2 Polisi Penembak Laskar Dituntut 6 Tahun Penjara, Ini Tanggapan Kuasa Hukum FPI
Merdeka.com - Pihak kuasa hukum keluarga enam laskar Front Pembela Islam (FPI) angkat bicara terkait dua polisi penembak enam laskar FPI hingga tewas dituntut enam tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kuasa hukum keluarga korban menyatakan sejak awal tidak sepakat bahwa kedua terdakwa diproses di peradilan umum.
"Seharusnya diselesaikan dengan peradilan HAM," kata Aziz Yanuar saat dihubungi merdeka.com, Selasa (22/2).
Aziz mengatakan bahwa dari dakwaaan JPU di sidang itu para penegak hukum seharusnya menyadari bahwa beragam luka di tubuh para korban menjadi bukti nyata adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Menurutnya, dakwaan yang disampaikan JPU itu membantah pernyataan Komnas HAM yang menyebut bahwa peristiwa itu bukan pelanggaran HAM berat. Maka persidangan harus diselesaikan lewat mekanisme peradilan HAM sesuai UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
-
Kenapa mereka ditembak? Pelaku penembakan terhadap tiga orang pemuda asal Peboko, Kelurahan Kefamenanu Utara, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), ditangkap.
-
Kenapa keluarga korban minta pelaku dipenjara? 'Kalau misal ada undang-undangnya saya minta untuk dipenjarakan saja. Biar ada efek jera. Karena itu anak telah melakukan kejadian yang sangat brutal,'
-
Siapa yang terluka dalam eksekusi tersebut? Seorang anggota Polri terluka dalam peristiwa itu.
-
Siapa korban pembunuhan? Pelaku ditangkap oleh tim gabungan Resmob Polrestabes Semarang dan Jatanras Polda Jateng di hari yang sama dengan kejadian yaitu Senin (24/7). “Jadi kejadian jam 03.00 wib. Pelaku kami tangkap dalam pelariannya di Solo Jateng pukul 06.00 Wib.“
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
"Itu saja satu satunya keinginan kami dan keluarga korban," kata Aziz yang juga mantan Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI.
Jaksa Tuntut Dua Polisi Penembak Mati Laskar FPI 6 Tahun Penjara
Jaksa menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menghukum dua polisi yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) pidana 6 tahun penjara. Tuntutan kepada dua terdakwa, yaitu Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella, dibacakan oleh jaksa secara terpisah di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa.
Menurut Jaksa Fadjar, yang membacakan tuntutan secara virtual sebagaimana disiarkan di ruang sidang, Briptu Fikri terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dalam berkas tuntutan yang berbeda, jaksa Paris Manalu juga meyakini Ipda Yusmin melanggar ketentuan dalam pasal yang sama dengan Briptu Fikri. Oleh karena itu, dua jaksa itu meminta majelis hakim memvonis Briptu Fikri dan Ipda Yusmin hukuman 6 tahun penjara serta meminta keduanya segera ditahan.
Dalam dua berkas tuntutan yang berbeda, jaksa juga meminta kepada majelis hakim agar memerintahkan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin membayar biaya perkara masing-masing Rp5.000,00.
Terkait dengan barang bukti, jaksa meminta majelis hakim agar memerintahkan beberapa barang bukti dikembalikan ke Polda Metro Jaya, ada beberapa yang dimusnahkan, dan lainnya diminta tetap dimasukkan dalam berkas perkara. Jaksa, dalam tuntutannya, juga membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi dua terdakwa.
Alasan Jaksa Tuntut 6 Tahun Penjara
Jaksa Fadjar menilai hal yang memberatkan Briptu Fikri, yaitu tidak memperhatikan asas legalitas, asas nesesitas, dan asas proporsionalitas, terutama dalam menggunakan senjata api saat mengawal para korban, yaitu empat anggota FPI, dari Rest Area KM 50 Tol Cikampek ke Polda Metro Jaya.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan untuk Briptu Fikri, di antaranya telah bertugas sebagai polisi selama 12 tahun. Pada masa tugasnya itu, Briptu Fikri tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Hal-hal yang memberatkan dan meringankan untuk Briptu Fikri secara substansi juga berlaku untuk Ipda Yusmin. Usai pembacaan tuntutan, Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryanta pun meminta pendapat dua terdakwa.
Briptu Fikri dan Ipda Yusmin, yang menghadiri sidang secara virtual dari tempat penasihat hukum, pun menyerahkan keputusan itu kepada pengacaranya.
Koordinator Tim Penasihat Hukum Henry Yosodiningrat menyampaikan kliennya akan mengajukan pembelaan atau pledoi pada sidang berikutnya.
Fikri dan Yusmin menjalani persidangan kasus pembunuhan sewenang-wenang yang menewaskan empat anggota FPI saat mereka dalam perjalanan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 7 Desember 2020.
Empat anggota FPI yang menjadi korban penembakan di dalam mobil milik kepolisian, yaitu Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21).
Dua anggota FPI lainnya, Luthfi Hakim (25) dan Andi Oktiawan (33) juga tewas. Akan tetapi, korban meninggal dunia di lokasi berbeda, yaitu saat baku tembak antara Laskar FPI dan polisi di Jalan Simpang Susun Karawang Barat.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies Baswedan menyinggung tragedi KM50 kepada capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam debat Capres perdana.
Baca SelengkapnyaHukuman ini dijatuhi kepada para terdakwa karena disebutnya melakukan pembunuhan secara bersama-sama.
Baca SelengkapnyaDdua tersangka penadah tidak akan dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Baca SelengkapnyaVonis itu dibacakan majelis Pengadilan Militer dalam sidang digelar di Pengadilan Militer II-8, Jakarta, Senin (11/12).
Baca SelengkapnyaKeluarga Bripda IDF Minta Polisi Pelaku Penembakan Dihukum 'Pati Nyawa' Adat Dayak
Baca SelengkapnyaErick menegaskan, bahwa PSSI berkomitmen untuk mendorong pemberian hukuman maksimal.
Baca SelengkapnyaJemput bola dilakukan LPSK dengan mendatangi keluarga korban di Aceh.
Baca SelengkapnyaKronologi Polisi Tembak Polisi di Rusun Polri Cikeas Bogor
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil visum tim dokter, korban tidak ada yang mengalami luka dalam atau patah tulang.
Baca SelengkapnyaLPSK tidak merinci siapa saja enam orang yang mengajukan permohonan perlindungan tersebut.
Baca SelengkapnyaPaspampres dan dua anggota TNI mengaku sebagai anggota polisi saat menculik paksa Imam.
Baca SelengkapnyaKetum PSSI Erick Thohir menanggapi aspirasi keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang menuntut keadilan.
Baca Selengkapnya