Agar Bandung tak jadi kota sampah
Merdeka.com - Pengelolaan sampah di Bandung dan kota-kota di Indonesia cenderung kuno: tumpuk-angkut-buang. Paradigma pengelolaan ini sudah ketinggalan zaman. Sampah masih diartikan sebagai benda yang merusak estetika sebagaimana yang terlihat pada jargon 'buanglah sampah pada tempatnya'.
Direktur Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung, David Sutasurya mengatakan, pengelolaan sampah lebih dari sekadar masalah estetika, tetapi menyangkut ketersediaan sumber daya alam (SDA).
Kaitan sampah dengan SDA sebenarnya sangat kasat mata. Bayangkan, kata dia, gadget atau komputer yang dipakai manusia sebenarnya hasil dari eksploitasi terhadap alam. Makin sering gonta-ganti gadget makin tinggi juga eksploitasi terhadap SDA.
-
Mengapa sampah plastik sangat mencemari lingkungan? Selain dampak buruknya yang mampu mencemari lingkungan, permasalahan ini pun tentunya dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya karena dinilai sangat tidak higienis. Bukan hanya itu saja, tumpukan sampah ini juga mampu menciptakan ledakan gas metana yang berbahaya bagi keselamatan manusia.
-
Dimana limbah plastik merusak lingkungan? Dampaknya meliputi kerusakan ekosistem dan ancaman bagi kehidupan laut.
-
Bagaimana sampah plastik mengancam kesehatan manusia? Sampah plastik dapat membahayakan satwa laut yang memakan atau terperangkap dalam limbah plastik, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia melalui rantai makanan.
-
Mengapa sampah plastik berbahaya bagi ekosistem? Plastik di laut menyebabkan kerusakan ekosistem laut. Penyu sering memakan kantong plastik yang mengapung, mengiranya sebagai ubur-ubur, sementara burung laut dan ikan juga menelan serpihan plastik yang berakhir di perut mereka, yang dapat menyebabkan kematian karena kelaparan.
-
Bagaimana cara mengurangi sampah plastik? 'Berbagai upaya mengurangi timbulan sampah harus dilakukan untuk menekan dampak lingkungan hidup baik limbah padat, cair maupun gas, terutama penyebab pencemaran udara dan krisis iklim',
Dia melanjutkan, semakin tak terkontrol penggunaan plastik semakin cepat pula perusakan terhadap alam. Industri plastik sendiri memerlukan 1/3 energi dunia tiap tahun. Dengan kata lain, menggunakan gadget atau plastik sama dengan mempercepat eksploitasi SDA sehingga mempercepat pula krisis energi atau krisis lingkungan di Indonesia.
Menurut David, diperlukan paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Paradigma ini sebenarnya sudah digariskan dalam Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di mana pengelolaan sampah terkait erat dengan sumber daya alam.
Dengan Undang-undang tersebut, pola pengelolaan sampah tidak lagi kumpul, angkut, buang. Sampah tidak dipandang hanya sebagai masalah estetika atau sanitasi. "Undang-undang saat ini tidak bicara lagi ke masalah kebersihan, tapi lebih ke efisiensi materi, efisiensi energi, pencemaran, emisi karbon, dan lainnya," kata pengusung gerakan zero waste (pengurangan sampah).
Alumnus ITB ini menjelaskan, pencemaran lingkungan akibat sampah bukan sekadar kotor atau sakit perut, tetapi ada penyakit lain yang jauh lebih ganas yaitu kanker dan autisme yang muncul akibat pembakaran sampah. Makanya UU Nomor 18 melarang membakar sampah karena berpotensi menghasilkan bioksin atau zat beracun penyebab kanker.
Ada penelitian yang menyebutkan bahwa 1 gram dioksin bisa menimbulkan 10 ribu kematian. Jepang sebagai negara maju pernah mengklaim hanya menghasilkan 5 kilogram dioksin selama setahun. Klaim ini selintas kecil, tetapi jika dibandingkan dengan efek dioksin per gramnya, tentu menjadi mengerikan.
Paradigma pengelolaan sampah yang baru tersebut menghendaki pengelolaan sampah ramah lingkungan sambil mengurangi produksi sampah. Seperti diketahui, sumber sampah adalah manusia. Salah satu sektor memproduksi sampah adalah rumah tangga. Maka lingkup rumah tangga harus mendapat pemahaman tentang pengelolaan sampah, karena 70 persen sampah rumah tangga sebenarnya bisa diatasi dengan cara dipilah.
Pemilahan dilakukan dengan cara pemisahan sampah organik (sisa makanan mudah terurai secara alamiah) dan sampah non-organik atau sampah plastik dan sebangsanya. Sampah non-organik terbagi dua, yakni sampah non-organik dapat didaur ulang dan yang tidak dapat didaur ulang. Sampah non-organik bisa didaur setelah dipilah bisa dipakai kembali atau diberikan kepada tukang rongsok.
Sedangkan sampah organik rumah tangga bisa dimanfaatkan untuk membuat kompos atau pupuk. Cara membuat kompos ini sangat sederhana, tinggal menyediakan keranjang atau wadah khusus untuk menampung sampah organik.
"Sampah rumah tangga terdiri dari 50 persen sampah organik dan 20 persen sampah non-organik yang bisa didaur ulang. Sisanya (30 persen) adalah sampah yang tidak dapat didaur ulang," katanya.
Dengan pemilahan sampah, 70 persen sampah rumah tangga akan teratasi. Jika pemilahan sudah dilakukan di lingkup rumah tangga, maka tugas pemerintah daerah mengangkut sampah yang sudah terpilah tersebut.
Selama ini, kata dia, pengelolaan sampah oleh pemerintah masih konvensional, yaitu mengangkut sampah dari satu titik ke titik lain. Semua jenis sampah dicampur begitu saja tanpa pemilahan.
Perubahan paradigma pengelolaan sampah sangat penting dan mendasar. Jika tidak, negeri ini akan penuh oleh sampah dengan sumber daya alam yang terkuras habis.
(mdk/mtf)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kondisi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti makin parah. Volume sampah di sana sudah mencapai 15.434.994 meter kubik
Baca SelengkapnyaPengurangan sampah di Kota Bandung telah tercapai 70,14 persen.
Baca SelengkapnyaPemkot) Surabaya mengklaim sampah plastik di wilayah setempat menurun. Namun, fakta menunjukkan bahwa sampah organik naik berkali-kali lipat.
Baca SelengkapnyaSampah plastik masih menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan.
Baca SelengkapnyaMenurutnya dampak sampah plastik sangat besar bagi lingkungan dan terasa sekali di Jakarta.
Baca SelengkapnyaIndonesia jadi negara terbesar ke-2 yang sumbang sampah kantong plastik ke laut.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com merangkum informasi tentang enam fakta penting tentang sampah plastik yang harus dipahami.
Baca SelengkapnyaDalam upaya untuk memahami dan mengatasi masalah ini, artikel-artikel lingkungan muncul sebagai sumber informasi yang berharga.
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah melakukan langkah konkret dalam mengatasi permasalahan sampah plastik di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemkot Bandung membuka peluang pemanfaatan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Cibeureum.
Baca SelengkapnyaVolume sampah harian yang terus meningkat dan daya tampung TPA yang terbatas, masalah sampah menjadi bom waktu yang siap meledak.
Baca SelengkapnyaKLHK pun memberikan perhatian terhadap menangani polusi yang merusak lingkungan, maka limbah plastik tidak luput dari perhatian pemerintah.
Baca Selengkapnya