Vincero ditolak SD Negeri usai ortu lapor Disdik soal duit seragam
Merdeka.com - Kisah Vincero, bocah laki-laki usia 6 tahun yang tinggal di Jalan Gerilya RT 60 No 64 Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur, ini memprihatinkan. Dia gagal bersekolah di bangku SD, lantaran pihak sekolah enggan transparan untuk merinci pungutan Rp 815.000 per orangtua murid. Nasib Vincero kini belum jelas.
Berawal dari curhat Marwah (30), ibu kandung Vincero di facebook, Senin (17/7) kemarin, belakangan menjadi viral. Netizen menyayangkan sekolah yang tidak transparan, hingga Vincero batal bersekolah.
Sekira pukul 12.25 Wita, merdeka.com menelusuri identitas pemilik akun, hingga berhasil menyambangi rumah yang sangat sederhana, yang ditinggali Vincero bersama orangtuanya, dan 2 adiknya.
-
Alasan apa anak tersebut tidak hadir di sekolah? Dengan ini saya selaku orang tua/wali murid dari : Nama : Kelas : Alamat :NISN : Memberitahukan bahwa anak saya tersebut diatas tidak dapat mengikuti pelajaran seperti biasa pada hari ini, Senin, 09 Januari 2023 dikarenakan sakit. Oleh karena itu, kami memohon pada Bapak/Ibu Guru Wali Kelas XI-B agar memberikan izin.
-
Kenapa anak sekolah menolak sekolah? Menolak bersekolah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kecemasan, kelelahan, hingga masalah sosial atau emosional seperti bullying.
-
Dimana murid SD itu bertanya pada gurunya? Ana sawijining murid SD sing tekon karo gurune sing ndilalah lagi rada nesu. Pas muride kuwi tekon karo gurune, Pak Guru kuwi lagi mangan neng kantin, tanpa sadhar yen ana upa neng tutuk'e.
-
Apa yang dilakukan orangtua saat anak menolak sekolah? Dengarkan Keluhan Anak dengan Serius Penolakan untuk pergi ke sekolah bisa disebabkan oleh kecemasan, perbedaan belajar, masalah sosial dan emosional, atau bullying.
-
Kenapa pengusaha itu menyekolahkan anaknya di sekolah mahal? Terlebih, pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi masa depan anaknya.'Setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, apalagi menyangkut pendidikan dan masa depan, achie ingin yang terbaik bagi boy dan coco,' tulis Hilman dalam keterangan videonya.
-
Apa dampaknya jika anak dipaksa sekolah sebelum siap? Saat memaksakan anak untuk belajar dan menitipkan sekolah sebelum cukup umurnya, akan memiliki dampak pada psikologis anak.
Marwah bercerita, berseragam merah putih, Vincero datang ke sekolah, di hari pertama masuk sekolah, Senin (17/7). Anak seusia Vincero begitu ceria di hari pertama masuk sekolah. Namun tidak bagi Vincero.
"Ada 3 ruang kelas I di SDN 016 di Jalan Proklamasi itu. Kelas IA, IB dan IC. Tapi kok tidak ada nama saya," kata Marwah, mengawali perbincangan bersama wartawan.
"Saya tanya ke dewan guru, apa ada kelas lain misal ID? Diminta tanya ke Kepala Sekolah (Kepala SDN 016 Thoyyibah). Begitu saya bertemu, ditanya kenapa saya kemarin ke Dinas Pendidikan?" ujar Marwah.
Marwah tidak menampik, dia ke Dinas Pendidikan. Namun demikian, bukan tanpa alasan. "Saya ke Dinas Pendidikan minta perlindungan khawatir anak saya diintimidasi. Karena saya kemarin disodorin kwitansi bernilai Rp 815.000 yang harus saya bayar, di awal masuk sekolah. Tapi tidak ada rinciannya. Saya mau tahu rinciannya, transparan," sebut Marwah.
"Ibu kepala sekolah itu memang sempat ketemu saya di kantor Dinas Pendidikan. Jadi, begitu ketemu di sekolah tanggal 17 kemarin, dia tanya ngapain ke Dinas Pendidikan. Ya saya jelaskan," ungkap Marwah.
Merunut ke belakang, Vincero sendiri mengikuti proses seleksi penerimaan siswa baru 3 Juli 2017, dan dinyatakan lulus dan diterima pada 5 Juli 2017. Untuk keperluan administrasi, orangtua diminta mendaftarkan ulang anaknya pada 8 Juli 2017.
"Saya daftarkan ulang anak saya tanggal 8 Juli, dibilang terlambat. Loh kok terlambat, kan anak saya lulus seleksi murni. Dijawab kepala sekolah tanggal 8 itu, terserah saya, kan saya yang buat peraturan," sebut Marwah mengingat saat itu.
Setelah sempat debat, Marwah pun menyodorkan uang Rp 815.000 dan selembar kwitansi tanda terima uang, tanpa ada embel-embel rincian apa saja yang didapat dari nominal sebesar itu.
"Itu saja saya utang di koperasi. Karena darimana saya punya uang dalam 3 hari sebesar itu. Pekeerjaan suami saya hanya nganvas mainan keliling," terang Marwah.
Akhirnya rincian Rp 815.000 yang dibayar itu, diketahui saat Marwah mengambilnya di sekolah. Hanya berisi 4 LKS, baju olahraga, rompi dan baju batik.
"Anak saya pakai seragam merah putih, datang ke sekolah kemarin, kok tidak ada nama anak saya masuk di kelas mana? IA, IB atau IC? Tidak ada nama anak saya," kenang Marwah.
"Saya perjuangkan anak saya karena sejak awal saya ikuti proses seleksinya. Tapi kok malah tidak ada nama anak saya? Akhirnya, uang yang saya setor dikembalikan oleh Kepsek, anak saya tidak jadi sekolah," terang Marwah.
"Awalnya cuma saya mau tahu dan sekolah transparan uang Rp 815.000 di awal masuk sekolah itu, untuk apa? Tidak ada penjelasan rinci. Jadi, ujungnya anak saya tidak bisa sekolah. Ke Disdik pun tidak ada solusi. Akhirnya saya curhat di medsos," jelas Marwah.
"Iya, kami sebagai orangtua, uang Rp 815 ribu itu, besar sekali. Sementara saya, kerja jual mainan keliling. Seandainya saja transparan sejak awal. Jadi, untuk dapat uang sebesar itu, saya minjam di koperasi," terang David Saputro (31), ayah dari Vincero.
Merdeka.com dan wartawan lain berupaya untuk mengkonfirmasi ketidaktranparanan pungutan itu ke Kepala SDN 016 Thoyyibah, yang berkantor di Jalan Proklamasi II Kecamatan Sungai Pinang. Sayang pihak sekolah enggan mengomentari persoalan yang menjadi viral netizen di Samarinda itu
"Ke Dinas Pendidikan saja. Dia (Marwah) ke sana saja. Dia kan sering ke Dinas Pendidikan. Soal transparansi, saya No Comment. Kita diminta Dinas No Comment," ungkap Thoyyibah.
Ditanya kembali soal transparansi Rp 815.000, hingga menghilangnya nama Vincero dari daftar murid di 3 ruang kelas I, serta Vincero yang akhirnya gagal bersekolah, Thoyyibah juga menolak menjelaskan.
"Kita tidak keluarkan anak itu dari sekolah. Orangtua yang tidak mau sekolah di sini," kilahnya. (mdk/rhm)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Puluhan orang tua dan siswa baru SMKN 1 Tambun Utara, Kabupaten Bekasi menggelar aksi dengan cara mengunci pintu gerbang sekolah, Senin (22/7).
Baca SelengkapnyaSeorang orang tua mengaku pusing dengan alur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Garut, Jawa Barat
Baca SelengkapnyaHal itu diungkap Ketua DPD PDI Perjuangan Ono Surono.
Baca SelengkapnyaRosmaida dinilai telah lalai saat mengambil keputusan untuk siswinya.
Baca Selengkapnyaselain D, ada juga puluhan siswa di SMA Negeri 2 Maumere dipulangkan pihak sekolah lantaran menunggak uang SPP.
Baca SelengkapnyaAbdul Mu'ti berharap kasus yang dialami tiga siswa SDIT ICMA tersebut dapat menemui jalan keluar secepatnya.
Baca SelengkapnyaPria ini mengaku sopir Kepala Dispendik dan mengaku bisa meloloskan siswa pada PPDB 2023. Orang tua sudah bayar puluhan juta tapi anaknya lolos PPDB.
Baca SelengkapnyaTerungkap siswa tersebut bernama Muh Firdaus (7) dari SD Inpres Desa Kuo, Kecamatan Pangale, Kabupaten Mamuju Tengah.
Baca SelengkapnyaIronisnya ratusan anak di ibu kota Provinsi Banten itu alami putus sekolah.
Baca SelengkapnyaDugaan jual beli buku dan seragam di sekolah Situbondo menggegerkan masyarakat. Begini faktanya.
Baca SelengkapnyaMendengar pengakuan siswa tersebut, raut wajah Ganjar terlihat marah dan kecewa ada sekolah negeri yang melakukan pungutan ke sekolah.
Baca SelengkapnyaTim meminta Kepala sekolah SMP I Sindangbarang bertanggung jawab atas kejadian tersebut karena dianggap lalai.
Baca Selengkapnya