6 Laskar FPI Tewas, Tambah Sederet Catatan Hitam Penegakan Hukum Era Jokowi
Merdeka.com - Terbunuhnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat keamanan pada Senin dini hari (7/12) menurut PP Muhammadiyah menambah catatan hitam hukum di Indonesia selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas mengakui bahwa terdapat sejumlah catatan hukum yang kelam pada era Presiden Jokowi.
"Kasus meninggalnya 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) di tengah persoalan bangsa yang masih dilanda Pandemi Covid-19, di saat yang hampir bersamaan peristiwa tertangkapnya dua Menteri dalam kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, serta penyelesaian peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja yang masih berjalan dan berpotensi koruptif apabila tidak disusun dengan benar, juga akan dilaksanakannya Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak di beberapa wilayah di Indonesia yang pelaksanaannya terasa pincang di sana-sini terkait protokol kesehatan; menjadikan catatan penegakan hukum di Negara ini terasa kelam," katanya dalam konferensi pers secara daring pada Selasa (8/10).
-
Mengapa Jokowi digugat? Gugatan itu terkait dengan tindakan administrasi pemerintah atau tindakan faktual.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Siapa anggota Paspampres yang terlibat? Dimana dari ketiga tersangka yang ditetapkan hanya ada Praka RM yang merupakan anggota Paspampres.
-
Mengapa penembakan terjadi? Serangan tersebut menyebabkan kebakaran hebat di gedung itu.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
Menurutnya, kasus penembakan laskar FPI tersebut seolah pengulangan terhadap berbagai peristiwa meninggalnya warga negara akibat kekerasan dengan senjata api oleh petugas negara di luar proses hukum yang seharusnya melalui pengadilan.
"Seperti pada beberapa peristiwa kematian akibat senjata api misalnya terhadap Pendeta Yeremias Zanambani di Papua, kematian Qidam di Poso, dan lainnya. Pengungkapan kematian warga negara tersebut tanpa melalui proses hukum yang lengkap perlu dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atau Tim Independen yang sebaiknya dibentuk khusus oleh Presiden untuk mengungkap secara jelas duduk perkara kejadian sebenarnya," tegasnya.
Busyro menambahkan mestinya dalam penanganan perkara kasus oleh penegak hukum, mereka harus menghindari sebisa mungkin penggunaan senjata api.
"Saat ini perlu disikapi secara sungguh-sungguh oleh para pengemban kepentingan khususnya para penegak hukum guna menjaga pola penanganan perkara yang menghindari khususnya penggunaan kekerasan senjata api yang hanya sebagai upaya terakhir, secara terukur sesuai SOP dan tepat sasaran, sebagaimana hukum yang berlaku," ucap Busyro.
Minta Bentuk Tim Independen
Busyro Muqoddas juga mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk membentuk tim investigasi independen atas peristiwa terbunuhnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh aparat kepolisian di Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) KM 50 pada Senin, 7 Desember 2020 sekitar pukul 00.30 WIB.
"Dan kepada presiden selaku panglima tertinggi TNI dan Polri, juga kami mendesak terhadap peristiwa ini bukan saja diambil sikap yang minimalis atau formalistik. Tetapi dibentuk satu tim, yaitu tim independen yang terdiri dari sejumlah pihak," kata Busyro.
Busyro mengusulkan tim itu bisa terdiri dari Komnas HAM, serta lembaga negara lain yang masih terkait dengan persoalan tersebut.
"Dan unsur-unsur masyarakat yang memiliki kompetensi dan track record serta komitmen untuk menelaah, mengkaji masalah ini secara objektif berdasarkan fakta yang tidak ada yang tersembunyi atau disembunyikan," ucapnya.
Termasuk juga di dalamnya adalah Ikatan Dokter Indonesia atau IDI.
Menurut Busyro, tim independen amat penting lantaran di tengah alam demokrasi di mana tuntutan akan transparansi merupakan harga mati, masyarakat menghendaki proses investigasi yang berimbang atau tak sepihak.
"Proses-proses yang menunjukkan keterbukaan, kejujuran dan akuntabilitas. Oleh karena itu maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah memandang sangat mendesak dibentuknya tim independen tersebut," tegasnya.
Reporter: Yopi MakdoriSumber : Liputan6.com
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anies Baswedan menyinggung tragedi KM50 kepada capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dalam debat Capres perdana.
Baca SelengkapnyaDalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak kejadian naas tersebut yang merusak citra Kepolisian Tanah Air.
Baca SelengkapnyaBukan hanya sekali, berikut deretan kasus polisi tembak polisi yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaMerangkum sejumlah tindak tak terpuji oknum TNI yang terjadi sejak Bulan Agustus hingga kini
Baca SelengkapnyaPara relawan yang memakai motor dengan knalpot brong itu telah berkeliling sejak pukul 09.00 WIB.
Baca SelengkapnyaTeror pertama bermula dari baku tembak yang menewaskan Bripda Alfandi Steve Karamoy.
Baca SelengkapnyaMeski begitu, ia memastikan hingga kini belum ada peningkatan eskalasi ancaman teroris di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSimak foto langka suasana di Jakarta usai tragedi G30S. Banyak tank berkeliaran memburu anggota PKI.
Baca SelengkapnyaSenjata api rakitan ilegal tersebut merupakan milik tersangka IG yang kemudian dibawa oleh tersangka IMS ke Rusun Polri Cikeas.
Baca SelengkapnyaKelima pelaku berinisial RS (23), BFH (18), AM (17), OYB (21) dan AH (25)
Baca SelengkapnyaKoalisi menilai tindakan penculikan dan penyiksaan sampai hilangnya nyawa warga sipil ini telah mencoreng nama baik TNI.
Baca SelengkapnyaBudi Gunawan memastikan proses hukum terhadap insiden ini terus berjalan.
Baca Selengkapnya