1.732.711 Tenaga Pendidik Telah Jalani Vaksinasi Covid-19
Merdeka.com - Kementerian Kesehatan memperbarui data jumlah tenaga pendidik yang telah menerima vaksinasi Covid-19. Hingga pukul 12.00 WIB, suntikan dosis pertama sudah diterima 1.732.711 tenaga pendidik. Sedangkan suntikan vaksin dosis kedua, sudah diterima 1.086.998 tenaga pendidik.
Kendati Kementerian Kesehatan mempublikasi jumah tenaga pendidik yang telah menerima vaksin, dalam situs https://vaksin.kemkes.go.id/#/vaccines tidak tertera berapa target tenaga pendidik sebagai penerima vaksin. Hal ini berbeda dengan tenaga kesehatan, pelayanan publik, dan lansia.
Juru Bicara Vaksinasi, Siti Nadia Tarmizi belum merespon perihal ini. Namun, Nadia menegaskan, vaksinasi terhadap tenaga pendidik telah didistribusikan ke seluruh pelosok daerah di Indonesia.
-
Siapa saja yang berisiko karena anak tidak divaksinasi? Anak yang tidak divaksinasi juga membawa risiko bagi anggota keluarga lainnya.
-
Apa dampaknya jika anak tidak divaksinasi? Tidak memberi vaksin pada anak bisa menyebabkan sejumlah dampak kesehatan yang tidak diinginkan.
-
Mengapa anak-anak yang belum divaksinasi berisiko tinggi terkena gondongan? Anak-anak yang belum menerima vaksinasi untuk mencegah gondongan berisiko tinggi terinfeksi penyakit ini.
-
Bagaimana cara meningkatkan ketahanan kesehatan melalui vaksin? Menkes Budi juga menambahkan, untuk mendukung ketahanan kesehatan, diperlukan penelitian yang berkelanjutan dan mengikuti perkembangan teknologi. Pemerintah melalui berbagai program terus mendorong pengembangan vaksin berbasis teknologi terkini.
-
Siapa yang menyatakan bahwa mpox bukan efek samping vaksin? Juru bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, menjelaskan bahwa mpox dan Covid-19 merupakan dua penyakit yang berbeda.
-
Bagaimana vaksin melindungi anak? Pemberian vaksinasi ini merupakan langkah penting untuk mencegah munculnya sejumlah masalah kesehatan.
"Sejak April saat vaksin terbatas. Sudah diprioritas untuk guru dan tenaga pendidik, tinggal pengaturan Pemda kabupaten/kota. Sekarang sudah banyak vaksinasinya tinggal percepatan vaksinasinya di daerah," jelasnya.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengingatkan, pemerintah tidak gegabah mengeluarkan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) tahun ajaran 2021/2022. Merujuk data Satgas Penanganan Covid-19, hanya 8 kabupaten/kota masuk ke dalam zona hijau.
Zonasi dan vaksinasi terhadap tenaga pendidik menjadi pertimbangan sekolah menerapkan kebijakan PTM saat tahun ajaran baru.
"Sesuai dengan data Satgas Covid-19, per 31 Mei 2021, menunjukkan bahwa hanya ada 8 kabupaten/kota yang berada pada zona hijau dari total 514 kabupaten/ kota yang ada di Indonesia," ucap Heru, Selasa (8/6).
Dengan begitu, kata Heru, hanya 1,54 persen wilayah kabupaten/kota yang dianggap cukup aman melakukan PTM dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Dia juga menyoroti persentase vaksinasi di sektor pendidikan. Masih berdasarkan data Satgas Covid-19 per 31 Mei 2021, baru 28 persen guru telah mendapat vaksin.
"Hanya Pemprov DKI Jakarta saja yang vaksin terhadap gurunya mencapai 78 persen," terangnya.
Selain itu, berdasarkan pantauan FSGI, masih ada pula penolakan vaksin dari beberapa guru di sejumlah daerah, dengan alasan khawatir pada efek samping dan fakta bahwa orang yang divaksin masih mungkin tertular Covid-19.
"Untuk itu FSGI mendorong PTM diiselenggarakan dengan mengedepankan pembahasan pada materi-materi yang sulit dan sangat sulit di seluruh mata pelajaran, serta mengutamakan materi praktik yang sulit didaringkan," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pun memerintahkan PTM di tahun ajaran baru harus dijalani secara hati-hati. Jika bisa, ia meminta pembelajaran tatap muka di sekolah dilakukan secara terbatas. Misalnya, siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran tatap muka maksimal 25 persen dari kapasitas kelas.
Selain itu, kegiatan pembelajaran tatap muka hanya dilaksanakan maksimal dua hari dalam seminggu.
"Setiap hari maksimal hanya dua jam (kegiatan pembelajaran tatap muka)," jelasnya.
Sementara itu, keputusan menghadirkan siswa ke sekolah harus ditentukan orang tua. Kemudian, seluruh guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah harus selesai mengikuti vaksinasi Covid-19.
"Jadi mohon kepada kepala daerah karena vaksin kita kirim ke daerah, prioritaskan guru dan lansia, guru harus sudah divaksinasi sebelum tatap muka terbatas dilaksanakan," tandasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Baca SelengkapnyaMenkes angkat bicara mengenai efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca
Baca SelengkapnyaMasyarakat juga diminta segera melengkapi vaksinasi Covid-19, khususnya pada kelompok berisiko.
Baca SelengkapnyaTerkait mobilisasi orang yang banyak berpotensi terjadi pada liburan Natal dan Tahun Baru, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan pembatasan perjalanan.
Baca SelengkapnyaBadan Pengawas Obat Eropa juga telah melarang peredaran vaksin ini.
Baca SelengkapnyaHinky mengatakan, vaksin AstraZeneca sudah melewati tahap uji klinis tahap 1 hingga 4.
Baca SelengkapnyaJamie Scott, seorang pria beranak dua mengalami cedera otak serius setelah mengalami penggumpalan darah dan pendarahan di otak usai mendapatkan vaksin itu p
Baca SelengkapnyaBelakangan, vaksin AstraZeneca disebut-sebut memicu kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah.
Baca SelengkapnyaHebohnya kasus TTS berawal dari gugatan yang dilayangkan Jamie Scott ke Pengadilan Tinggi Inggris.
Baca SelengkapnyaMaxi berujar, kelompok pertama yang bisa mendapatkan vaksin gratis adalah yang belum pernah menerima vaksin Covid-19 sama sekali.
Baca SelengkapnyaNamun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.
Baca SelengkapnyaIndonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19.
Baca Selengkapnya