54 Profesor bikin maklumat minta Arief Hidayat mundur dari MK
Merdeka.com - Sebanyak 54 profesor dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia meminta Arief Hidayat mundur dari Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini dilatarbelakangi adanya dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Arief Hidayat.
Maklumat itu juga akan disampaikan dalam bentuk surat kepada Arief Hidayat dan tembusan kepada 8 hakim konstitusi, Sekjen MK, dan Ketua DPR RI pada Selasa 13 Februari 2018.
Melalui pernyataan tertulisnya, para profesor menyatakan seorang hakim MK yang terbukti melanggar etik, maka tak punya kualitas sebagai negarawan. Negarawan sejati adalah orang yang tak akan mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi setelah dijatuhkan sanksi pelanggaran etika.
-
Apa yang diputuskan MKMK terkait Arief Hidayat? Hakim Konstitusi, Arief Hidayat dinyatakan tidak melanggar etik terkait jabatannya sebagai ketua umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI).
-
Siapa yang dicopot dari jabatan Ketua MK? MKMK menyatakan Anwar Usman dicopot dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
-
Siapa yang ingin mundur dari KPK? 'Da seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan. itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri,' kata dia.
-
Bagaimana MKMK putuskan Arief Hidayat tak melanggar etik? Putusan tersebut dibacakan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Kamis (28/3).'Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait penyampaian pendapat berbeda (dissenting opinion) dari Hakim Terlapor dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,' ujar Ketua MKMK I Gede Dewa Palguna dalam amar putusannya, Kamis (28/3).
-
Siapa yang diminta mundur? Adapun keenam caleg yang diminta mundur tersebut di antaranya dari Dapil 13 meliputi Batang, Pekalongan dan Pemalang, yakni Achmad Ridwan dan satu orang belum terkonfirmasi. Kemudian di Dapil 2 meliputi Kendal, Kabupaten Semarang dan Salatiga ada Diah Kartika Permatasari.Di Dapil 8 meliputi Magelang, Kota Magelang, Boyolali, yakni Eko Susilo dan Dwi Adi Agung Nugroho. Kemudian di Dapil 9 meliputi Purworejo, Wonosobo dan Temanggung ada Elisabeth Intan Kurniasari.
-
Siapa hakim MK yang berbeda pendapat? Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra berbeda pendatan (dissenting opinion) terhadap putusan batas usia capres-cawapres 40 tahun atau pernah menjabat kepala daerah untuk maju di Pemilu 2024.
"Negarawan tanpa etika batal demi hukum kenegarawanannya, dan karenanya tidak memenuhi syarat menjadi hakim Konstitusi. Sebagai kolega dan sesama Profesor maupun akademisi, serta demi menjaga martabat dan kredibilitas MK, kami meminta profesor Arief Hidayat untuk mundur sebagai ketua dan hakim Mahkamah Konstitusi," kata Perwakilan Profesor Peduli MK melalui pernyataan tertulis di Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/1).
54 Profesor ini juga berpendapat MK harus diisi oleh para hakim yang memahami hakekat kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Sebab, tanpa pemahaman hakiki tersebut, hakim tak bisa menjadi garda penjaga kebenaran. Serta Vested Interest dan ambisi pribadi terhadap kekuasaan hanya akan meruntuhkan lembaga konstitusi.
Salah satu dari 54 Profesor yakni Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Profesor Sulistyowati Irianto. Menurut dia, terbentuknya MK tak terlepas dari gerakan reformasi pada tahun 1998 yang menelan beberapa korban yakni mahasiswa. Oleh sebab itu, MK tak boleh meruntuhkan kepercayaan publik yang sudah terbangun. Apalagi derajat Hakim Konstitusi bagaikan wakil Tuhan di dunia.
"MK itu dilahirkan oleh suatu gerakan juga pada 1998, saya besama mahasiswa. Oleh karena itu buat kami kelahiran MK sudah dibayar oleh matinya beberapa mahasiwa Trisakti," ucap Sulis di lokasi yang sama.
"Itu adalah hasil dari reformasi yang mahal sekali. Karena itu kedudukan hakim MK itu cuma satu level di bawah Tuhan di dunia," tambah dia.
Sulis menambahkan, ini ketiga kalinya MK mengalami kasus serupa yang sebelumnya dilakukan oleh Akil Mochtar dan Patrialis Akbar. Walau kali ini kasus Arief Hidayat hanya pelanggaran etik, bagi Sulis etik merupakan sanksi yang lebih berat karena menyangkut moral.
"Tapi di sini adalah pelanggaran etika, kalau kami di fakultas hukum mengatakan etika adalah sanksi moral yang lebih berat dibanding badan," tutupnya.
Di lokasi yang sama, Prof Mayling Oey asal universitas Indonesia mengatakan, MK sebagai lembaga terhormat harus bisa menjaga kepercayaan publik dan tidak meruntuhkan marwah lembaga. Baginya, MK lembaga yang sakral dan keputusannya yang mengikat dapat menentukan nasib masyarakat.
"Itu kan sangat tinggi kedudukannya dan keputusannya final dan mengikat untuk seluruh masyarakat Indonesia. Dan kedudukannya sangat amat tinggi," tuturnya.
Adapun 54 Profesor yang meminta Arief Hidayat untuk mundur adalah :
1. Prof. A. P. Moenta (Universitas Hasanudin)
2. Prof. Abdush Shomad (Universitas Airlangga)
3. Prof. Ade Manan Suherman (Universitas Jendral Soedirman)
4. Prof. Agus Pramusinto (Universitas Gadjah Mada)
5. Prof. Ahmad Alim Bachri (Universitas Lambung Mangkurat)
6. Prof. Ali Agus (Universitas Gadja Mada)
7. Prof. Amir Imbaruddin (STIA LAN Makassar)
8. Prof. Anna Erliyana (Universitas Indonesia)
9. Prof. Anwar Borahima (Universitas Hasanudin)
10. Prof. Asep Saefuddin (Institut Pertanian Bogor)
11. Prof. Bagong Suyanto (Universitas Airlangga)
12. Prof. Bambang Widodo Umar (Universitas Indonesia)
13. Prof. Budi Santosa (Institut Teknologi Sepuluh November)
14. Prof. Cahyono Agus (Universitas Gadjah Mada)
15. Prof. Denny Indrayana (Universitas Gadjah Mada)
16. Prof. Frans Limahelu (Universitas Airlangga)
17. Prof. Giyatmi (Universitas Sahid)
18. Prof. Hariadi Kartodihardjo (Institut Pertanian Bogor)
19. Prof. Hendra Gunawan (Institut Teknologi Bandung)
20. Prof. Janianton Damanik (Universitas Gadjah Mada)
21. Prof. Kholil (Universitas Sahid)
22. Prof. Komarudin Hidayat (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah)
23. Prof. M Hawin (Universitas Gadjah Mada)
24. Prof. M Yamin Lubis (Universitas Sumatera Utara)
25. Prof. Marchaban (Universitas Gadjah Mada)
26. Prof. Maria SW Sumardjono (Universitas Gadjah Mada)
27. Prof. Mayling Oey (Universitas Indonesia)
28. Prof. Mohammad Maksum (Universitas Gadjah Mada)
29. Prof. Muhadjir Darwin (Universitas Gadjah Mada)
30. Prof. Muhammad AS Hikam (Universitas Presiden)
31. Prof. Nadirsyah Hosen (Monash University)
32. Prof. Ningrum Natasya Sirait (Universitas Sumatera Utara)
33. Prof. PM Laksono (Universitas Gadjah Mada)
34. Prof. Purwo Santosa (Universitas Gadjah Mada)
35. Prof. Ratno Lukito (Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga)
36. Prof. Riris Sarumpaet (Universitas Indonesia)
37. Prof. Rusli Muhammad (Universitas Islam Indonesia)
38. Prof. Saparinah Sadli (Universitas Indonesia)
39. Prof. Sigit Riyanto(Universitas Gadjah Mada)
40. Prof. Siti Zuhro (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
41. Prof. Sjafri Sairin (Universitas Gadjah Mada)
42. Prof. Sri Nugroho Marsoem (Universitas Gadjah Mada)
43. Prof. Sulistyowati Irianto (Universitas Indonesia)
44. Prof. Sunjoto (Universitas Gadjah Mada)
45. Prof. Susetiawan (Universitas Gadjah Mada)
46. Prof. Syamsuddin Haris (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
47. Prof. Syafruddin Karimi (Universitas Andalas)
48. Prof. Tri Lisiani (Universitas Jendral Soedirman)
49. Prof. Tri Widodo (Universitas Gadjah Mada)
50. Prof. Wahyudi Kumorotomo (Universitas Gadjah Mada
51. Prof. Tri Lisiani (Universitas Jendral Soedirman)
52. Prof. Tri Widodo (Universitas Gadjah Mada)
53. Prof. Wahyudi Kumorotomo (Universitas Gadjah Mada)
54. Prof. Yeremias T. Keban (Universitas Gadjah Mada).
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saldi Isra dan Arief Hidayat merupakan dua dari empat hakim yang beda pendapat soal putusan kepala daerah di bawah usia 40 tahun bisa maju Pilpres.
Baca SelengkapnyaPutusan ini berdasarkan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik usai memutuskan gugatan syarat usia capres-cawapres.
Baca SelengkapnyaPara pelapor menduga adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Anwar Usman saat menggelar konferensi pers pada 8 November 2023 lalu, pascaputusan MKMK.
Baca SelengkapnyaKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo buka suara soal desakan mundur terhadap hakim Anwar Usman.
Baca SelengkapnyaBukan tanpa sebab, warna itu ia pilih karena sedang berkabung.
Baca SelengkapnyaMajelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang putusan dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi, Kamis, 28 Maret 2024.
Baca SelengkapnyaMKMK menemukan Anwar Usman melanggar etik saat proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Baca SelengkapnyaArief yang sudah 12 tahun menjadi hakim konstitusi itu sangat sedih MK dicap sebagai Mahkamah Keluarga.
Baca SelengkapnyaPara praktisi hukum yang menjadi pelapor menuntut agar Anwar Usman dikenakan sanksi pemberhentian tidak hormat.
Baca SelengkapnyaKetua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Assiddiqie membacakan laporan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua MK Anwar Usman bersama Hakim
Baca SelengkapnyaAnwar menyerahkan keputusan itu sesuai dengan hasil sidang Majelis Kehormatan MK yang dipimpin Jimly Asshiddique.
Baca SelengkapnyaFraksi PDIP mengungkapkan keresahannya atas putusan Mahkamah Konstitusi terkait aturan capres-cawapres dalam paripurna di DPR.
Baca Selengkapnya