Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

17 Oktober, saat TNI kerahkan meriam & tank minta DPR dibubarkan

17 Oktober, saat TNI kerahkan meriam & tank minta DPR dibubarkan TB Simatupang. ©wikipedia.com

Merdeka.com - Perpolitikan Republik Indonesia awal tahun 1950an mendidih. Demokrasi Liberal yang diterapkan hanya menghasilkan konflik politik tak berkesudahan. Kabinet hanya berumur enam bulan, jatuh bangun.

Kondisi ini ditambah parahnya korupsi sejumlah pejabat dan perekonomian yang memburuk.

Saat itu TNI juga menghadapi permasalahan. Kepala Staf Angkatan Perang Jenderal Mayor TB Simatupang dan Kepala Staf Angkatan Darat Kolonel AH Nasution menginginkan tentara yang profesional. Bukan para panglima yang menjadi raja-raja kecil di daerah.

Orang lain juga bertanya?

Nasution merencanakan rasionalisasi tentara. Mengurangi jumlah tentara untuk meningkatkan jumlahnya.

Angkatan Darat pun terpecah. Ada kubu Nasution dan kubu Kolonel Bambang Supeno. Kolonel Bambang Supeno merasa Nasution akan menggeser para tentara PETA didikan Jepang.

Konflik dalam militer ini ditunggangi kepentingan politik dari partai politik yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Kolonel Bambang Supeno mengirimkan surat ke parlemen berisi ketidakpuasaan pada kepemimpinan Nasution. DPR pun riuh membicarakan masalah kepemimpinan Angkatan Darat yang akhirnya menghasilkan mosi Manai Sophian.

Intinya DPR akan memuat suatu panitia negara yang anggotanya kebanyakan anggota DPR. Mereka akan mempelajari penempatan pasukan, pembelian persenjataan, hingga pemilihan para komandan dan kenaikan pangkat.

Nasution merasa tindakan Kolonel Bambang Supeno langsung menyurati DPR dan menemui Presiden Soekarno sebagai tindakan indisipliner. Nasution pun menjatuhkan skorsing untuk sang kolonel.

TNI juga merasa apa yang dilakukan DPR terlalu jauh. Saat itu mereka tak percaya pada sebagian besar anggota dewan. Dua pertiga anggota parlemen di DPRS berasal dari negara boneka bikinan Belanda. Ada juga unsur PKI yang dulu jadi lawan mereka saat peristiwa Madiun 1948.

TNI takut dilemahkan. Di sisi lain mereka belum terbiasa berada di bawah kendali sipil usai perang kemerdekaan.

Maka terjadilah peristiwa 17 Oktober 1952. Kubu Nasution mendesak Presiden Soekarno membubarkan parlemen. Mereka mendatangkan demonstran ke istana dan mengerahkan panser dan tank baja ke depan istana.

Walau juru bicara kubu Nasution, Jenderal Soetoko mengaku mereka datang sebagai seorang anak yang datang pada ayahnya, Soekarno menganggap aksi para perwira ini sebagai upaya setengah kudeta.

Tak ada anak yang akan mengancam ayahnya dengan meriam dan tank berpeluru tajam.

Aksi ini gagal. Soekarno menolak membubarkan parlemen. Massa yang diharapkan Nasution mampu mendesak Soekarno malah berbalik mendukung, begitu mendengar pidato pemimpin besar revolusi tersebut.

"Saya peringatkan, seperti waktu saya mengangkat almarhum Pak Dirman saya pesan, supaya tentara jangan mau diombang-ambingkan politik. Apa yang saya katakan pada para demonstran tadi, berlaku juga untuk saudara. Saya minta bahkan saya perintahkan sebagai Pangti supaya pernyataan ini jangan diumumkan," kata Soekarno.

Peristiwa 17 Oktober berbuntut panjang. Kisruh TNI AD semakin melebar. Nasution mengundurkan diri dari dinas militer. Dia digantikan Kolonel Bambang Sugeng sebagai Kasad.

Bambang Sugeng pun meminta mengundurkan diri. Dia digantikan Kolonel Bambang Utoyo yang ditolak sebagian besar perwira TNI AD. Bahkan pelantikannya Utoyo pun diboikot.

Presiden Soekarno juga menghapus jabatan kepala Staf Angkatan Perang yang mengakibatkan TB Simatupang jadi perwira non job. Menteri Pertahanan Sultan Hamengkubuwono IX juga mengundurkan diri dari posisi menteri pertahanan.

Angkatan Darat terbagi dua. Kelompok pro-17 Oktober dan kontra-17 Oktober.

"Bahkan sampai ada perwira yang bunuh diri karena sedih melihat perpecahan ini," kata Kolonel Kawilarang.

Tahun 1955, Soekarno memanggil lagi Nasution untuk menduduki posisi Kasad dan mengakhiri konflik berkepanjangan di tubuh TNI AD.

Tahun 1955 juga digelar pemilihan umum pertama dan satu-satunya selama pemerintahan Soekarno. (mdk/ian)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
VIDEO: Tegas Masinton PDIP Suarakan Presiden Jokowi Turun & DPR Bubar Jika Rakyat Tak Didengar
VIDEO: Tegas Masinton PDIP Suarakan Presiden Jokowi Turun & DPR Bubar Jika Rakyat Tak Didengar

Masinton Pasaribu menemui para demonstran dalam aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi

Baca Selengkapnya
Pesan untuk Prajurit TNI di Tahun Politik: Jarimu Harimaumu
Pesan untuk Prajurit TNI di Tahun Politik: Jarimu Harimaumu

Prajurit dan PNS TNI mulai sekarang tidak berfoto selfie dengan menggunakan simbol jari

Baca Selengkapnya
Sederet Artis Ibu Kota Turun ke Jalan Ikut Demo di Depan DPR Tolak RUU Pilkada
Sederet Artis Ibu Kota Turun ke Jalan Ikut Demo di Depan DPR Tolak RUU Pilkada

Aksi yang digelar ini sehari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menggelar rapat panitia kerja terkait Revisi UU Pilkada, pada Rabu (21/8).

Baca Selengkapnya
FOTO: Ekspresi Kemarahan Pendemo Robohkan Pagar dan Tembok Gedung DPR
FOTO: Ekspresi Kemarahan Pendemo Robohkan Pagar dan Tembok Gedung DPR

Massa pendemo yang murka nekat merobohkan tembok dan pagar Gedung DPR saat berunjuk rasa menolak revisi UU Pilkada.

Baca Selengkapnya
IMM Tolak Usulan Polri di Bawah Kemendagri, Sebut PDIP Reaktif Imbas Pilkada
IMM Tolak Usulan Polri di Bawah Kemendagri, Sebut PDIP Reaktif Imbas Pilkada

IMM menyebut wacana tersebut tak berdasar dan bahkan kontraproduktif dengan agenda reformasi.

Baca Selengkapnya
PDIP Beberkan Alasan Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo Dipecat, Gagal Jadi Anggota DPR Baru
PDIP Beberkan Alasan Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo Dipecat, Gagal Jadi Anggota DPR Baru

omarudin menjelaskan, kasus pemecatan terjadi tak hanya kepada mereka berdua. Akan tetapi, terjadi pula di berbagai wilayah kabupaten/kota.

Baca Selengkapnya
Pro Kontra Putusan MK soal Anggota TNI-Polri dan Pejabat Tak Netral Bisa Dipidana
Pro Kontra Putusan MK soal Anggota TNI-Polri dan Pejabat Tak Netral Bisa Dipidana

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anggota TNI-Polri hingga pejabat negara bisa dipidana bila melanggar netralitas di Pilkada 2024

Baca Selengkapnya
7 Fraksi DPR Tolak Usulan PDIP soal Polri di Bawah TNI atau Kemendagri
7 Fraksi DPR Tolak Usulan PDIP soal Polri di Bawah TNI atau Kemendagri

Mayoritas fraksi di Komisi III DPR menolak usulan agar Polri berada di bawah TNI atau Kementerian dalam Negeri (Kemendagri).

Baca Selengkapnya
PDIP Sebut Tia Rahmania Dipecat Karena Terbukti Curi Suara di Pemilu 2024
PDIP Sebut Tia Rahmania Dipecat Karena Terbukti Curi Suara di Pemilu 2024

Komarudin menjelaskan, pemberhentian dua kader PDIP itu karena adanya sengketa di internal partai.

Baca Selengkapnya
Jelang Pemilu, DPR Bentuk Panja Netralitas TNI
Jelang Pemilu, DPR Bentuk Panja Netralitas TNI

Kata Meutya di dalamnya juga diisi unsur pimpinan lain dan juga anggota di Komisi I DPR RI.

Baca Selengkapnya
VIDEO: LAWAN DPR! Pidato Menggelegar Komika Mamat Bakar Semangat Pendemo, Arie Kriting Kepalkan Tangan
VIDEO: LAWAN DPR! Pidato Menggelegar Komika Mamat Bakar Semangat Pendemo, Arie Kriting Kepalkan Tangan

Mamat lantang berorasi mengajak pendemo melawan upaya pecah belah DPR.

Baca Selengkapnya
Penampakan Pagar-Pagar DPR yang Jebol dan Rusak usai Demo Tolak RUU Pilkada
Penampakan Pagar-Pagar DPR yang Jebol dan Rusak usai Demo Tolak RUU Pilkada

Total sebanyak empat pagar DPR jebol oleh demonstran yang menolak pengesahan RUU Pilkada.

Baca Selengkapnya