14 Tahun berlalu, Erniati tetap tak bisa melupakan tragedi bom bali
Merdeka.com - Peristiwa 14 tahun lalumembuat Ni Luh Erniati menjadi janda. Selama ini dia menjadi ibu sekaligus ayah dari kedua anaknya yang masih kecil.
Suaminya yang bernama I Gede Badrawan hilang dalam peristiwa Sabtu malam, 12 Oktober 2002 silam. Kala itu, bom yang dirancang oleh Imam Samudera cs menggelegar dahsyat di Legian, Kuta.
I Gede Badrawan yang bekerja sebagai head waiter di Sari Club menjadi korban ledakan di malam nahas yang dikenal dengan peristiwa bom Bali I itu. Ironisnya, jasadnya tidak dikenali akibat ledakan itu.
-
Siapa putri korban bom Surabaya yang jadi Bintara Polisi? Aqiella Nadya berhasil meneruskan karier ayahnya sebagai anggota polisi usai lolos pada seleksi Bintara Polda Jawa Timur.
-
Siapa yang mengalami trauma berat? Dua anak Aiptu FN mengalami trauma berat dan harus mendapat pendampingan karena selalu teringat peristiwa perampasan mobil ayahnya oleh 12 debt collector.
-
Kenapa anak itu trauma? Tak hanya luka bakar yang tak kunjung sembuh, kini korban mengalami trauma atas kejadian yang menimpanya “Aku kan biasanya buka jendela kalau pagi-pagi. Terus dia takut, 'jangan dibuka, aku takut kalau dibakar. Itu ada orangnya.' Jadi dia kayak trauma gitu“
-
Kenapa anak korban merasa sedih? 'Ma? Cepet banget perginya? Yeyen Nakal ya? Yeyen minta maaf ya ma sudah jadi anak yang kurang baik. Mama enggak perlu mikirin Yen lagi ya, di sini Yen baik. Mama baik di sana ya, Yen sayang banget sama mama,' tutur dia.
-
Bagaimana anak korban perang mengatasi rasa takutnya? Mereka mungkin merasa takut akan kehilangan orang-orang yang tersisa, takut dengan suara keras atau ledakan, atau takut akan situasi yang mirip dengan kejadian traumatis.
Ni Luh Erniati menuturkan, malam itu dia sedang menjaga buah hatinya yang masih berusia 9 dan 1,5 tahun. "Saat kejadian, saya sedang di kamar kos saya. Saya dengar suara ledakan keras," kata Erniati.
Dia lantas mencari arah sumber suara, yang menurutnya tak jauh dari lokasi suaminya bekerja. Sesampainya di lokasi, Erniati mengaku telah melihat banyak sukarelawan mengevakuasi korban.
Dalam hati perempuan kelahiran 19 Februari 1971 itu, sang suami masih dalam keadaan hidup. Namun melihat banyak korban berjatuhan, sempat terbersit harapan hidup suaminya kecil.
Kendati begitu, Erniati tetap membesarkan hatinya. Dia masih percaya sang suami masih hidup. Dia lantas mencari keberadaan Badrawan ke setiap rumah sakit yang diketahuinya.
"Saya masih berharap dia (Badrawan) datang kepada saya," ucap Erniati lirih.
Tiga bulan lamanya dia menunggu kehadiran sang suami. Penantian itu sirna manakala tim Forensik RSUP Sanglah Denpasar memberitahunya jika salah satu jasad teridentifikasi sebagai I Gede Badrawan.
Dari sana, dia menetapkan hati untuk memulai hidup baru tanpa kehadiran Badrawan di sisinya. "Banyak orang bilang waktu itu saya masih terlalu muda untuk menyandang status janda. Mohon maaf saya menangis, bulan ini (Oktober) biasanya perasaan saya sensitif," katanya.
Dia lantas berfikir keras untuk menghidupi kedua anak lelakinya. Dia berupaya keras mendapatkan pekerjaan. "Dengan skill yang tidak memadai, saya berusaha mencari pekerjaan untuk menghidupi anak saya, untuk memberi pendidikan kepada mereka," papar dia.
Erniati akhirnya mendapatkan pekerjaan. Namun kejiwaannya masih terguncang. Kondisi psikologinya begitu labil. Tak jarang dalam bekerja dia sembari menangis. Hal itu tentu saja tanpa disadarinya. Perempuan yang kini menjadi Ketua Yayasan Isana Dewata itu mengaku secara psikologis masih belum stabil, jika mengenang peristiwa kelam yang dialaminya 14 tahun silam itu.
"Saya masih butuh pendampingan, begitu juga dengan korban lainnya. Maka saya katakan jika keberadaan trauma center itu begitu penting bagi kami dan juga korban lainnya seperti trafficking, KDRT dan lainnya," kata dia.
Dia juga berharap pemerintah memperhatikan secara serius anak-anak korban bom Bali yang menurutnya merupakan generasi penerus. Anak-anak korban bom Bali butuh dukungan untuk bangkit dari keterpurukan.
"Anak-anak itu tunas bangsa. Mereka butuh dukungan untuk bangkit dari keterpurukan," tutup Erniati. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ekspresi sedih dan bingung terlihat jelas di wajah perempuan berjilbab kuning itu.
Baca SelengkapnyaKeluarga santri BBM (14) yang tewas dianiaya di Kediri menolak berdamai atas pengajuan restoratif justice kuasa hukum keempat tersangka.
Baca SelengkapnyaSariyani (62) hidup dengan begitu pilu. Di usianya yang kini telah senja, dia tak lagi hidup bersama sang suami sejak belasan tahun yang lalu.
Baca SelengkapnyaPenganiayaan terhadap RML (5) dilakukan berbulan-bulan. Akibatnya, korban luka-luka di sekujur tubuh.
Baca SelengkapnyaKisah seorang wanita lansia asal Purworejo benar-benar membuat siapapun yang membaca akan mengelus dada.
Baca SelengkapnyaWanita itu juga menyebut suaminya kasar dan kerap mencaci maki dirinya dengan sebutan pembawa musibah.
Baca SelengkapnyaRE (4), mengalami luka di sekujur tubuh dan mengalami pendarahan karena dianiaya ibu sambungnya RY (37). Saat ini kondisi korban sudah membaik.
Baca SelengkapnyaIptu Rudiana memastikan dirinya tak diam atas kasus ini. Namun dia meminta pihak lain tak membuat asumsi yang membuat keluarga mereka tersakiti.
Baca SelengkapnyaDi usianya yang masih kecil, dia harus merawat sang adik lantaran ibu telah wafat.
Baca SelengkapnyaMenikah muda di usia 16 tahun, si wanita pun ditalak dan resmi cerai usai tiga tahun membangun rumah tangga.
Baca SelengkapnyaFahmi Bo kini tinggal seorang diri di rumah kos, jauh dari anak-anaknya.
Baca Selengkapnya