Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

3 Kebijakan Hukum Pemerintah Jokowi yang Jadi Kontroversi

3 Kebijakan Hukum Pemerintah Jokowi yang Jadi Kontroversi jokowi bersama masyarakat dayak. ©2019 Merdeka.com/istimewa

Merdeka.com - Pertarungan Pilpres 2019 membuat sederet kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap mendapatkan sorotan tajam. Tak terkecuali kebijakan di bidang hukum.

Sejumlah kebijakan yang diambil oleh pemerintah malah mengundang pro dan kontra. Sedikitnya, ada tiga keputusan pemerintah yang menuai polemik dalam kurun satu bulan terakhir ini.

Berikut 3 kebijakan hukum pemerintah Jokowi yang mengundang kontroversi, dihimpun merdeka.com, Rabu (29/1):

Abu Bakar Baasyir

Salah satunya terkait pembebasan terpidana teroris Abu Bakar Ba'asyir (ABB). Ba'asyir awalnya hendak dibebaskan oleh pemerintah Jokowi. Alasannya, karena kondisi kesehatan dan usia Ba'asyir.

Adalah penasihat hukum pribadi Jokowi, Yusril Ihza Mahendra yang awalnya menyebut Ba'asyir akan segera dibebaskan tanpa syarat.

"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan," kata Jokowi usai meninjau Rusun Pondok Pesantren Darul Arqom, Cilawu, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (18/1).

Yusril menjelaskan, awalnya pihak Ba'asyir sudah mengajukan permohonan pembebasan, tapi syarat yang diberikan pemerintah terlalu berat. Akhirnya, berkat lobi Yusril, Jokowi mau membebaskan tanpa syarat.

"Ini namanya bebas bersyarat, bagaimana kalau kita lunakkan syaratnya. Pak Jokowi bilang itu kita laksanakan kita ambil keputusan, nanti koordinasi sama yang lain," ujar Yusril di kantor The Law Office of Mahendradatta, Jalan Fatmawati Jakarta Selatan, Sabtu (19/1) lalu.

Namun belakangan, rencana tersebut dibatalkan pemerintah sendiri. Dengan alasan, Ba'asyir menolak teken pernyataan setia terhadap NKRI. Hal inipun menuai polemik, hingga pihak Ba'asyir ingin mengajukan gugatan ke pengadilan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyatakan, bola panas tarik ulur bebasnya terpidana terorisme, ABB sudah tidak lagi di pemerintah. Sesuai dengan aturan perundangan, ABB semestinya bisa dibebaskan dengan syarat meneken janji setia pada NKRI.

"Ya dibebaskan dong, tapi kan syarat itu harus dipenuhi, itu soalnya. Jadi bukan di kita lagi, kita harapkan beliau sedia menyepakati itu," kata Yasonna di Kantor Kemenkum HAM, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (28/1).

Tim pengacara ABB, Guntur Fatahilah membenarkan soal rencana gugatan ke PTUN. Kendati hal tersebut masih dalam penyusunan, Guntur hanya memberi isyarat seputar tanggal vonis inkrah ABB dan beleid diperdebatkan yang membuat ABB batal bebas.

"Iya, saya yang nyusun berkasnya. Jadi gini, yang dipermasalahkan soal tidak mau tanda tangan itu, tapi itu aturan itu, Permen 12 tahun 1995 dan PP 99 tahun 2012 kapan berlakunya? Lalu ABB kapan inkrahnya?" kata Guntur lewat sambungan telepon.

Saat didalami lebih jauh, apakah akan dikaitkan waktu vonis dengan berlakunya beleid tersebut, Guntur belum mau mengungkap lebih detil. "Ya itu dulu, sampai situ dulu pahami," lanjut dia.

Remisi Pembunuh Wartawan

Kebijakan hukum era Jokowi yang juga menjadi sorotan yakni terkait pemberian remisi terhadap terpidana pembunuh wartawan Radar Bali, Prabangsa, I Nyoman Susrama.

Susrama mendapatkan remisi, yang awalnya dihukum seumur hidup menjadi hanya 20 tahun. Terpidana sudah menjalani hukuman penjara selama 10 tahun. Susrama yang juga mantan Caleg PDIP itu divonis penjara seumur hidup usai terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap jurnalis Radar Bali AA Narendra Prabangsa pada Februari 2009.

Bahkan kebijakan ini memicu demo di sejumlah tempat. Para wartawan demo dan membuat petisi cabut remisi terhadap Susrama. Wartawan di Kendari, Jember, Denpasar, Jakarta kompak mendesak pemerintah mencabut remisi itu.

Namun Jokowi enggan mengomentari lebih dalam soal polemik itu. Dia menyerahkan sepenhnya kepada Menkum HAM Yasonna Laoly.

"Tanyakan Menkumham, kalau soal teknis tanyakan Menkumham," kata Jokowi di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (24/1).

Sementara Menkum HAM Yasonna menolak merevisi keputusannya. Dia menilai, keputusan itu sudah melalui kajian.

"Bukan, itu prosedur normal. Itu sudah selesai," ujar Yasonna di kantor Kemenkumham, Jakarta, Senin (28/1).

Remisi Robert Tantular

Remisi 74 bulan 110 hari yang diperoleh mantan bos Bank Century Robert Tantular tak luput menjadi sorotan. Akibat remisi yang diperoleh, Robert mendapatkan bebas bersyarat.

Robert divonis 21 tahun penjara dari sejumlah kasus pidana seperti kejahatan perbankan dan pencucian uang. Dia telah menjalani hukuman selama 10 tahun.

"Robert Tantular diusulkan PB oleh Lapas 1 Cipinang dengan surat usulan nomor W10.Pas.01.05.06-540 tanggal 5-5-2017. Dengan memperoleh SK PB Nomor W10.1347-PK.01.05.06 Tahun 2017 tanggal 14-8-2017," kata Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM, Ade Kusmanto, 21 Desember 2018 lalu.

Robert divonis 21 tahun penjara dalam 4 kasus. Pertama divonis 9 tahun dan denda Rp 100 miliar subsider 8 bulan kurungan dalam kasus perbankan. Kedua divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 6 bulan kurungan di kasus perbankan yang kedua.

Ketiga, Robert juga divonis bersalah dalam 2 kasus pencucian uang, yakni masing-masing 1 tahun dan 1 tahun serta denda Rp 2,5 miliar subsider 3 bulan kurungan.

Keputusan Kemenkum HAM ini pun diprotes oleh KPK. Lembaga antirasuah itu mempertanyakan pembebasan bersyarat Robert.

KPK menilai, Kemenkum HAM terlalu mudah memberikan remisi kepada narapidana. KPK ingin ada standar yang ketat.

"Kita minta pada Ditjen Pemasyarakatan dan Kemenkum HAM, bukannya kita mau balas dendam, tapi bahwa khusus untuk misalnya narapidana kekerasan terhadap anak dan perempuan, korupsi, terorisme, atau narkoba itu harus ketat sekali pemberiannya," ucap Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.

Dia tak setuju, narapidana begitu mudahnya mendapatkan potongan masa tahanan. Hukuman dinilai menjadi percuma dan tak memberikan efek jera.

"Kan percuma juga kalau misalnya sudah dihukum oleh pengadilan 10 tahun tetapi 17 Agustus dapat (remisi), Natal dapat, Lebaran dapat, Galungan dapat. Ya untuk keagamaan saja itu kan banyak sekali ininya dan pembebasan bersyarat," imbuh Syarif.

Remisi untuk Robert Tantular pun membuat iri Ketua Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta yang membela Abu Bakar Ba'asyir. Dia membandingkan hukuman yang dijalani oleh Ba'asyir dengan Robert Tantular.

"Robert Tantular mendapatkan remisi hingga 77 bulan," katanya, Selasa malam 22 Januari 2019.

Sedangkan Ba'asyir yang menerima vonis 15 tahun penjara lantaran kasus terorisme hanya mendapatkan total remisi 20 bulan. Remisi itu diterima saat hari kemerdekaan dan hari besar agama.

Mahendradatta menyebut, Ba'asyir bisa saja bebas murni jika memperoleh remisi seperti yang diterima oleh Robert Tantular. "Bahkan tidak harus banyak-banyak, tidak perlu 77 bulan," katanya.

Namun Kemenkum HAM menegaskan, Ba'asyir tak banyak mendapatkan remisi seperti Robert. Sebab, Robert menjadi pendonor darah selama di lapas. Sementara Ba'asyir, tidak karena usia yang tak lagi bisa melakukan donor darah.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
VIDEO: Jokowi Blak-blakan Potongan Gaji Pekerja, Polisi Intai Jaksa Sampai Serangan PDIP
VIDEO: Jokowi Blak-blakan Potongan Gaji Pekerja, Polisi Intai Jaksa Sampai Serangan PDIP

Isu yang beredar, mulai dari pembatalan kenaikan UKT yang tinggi, hingga masalah yang menyeret Kejaksaan Agung dan Polri

Baca Selengkapnya
Kontroversi Heru Budi Selama Memimpin DKI
Kontroversi Heru Budi Selama Memimpin DKI

Heru Budi dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Pj Gubernur DKI pada 17 Oktober 2022.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Nawadosa Rezim Jokowi Termasuk Dwifungsi TNI Diadili di Mahkamah Rakyat
VIDEO: Nawadosa Rezim Jokowi Termasuk Dwifungsi TNI Diadili di Mahkamah Rakyat

Mahkamah Rakyat Luar Biasa menggelar sidang menggugat Pemerintahan Jokowi.

Baca Selengkapnya
Hakim MK Arief Hidayat Sebut Presiden Memihak Paslon Tertentu: Mencederai Sistem Pemilu
Hakim MK Arief Hidayat Sebut Presiden Memihak Paslon Tertentu: Mencederai Sistem Pemilu

Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024

Baca Selengkapnya
TPN Ganjar-Mahfud Soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak: Bisa Jadi Alasan Pemakzulan
TPN Ganjar-Mahfud Soal Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak: Bisa Jadi Alasan Pemakzulan

Menurutnya hal itu tidak sejalan dengan semangat negara hukum yang menjamin tidak ada diskriminasi.

Baca Selengkapnya
Beda Sikap Jokowi pada 2 Putusan MK yang Berimbas ke Gibran & Kaesang
Beda Sikap Jokowi pada 2 Putusan MK yang Berimbas ke Gibran & Kaesang

Dua putusan MK tersebut memiliki efek langsung buat kedua putra Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya
Tim Hukum AMIN Ancam Laporkan Jokowi ke Bawaslu soal Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pemilu
Tim Hukum AMIN Ancam Laporkan Jokowi ke Bawaslu soal Pernyataan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak di Pemilu

Tim Hukum Nasional AMIN sudah menyiapkan format laporan terkait pernyataan Jokowi ke Bawaslu.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Rezim Jokowi Digugat ke Mahkamah Rakyat, Bubarkan HTI & FPI Sampai Diskriminasi LGBT
VIDEO: Rezim Jokowi Digugat ke Mahkamah Rakyat, Bubarkan HTI & FPI Sampai Diskriminasi LGBT

Banyak pelanggaran terjadi termasuk, pembubaran organisasi masyarakat hingga diskriminasi kelompok LGBT

Baca Selengkapnya
Ubedilah Badrun Kritik Indeks Demokrasi Turun di Era Jokowi
Ubedilah Badrun Kritik Indeks Demokrasi Turun di Era Jokowi

Menurut dia, sejumlah Presiden Jokowi seolah tidak pro terhadap tegaknya demokrasi.

Baca Selengkapnya
Keras! Sekjen PDIP Bilang Prabowo-Gibran Cermin Jokowi Tiga Periode
Keras! Sekjen PDIP Bilang Prabowo-Gibran Cermin Jokowi Tiga Periode

Pernyataan Jokowi boleh mendukung capres menimbulkan sentimen negatif

Baca Selengkapnya
Jokowi Ungkap Penyebab Regulasi Publisher Rights Tak Kunjung Rampung
Jokowi Ungkap Penyebab Regulasi Publisher Rights Tak Kunjung Rampung

Jokowi mengatakan, dirinya sudah membahas publisher rights sejak lama bersama para pemangku kepentingan

Baca Selengkapnya
Pengamat: Statemen Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye, Menyesatkan
Pengamat: Statemen Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye, Menyesatkan

Sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, presiden merupakan penyelenggara pemilihan.

Baca Selengkapnya