17 Oktober, saat TNI kerahkan meriam & tank minta DPR dibubarkan
Merdeka.com - Perpolitikan Republik Indonesia awal tahun 1950an mendidih. Demokrasi Liberal yang diterapkan hanya menghasilkan konflik politik tak berkesudahan. Kabinet hanya berumur enam bulan, jatuh bangun.
Kondisi ini ditambah parahnya korupsi sejumlah pejabat dan perekonomian yang memburuk.
Saat itu TNI juga menghadapi permasalahan. Kepala Staf Angkatan Perang Jenderal Mayor TB Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel AH Nasution menginginkan tentara yang profesional. Bukan para panglima yang menjadi raja-raja kecil di daerah.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Siapa yang gagal jadi anggota DPR? Thariq Halilintar mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari PDIP Daerah Pemilihan Jawa Barat VI. Seperti halnya dengan Anang, jumlah suara yang diperoleh Thariq juga sangat minim. Akibatnya, ia dipastikan tidak berhasil.
-
Siapa yang pernah jadi anggota DPR RI? Sosok Romo Wisnoe yang begitu berpengaruh di tengah kelompok penghayat, menjadi magnet bagi partai politik saat itu. Sejumlah partai berebut menariknya menjadi anggota partai. Dan di era 1980-an, dia lolos menjadi legisltatif sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Golkar.
-
Kenapa DPR khawatir dengan tindakan polisi? 'Ini berbahaya sekali kalau benar terjadi. Jangan sampai ada jajaran di bawah melakukan intimidasi terhadap siapa pun, apalagi ada kaitannya dengan konteks kepemiluan.'
-
Kenapa DPR mengapresiasi Polri? 'Pilkada serentak ini pastinya tidak kalah ‘panas’ dari Pemilu kemarin. Dan salah satu ruang pertarungan ide itu adanya di ruang digital, media sosial. Nah peran Polri di sini yaitu memastikan agar tidak adanya hoaks yang dapat memecah belah masyarakat. Konten-konten ujaran kebencian dan fitnah juga harus dipantau. Jangan sampai ada pihak yang sengaja menggiring dan menyesatkan masyarakat. Saya yakin polisi bisa 100% menjaga kondusifitas keamanan sepanjang Pilkada,' ujar Sahroni dalam keterangan (11/9).
-
Siapa yang mempertanyakan Tapera di DPR? Video tersebut saat anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri mempertanyakan terkait Tapera, berikut transkrip pertanyaannya:
Nasution merencanakan rasionalisasi tentara. Mengurangi jumlah tentara untuk meningkatkan jumlahnya.
Angkatan Darat pun terpecah. Ada kubu Nasution dan kubu Kolonel Bambang Supeno. Kolonel Bambang Supeno merasa Nasution akan menggeser para tentara PETA didikan Jepang.
Konflik dalam militer ini ditunggangi kepentingan politik dari partai politik yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).
Kolonel Bambang Supeno mengirimkan surat ke parlemen berisi ketidakpuasaan pada kepemimpinan Nasution. DPR pun riuh membicarakan masalah kepemimpinan Angkatan Darat yang akhirnya menghasilkan mosi Manai Sophian.
Intinya DPR akan memuat suatu panitia negara yang anggotanya kebanyakan anggota DPR. Mereka akan mempelajari penempatan pasukan, pembelian persenjataan, hingga pemilihan para komandan dan kenaikan pangkat.
Nasution merasa tindakan Kolonel Bambang Supeno langsung menyurati DPR dan menemui Presiden Soekarno sebagai tindakan indisipliner. Nasution pun menjatuhkan skorsing untuk sang kolonel.
TNI juga merasa apa yang dilakukan DPR terlalu jauh. Saat itu mereka tak percaya pada sebagian besar anggota dewan. Dua pertiga anggota parlemen di DPRS berasal dari negara boneka bikinan Belanda. Ada juga unsur PKI yang dulu jadi lawan mereka saat peristiwa Madiun 1948.
TNI takut dilemahkan. Di sisi lain mereka belum terbiasa berada di bawah kendali sipil usai perang kemerdekaan.
Maka terjadilah peristiwa 17 Oktober 1952. Kubu Nasution mendesak Presiden Soekarno membubarkan parlemen. Mereka mendatangkan demonstran ke istana dan mengerahkan panser dan tank baja ke depan istana.
Walau juru bicara kubu Nasution, Jenderal Soetoko mengaku mereka datang sebagai seorang anak yang datang pada ayahnya, Soekarno menganggap aksi para perwira ini sebagai upaya setengah kudeta.
Tak ada anak yang akan mengancam ayahnya dengan meriam dan tank berpeluru tajam.
Aksi ini gagal. Soekarno menolak membubarkan parlemen. Massa yang diharapkan Nasution mampu mendesak Soekarno malah berbalik mendukung, begitu mendengar pidato pemimpin besar revolusi tersebut.
"Saya peringatkan, seperti waktu saya mengangkat almarhum Pak Dirman saya pesan, supaya tentara jangan mau diombang-ambingkan politik. Apa yang saya katakan pada para demonstran tadi, berlaku juga untuk saudara. Saya minta bahkan saya perintahkan sebagai Pangti supaya pernyataan ini jangan diumumkan," kata Soekarno.
Peristiwa 17 Oktober berbuntut panjang. Kisruh TNI AD semakin melebar. Nasution mengundurkan diri dari dinas militer. Dia digantikan Kolonel Bambang Sugeng sebagai Kasad.
Bambang Sugeng pun meminta mengundurkan diri. Dia digantikan Kolonel Bambang Utoyo yang ditolak sebagian besar perwira TNI AD. Bahkan pelantikannya Utoyo pun diboikot.
Presiden Soekarno juga menghapus jabatan kepala Staf Angkatan Perang yang mengakibatkan TB Simatupang jadi perwira non job. Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX juga mengundurkan diri dari posisi menteri pertahanan.
Angkatan Darat terbagi dua. Kelompok pro-17 Oktober dan kontra-17 Oktober.
"Bahkan sampai ada perwira yang bunuh diri karena sedih melihat perpecahan ini," kata Kolonel Kawilarang.
Tahun 1955, Soekarno memanggil lagi Nasution untuk menduduki posisi Kasad dan mengakhiri konflik berkepanjangan di tubuh TNI AD.
Tahun 1955 juga digelar pemilihan umum pertama dan satu-satunya selama pemerintahan Soekarno. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Agar tindakan segelintir oknum tidak merusak citra Mabes TNI.
Baca SelengkapnyaMasinton Pasaribu menemui para demonstran dalam aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi
Baca SelengkapnyaPrajurit dan PNS TNI mulai sekarang tidak berfoto selfie dengan menggunakan simbol jari
Baca SelengkapnyaAksi yang digelar ini sehari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menggelar rapat panitia kerja terkait Revisi UU Pilkada, pada Rabu (21/8).
Baca SelengkapnyaMassa pendemo yang murka nekat merobohkan tembok dan pagar Gedung DPR saat berunjuk rasa menolak revisi UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anggota TNI-Polri hingga pejabat negara bisa dipidana bila melanggar netralitas di Pilkada 2024
Baca SelengkapnyaKata Meutya di dalamnya juga diisi unsur pimpinan lain dan juga anggota di Komisi I DPR RI.
Baca SelengkapnyaMamat lantang berorasi mengajak pendemo melawan upaya pecah belah DPR.
Baca SelengkapnyaTotal sebanyak empat pagar DPR jebol oleh demonstran yang menolak pengesahan RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaMassa melempari Habiburokhman dengan botol-botol air mineral. Peristiwa ini terjadi saat Habiburokhman menemui pendemo.
Baca SelengkapnyaAhmad Basarah PDIP mengecam penganiayaan anggota TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali.
Baca SelengkapnyaSekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, DPR semestinya mengedepankan kebenaran, kebaikan, dan kepentingan negara dan rakyat.
Baca Selengkapnya