4 Kader Golkar Dicokok KPK Bukti Korupsi Masih jadi Pilihan Politikus Memperkaya Diri
Merdeka.com - Empat kader Partai Golkar berturut-turut ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebulan terakhir. Peneliti Formappi, Lucius Karus menilai, berulangnya kasus korupsi yang dilakukan kader parpol menjadi bukti sistemiknya korupsi di tubuh parpol.
Masalah lainnya, adalah minimnya partai untuk mendorong kader berintegritas dengan upaya-upaya nyata berupa kaderisasi. Serta, regenerasi yang terbuka di posisi parpol masih cenderung mempertimbangkan kekayaan kader.
"Berulangnya kasus korupsi yang dilakukan kader parpol juga menjadi bukti sistemiknya korupsi di tubuh parpol. Minimnya upaya parpol untuk mendorong kader berintegritas dengan upaya-upaya nyata berupa kaderisasi dan juga regenerasi yang terbuka membuat posisi di parpol masih cenderung ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan pragmatis yang diantaranya adalah pertimbangan kekayaan kader," kata Lucius, Kamis (21/10).
-
Bagaimana cara PPPK direkrut di Sumut? PPPK: Rekrutmen PPPK dapat lebih fleksibel dan dapat melibatkan proses seleksi yang lebih sederhana dibandingkan dengan PNS. Seleksi PPPK dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan instansi pemerintah dan dapat melibatkan berbagai cara, seperti wawancara atau penilaian keterampilan.
-
Siapa yang bisa jadi PPPK di Sumut? PPPK adalah kategori pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah dengan kontrak kerja, bukan melalui jalur rekrutmen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
-
Siapa tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
-
Siapa yang diduga melakukan korupsi? KPK telah mendapatkan bukti permulaan dari kasus itu. Bahkan sudah ada tersangkanya.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Bagaimana modus korupsi Banpres? Modusnya sama sebenarnya dengan OTT (Juliari Batubara) itu. (Dikurangi) kualitasnya,' ucap Tessa.
Menurutnya, selagi praktik-praktik kaderisasi di partai tidak meletakkan integritas sebagai pertimbangan mendasar menentukan seorang kader, maka korupsi yang melibatkan kader selanjutnya adalah sesuatu yang mudah ditebak.
Selain itu, upaya setengah hati parpol untuk menjadikan integritas kader sebagai pertimbangan utama dalam rekrutmen di internal partai, akan membuka celah lolosnya kader-kader bermental korup atau kader-kader yang sudah besar karena praktik korupsi.
"Dengan tata kelola parpol-parpol yang ada saat ini, saya kira sih bicara soal solusi mengatasi korupsi jadi seperti lingkaran setan saja. Sulit mengharapkan perubahan itu ketika elit partai saja tak berubah orang-orangnya," tuturnya.
Lucius menambahkan, terus berulangnya kader parpol dalam kasus korupsi menandakan bahwa korupsi masih merupakan pilihan politisi untuk memperkaya diri. Korupsi masih menjadi ancaman serius yang selalu akan terjadi jika tak ada semacam keseriusan Pemerintah, Penegak Hukum, dan DPR dalam mengatasinya.
Terlebih, berbagai upaya akhir-akhir ini memperlihatkan kecenderungan mulai melemahnya semangat pemberantasan korupsi dari DPR dan Pemerintah. Kecenderungan ini menjadi peluang emas bagi politisi untuk mendulang uang dari sumber ilegal.
"Berulangnya kasus korupsi yang dilakukan politisi menunjukkan bahwa praktik korupsi kembali menjadi rutinitas yang jika dikontrol ketat akan menjerat semakin banyak politisi," ujarnya.
Maka, Lucius menilai, jika ada 4 kader Golkar yang dalam waktu berdekatan ditangkap KPK, bukan berarti politisi partai lain tidak melakukannya. Dia menduga praktik korupsi ini kian masif saja di tengah makin kendornya upaya pemberantasan korupsi.
"Mungkin saja politisi Golkar yang tertangkap ini adalah hasil dari amatan cepat KPK dan Kejaksaan. Atau karena ada pihak lain yang juga terlibat yang memungkinkan KPK bisa mengendus pihak lain dari politisi. Keterbatasan kekuatan penegak hukum yang menyelamatkan banyak kasus korupsi lain yang mungkin melibatkan politisi partai lain," kata dia.
"Jadi ini bukan semata-mata masalah Golkar saja, tetapi ini masalah parpol secara umum, masalah politisi umumnya," kata Lucius.
Sebelumnya, Partai Golkar kembali diterpa isu korupsi bertubi-tubi. Empat kader partai beringin tersebut ditangkap penegak hukum dalam sebulan terakhir.
Bahkan mereka yang ditangkap bukan kader sembarangan di Golkar. Mulai dari Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin hingga dua kepala daerahnya. Semuanya telah ditetapkan tersangka dan ditahan dengan berbagai kasus serta modus masing-masing.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Boyamin menegaskan kasus suap yang menyeret auditor maupun anggota BPK menunjukkan adanya integritas yang buruk.
Baca SelengkapnyaApalagi keempat partai politik (parpol) ini merupakan korban kecurangan Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaInternal Golkar kembali panas jelang Munas pemilihan ketua umum
Baca SelengkapnyaYudi berharap salah satu dari mereka bisa terpilih menjadi pimpinan KPK untuk setidaknya memperbaiki KPK dari dalam.
Baca SelengkapnyaGolkar mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa Rohidin.
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Mahfud menanggapi alasannya bersedia dicalonkan sebagai cawapres di Pilpres 2024 dari partai politik yang kadernya terjerat korupsi.
Baca SelengkapnyaKejati Sumsel menetapkan tersangka dan menahan SP karena diduga membuat kegiatan fiktif denga kerugian negara sebesar Rp5 miliar.
Baca SelengkapnyaKPU akan memproses dokumen pada 12-15 Agustus 2023.
Baca SelengkapnyaHasto mengaku partainya sudah gencar membangun komunikasi politik dengan parpol lain untuk membahas Pilkada serentak 2024.
Baca SelengkapnyaDia menilai pansel harus 'jemput bola' kepada tokoh-tokoh yang kompeten dalam pemberantasan korupsi.
Baca SelengkapnyaEmpat mantan pegawai KPK itu mendaftar capim KPK berkaca dari banyak masalah di internal lembaga antirasuah dari segi pimpinan hingga pegawai.
Baca SelengkapnyaIsu mengenai "Partai Coklat" menarik perhatian masyarakat dan memicu diskusi mengenai netralitas dalam proses demokrasi pada Pilkada 2024.
Baca Selengkapnya