif dan Kuantitatif beserta Pengertian dan Tujuannya
Perbedaan Kualitatif dan Kuantitatif beserta Pengertian dan Tujuannya

Kedua metode penelitian ini memiliki karakteristik unik yang memungkinkan para peneliti untuk memahami fenomena yang berbeda dengan cara yang berbeda pula.

Baca Selengkapnya
Gaduh Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Komnas KIPI: Tidak Sebabkan Kasus Pembekuan Otak di Indonesia
Gaduh Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Komnas KIPI: Tidak Sebabkan Kasus Pembekuan Otak di Indonesia

Jamie Scott, seorang pria beranak dua mengalami cedera otak serius setelah mengalami penggumpalan darah dan pendarahan di otak usai mendapatkan vaksin itu p

Baca Selengkapnya
Penjelasan Ahli Kesehatan Usai Heboh Efek Samping Vaksin AstraZeneca hingga Ditarik dari Peredaran
Penjelasan Ahli Kesehatan Usai Heboh Efek Samping Vaksin AstraZeneca hingga Ditarik dari Peredaran

Komnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Baca Selengkapnya
Fakta Kuantitatif adalah Jenis Data yang Bisa Diukur, Ketahui Kelebihan dan Kekurangannya
Fakta Kuantitatif adalah Jenis Data yang Bisa Diukur, Ketahui Kelebihan dan Kekurangannya

Fakta kuantitatif objektif namun juga memiliki kekurangan tersendiri.

Baca Selengkapnya
Klaim Tak Ada Kaitan Vaksin AstraZeneca dengan Kasus TTS, Komnas KIPI Sebut Sudah Surveilans di 7 Provinsi
Klaim Tak Ada Kaitan Vaksin AstraZeneca dengan Kasus TTS, Komnas KIPI Sebut Sudah Surveilans di 7 Provinsi

Hinky mengatakan, vaksin AstraZeneca sudah melewati tahap uji klinis tahap 1 hingga 4.

Baca Selengkapnya
Perbedaan Kualitatif dan Kuantitatif, Berikut Penjelasannya
Perbedaan Kualitatif dan Kuantitatif, Berikut Penjelasannya

Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif adalah dua pendekatan yang berbeda dalam mengumpulkan dan menganalisis data dalam penelitian ilmiah.

Baca Selengkapnya