Agum Gumelar Bisa Kena KUHP Jika Tutupi Fakta Penculikan Aktivis '98
Merdeka.com - Video pernyataan Wantimpres Agum Gumelar yang mengaku mengetahui pembunuhan aktivis 1998 jadi polemik. Agum ditantang membuktikan omongan tersebut.
Komnas HAM dan Jaksa Agung M Prasetyo juga diminta turun tangan. Agum yang juga mantan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) itu harus klarifikasi persoalan tersebut ke penegak hukum.
Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, penghilangan secara paksa aktivis 1997-1998 merupakan salah satu pelanggaran HAM berat yang sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan.
-
Bagaimana Komnas HAM mengungkap pelaku? 'Ada penggalian fakta tentang peran-peran Pollycarpus atau peran-peran orang lain yang ada di tempat kejadian perkara atau yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir atau yang menjadi alasan TPF ketika itu untuk melakukan prarekonstruksi, melacak percakapan nomor telepon dan lain-lain lah,' kata Usman di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (15/3).
-
Siapa yang diperiksa Komnas HAM? Komnas HAM memeriksa mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, Usman Hamid untuk menyelidiki kasus pembunuhan Munir yang terjadi 20 tahun lalu.
-
Siapa yang disurati Komnas HAM? Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kembali melakukan penyelidikan terkait dengan kasus tewasnya Vina dan kekasihnya, Eky di Cirebon.
-
Apa yang digali Komnas HAM? Usman ditanya seputar peran Pollycarpus dan peran orang lain di tempat kejadian perkara kematian Munir. Komnas HAM juga bertanya sosok yang terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir.
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
-
Apa kasus yang menjerat Panji Gumilang? Komenter Kapolri Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan, pihaknya masih mengusut kasus yang menjerat Pimpinan Al-Zaytun Panji Gumilang. Baik soal dugaan penodaan agama, korupsi dana BOS, hingga Tindak Pidana Pencucian Uang alias TPPU.
Dia melanjutkan, 27 November 2018 lalu, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan yang diserahkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dimana salah satu berkas yang dikembalikan adalah berkas penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
"Jaksa Agung mengembalikan berkas-berkas penyelidikan Komnas HAM itu karena dianggap masih terlalu sumir untuk ditingkatkan ke penyidikan sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri. Oleh sebab itu, perkembangan kasus ini dan beberapa pelanggaran HAM berat lainnya masih jalan di tempat," kata Erasmus kepada merdeka.com, Selasa (12/3).
Atas dasar hal tersebut, lanjut dia, ICJR mendesak kepada Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk memanggil Agum Gumelar untuk memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM berat penculikan aktivis maupun orang pada tahun 1997-1998 dalam rangka menggali informasi untuk mendukung kebutuhan penyelidikan.
"Agar dengan keterangannya tersebut, kasus penculikan aktivis dan orang pada 1997-1998 mendapat perkembangan baru dan bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan," jelas dia.
ICJR mengingatkan, setiap warga Negara yang mengetahui adanya kejahatan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku wajib untuk memberikan keterangan kepada pejabat atau instansi yang berwenang.
"ICJR juga mengingatkan bahwa mengingkari kewajiban hukum tersebut pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP," terang dia.
Erasmus mengatakan, Agum Gumelar bisa dijerat pasal tersebut apabila dalam pemeriksaan Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, ditemukan fakta bahwa memang Agum tak melaporkan apa yang diketahui tentang kejahatan pelanggaran HAM berat tersebut.
"Tapi yang penting bagi kita periksa dulu (Agum Gumelar)," tutup Erasmus.
Pasal 221 ayat (1) KUHP tersebut berbunyi:
'Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.'
Diberitakan sebelumnya, jagat media sosial diramaikan dengan pernyataan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Jokowi-JK, Agum Gumelar soal penculikan aktivis pada 1998 lalu. Agum mengaku tahu dimana para aktivis itu dikubur usai dibunuh.
Agum awalnya menjelaskan mengenai struktur anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang menyidangkan kasus penculikan. DKP diisi oleh perwira TNI bintang tiga. Termasuk di dalamnya Agum Gumelar dan Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY).
"Berjalanlah DKP, bekerjalah DKP, sebulan lebih memeriksa yang namanya Prabowo Subianto, periksa. Dari hasil pemeriksaan mendalam, ternyata didapat fakta bukti yang nyata bahwa dia melakukan pelanggaran HAM yang berat," jelas Agum dalam video itu.
Agum yang juga mantan Danjen Kopassus itu melakukan pendekatan dengan mantan anak buahnya yang berdinas di Kopassus. Dari situ terungkap, dimana para aktivis itu dibunuh.
"Tim Mawar yang melakukan penculikan itu, bekas anak buah saya semua dong. Saya juga pendekatan dari hati ke hati kepada mereka, di luar kerja DKP. Karena mereka bekas anak buah saya dong. Di sini lah saya tahu bagaimana matinya orang-orang itu, di mana dibuangnya, saya tahu betul," ujar dia.
Lebih lanjut Agum mengatakan, dari hasil DKP itu menyebutkan bahwa Prabowo terbukti melanggar HAM berat. Hingga DKP merekomendasikan kepada Panglima TNI saat itu Wiranto untuk memberhentikan Prabowo dari dinas militer. Keputusan itu menurut Agum ditandatangani oleh semua anggota DKP termasuk SBY.
"Jadi DKP dengan hasil temuan seperti ini merekomendasikan kepada Panglima TNI. Rekomendasinya apa? Dengan kesalan terbukti, yang direkomendasikan supaya yang bersangkutan diberhentikan dari dinas militer. Agum Gumelar tanda tangan, Susilo Bambang Yudhoyono tanda tangan, semua tanda tangan," terang Agum.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Aktivis kembali menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana untuk menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca SelengkapnyaAksi Kamisan pada awal Februari ini diikuti Forum Alumni Universitas Indonesia, para keluarga korban pelanggaran HAM berat serta para mantan aktivis 98.
Baca SelengkapnyaAktivis '98 Benny Ramdhani menyebut, putusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) sudah jelas menyatakan bahwa Prabowo Subianto terlibat dalam penculikan aktivis '98.
Baca SelengkapnyaRibka mengajak kader PDI Perjuangan dan aktivis ikut mendesak Presiden Jokowi memasukkan peristiwa Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, peristiwa Kudatuli bukan sekedar penyerangan fisik, tetapi juga tekanan dari rezim yang berkuasa.
Baca SelengkapnyaDalam konteks HAM, yang menjadi pijakan dijelaskannya yakni yang pertama memori kolektif korban dan kedua adanya kesamaan kronologis peristiwa.
Baca SelengkapnyaDudung menambahkan, ia tidak keberatan jika ada lembaga lain yang meminta peradilan koneksitas. Ia justru mendorong hal tersebut.
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, sesuai Undang-Undang (UU) dan TAP MPR, hanya Komnas HAM yang boleh menentukan suatu peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat atau tidak.
Baca SelengkapnyaAdik Wiji Thukul mengaku kecewa dengan masa kepemimpinan Jokowi.
Baca SelengkapnyaMenurut Hasto, pengungkapan tragedi Kudatuli diharapkan mampu menghilangkan kekuasaan yang menindas.
Baca SelengkapnyaMahfud menegaskan kasus 98 termasuk pelanggaran HAM berat.
Baca SelengkapnyaSaat Ganjar melemparkan pertanyaan, mendadak Prabowo mengusap keringatnya di wajahnya.
Baca Selengkapnya