Adik Ipar Nurhadi Dijanjikan Rp10 Miliar oleh Hiendra Soenjoto buat Urus PK
Merdeka.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi dalam perkara suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung dengan terdakwa eks Sekretaris MA Nurhadi dan menantu. Saksi yang dihadirkan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Rabu (18/11) yakni advokat Rahmat Santoso yang juga merupakan adik ipar Nurhadi.
Dalam persidangan, Rahmat mengaku telah dijanjikan uang sebesar Rp10 miliar oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara melawan PT KBN di Peninjauan Kembali atau PK. Hiendra sudah menjadi tersangka penyuap Nurhadi.
"Saya diminta jadi PH (penasihat hukum) lakukan PK. Kira-kira Rp10 miliar (untuk bayar fee ), itu Rp5 miliar dulu setelah sukses Rp5 miliar lagi," kata Rahmat.
-
Siapa yang diminta membayar pungutan Rp10 juta? Miris, seorang warga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Desa Kendayakan, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, batal menerima bantuan bedah rumah dari pemda setempat.Bukan tanpa alasan warga bernama Ahmad Turmudzi (49) itu tidak jadi mendapatkan bantuan renovasi. Sebab, agar perbaikan bisa dilaksanakan dirinya diduga harus membayar uang pungutan sebesar Rp10 juta.
-
Siapa saja tersangka dalam kasus suap ini? Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya juga menetapkan anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu Rudi Syahputra Ritonga, serta dua pihak swasta bernama Efendy Sahputra dan Fajar Syahputra sebagai tersangka.
-
Siapa yang ditetapkan tersangka dalam kasus gratifikasi Rp8 miliar? Sekadar informasi, Eddy Hiariej telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebesar Rp8 miliar.
-
Siapa yang mendapatkan uang jajan Rp 10 juta? Devano menerima tunjangan bulanan sampai dengan Rp 10.000.000 dari orang tuanya.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
Dirinya pun menjelaskan, awalnya Hiendra mendatangi kantor Rahmat and Partner yang berada di Surabaya. Saat itu, Hiendra menjelaskan permasalahan perkara tersebut.
"Ketika itu dia menceritakan apa yang terjadi. Terus saya minta berkas pada pengacaranya Onggan (terdahulu). Saya sempat ke kantornya di Jakarta," jelasnya.
Selanjutnya, terjadilah kesepakatan antara keduanya. Rahmat pun langsung diberikan cek untuk dapat dicairkan.
"Diberikan cek oleh Hiendra datang ke kantor, saya setelah saya mendapatkan berkas, dia mengatakan cek ini dapat dicairkan setelah mendaftarkan kuasa dan lain sebagaimana," ujarnya.
Kemudian, jaksa pun menanyakan berapa nilai cek yang telah diberikan oleh Hiendra kepada Rahmat. "Lima miliar. Iya (fee yang disepakati di awal)," jawab Rahmat.
Berikutnya, jaksa kembali bertanya kepada Rahmat sudah berapa kali bertemu dengan Hiendra. Rahmat menjawab sekitar dua sampai tiga kali melakukan pertemuan terkait mengurus perkara itu.
Lalu, terkait pendaftaran PK dalam perkara milik Hiendra dilakukan oleh tim hukum Rahmat di Jakarta. Hal ini dikarenakan Rahmat sendiri masih berkantor di Surabaya, Jawa Timur.
"Yang mendaftar adalah teman saya. Saya tiket pesawat terlalu jauh. Makanya penyidik juga bingung enggak ada tanda tangannya (menjadi kuasa). Saya jawab, yang daftar partner saya di Jakarta. Kebetulan dia advokat di Jakarta, partner saya namanya Agus," ucapnya.
Setelah mengurus pendaftaran dan mengurus yang lainnya, Rahmat pun menghubungi Hiendra untuk mencairkan cek yang sebelumnya dikasih sebesar Rp5 miliar.
"Jadi, ketika sudah mendaftar. Kita jalankan semuanya. Saya mau mencairkan cek yang Rp5 miliarnya itu. Saya telepon kepada Hiendra. 'Pak ceknya mau saya jalankan'," ungkap Rahmat saat menelpon Hiendra.
Namun, saat itu Hiendra meminta kepada Rahmat untuk tidak mencairkan cek tersebut. Hiendra beralasan, karena dirinya telah dibantu oleh pengacara yang ada di Jakarta.
"Jadi, saya sudah dicabut secara lisan (kuasanya). Perkara itu mau menang mau kalah jungkir balik lah. Saya enggak ada urusan, enggak ada kaitannya. Cuma nama saya melekat," jelasnya.
"Kedua. Dia (Hiendra) mau narik cek enggak bisa karena saya belum dibayar," sambungnya.
Karena tak dapat mencairkan cek tersebut, jaksa pun kembali bertanya kepada Rahmat berapa uang yang akhirnya diberikan atau dibayar oleh Hiendra kepada dirinya.
"Kalau enggak salah hanya Rp300 juta," sebutnya.
Ia mengaku tak tahu, orang yang mengurus perkara Hiendra itu di PK. Namun, hal itu baru ia ketahui saat diperiksa di KPK, jika yang mengurusnya itu adalah menantu Nurhadi yakni Rezky Herbiyono
"Saya tau setelah setelah disidik oleh KPK. Ternyata saudara saya Rizki. (Rezky Herbiyono) saya sampai enggak mengerti sama sekali," ungkapnya.
Nurhadi didakwa bersama menantunya Rezky Herbiono menerima suap dan gratifikasi Rp45.726.955.000. Suap dan gratifikasi tersebut diberikan Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) untuk membantu Hiendra mengurus perkara.
Uang suap diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.
Selain menerima suap senilai Rp45 miliar lebih, Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp37,2 miliar. Gratifikasi diterima Nurhadi selama 3 tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh 5 orang dari perkara berbeda.
Jika ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, keduanya menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp83.013.955.000.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada kesepakatan yang terjadi antara Edward Hutahean dengan Irwan dan Anang Latief.
Baca SelengkapnyaSekretaris nonaktif MA Hasbi Hasan didakwa menerima suap senilai Rp11,2 miliar dari Komisaris Independen Wika Beton Dadan Tri Yudianto.
Baca SelengkapnyaUang suap itu diterima Dadan Tri dan Hasbi Hasan dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka.
Baca SelengkapnyaIrwan mengungkap mantan menteri Kominfo dan eks Dirut Bakti Kominfo mengetahui bahwa dirinya menerima uang dari terdakwa Yusrizki.
Baca SelengkapnyaMaqdir Ismail mengembalikan gepokan duit senilai Rp27 miliar ke Kejagung.
Baca SelengkapnyaAsal muasal dugaan aliran dana Rp27 miliar mengalir ke Dito itu diungkapkan Irwan saat bersaksi dalam sidang lanjutan korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor.
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Baca Selengkapnyamenetapkan Kepala BBPJN Kalimantan Timur (Kaltim) tipe B, Rahmat Fadjar, tersangka kasus dugaan suap
Baca SelengkapnyaTuntutan tersebut dibacakan Jaksa setelah menilai Dadan terbukti sebagai makelar kasus kepengurusan di MA bersama dengan Sekretaris MA; Hasbi Hasan.
Baca SelengkapnyaKasus berawal dari operasi tangkat tangan pejabat DJKA tahun lalu
Baca SelengkapnyaKPK saat ini sedang mempersiapkan surat permintaan larangan bepergian ke luar negeri untuk Suryo.
Baca SelengkapnyaIrwan menyebut uang miliaran yang digunakan untuk menutupi kasus korupsi BTS.
Baca Selengkapnya