Ahli Bicara Bharada E Tak Bisa Dipidana karena Perintah Sambo, Berikut Penjelasannya
Merdeka.com - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi, Albert Aries mengungkap dua parameter atau alat ukur dalam menilai sebuah perintah atasan. Dalam hal ini menyangkut perintah Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer alias Bharada E untuk menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Penjelasan Albert disampaikan selaku saksi ahli meringankan atau A de Charge dalam sidang perkara pembunuhan berencana Brigadir J atas terdakwa Bharada E di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12). Menurut Albert, penerima perintah tak semuanya bisa dibebaskan, namun ada dua parameter yang bisa dipakai menjadi acuan dalam Pasal 51 Ayat 1 KUHP.
"Secara objektif, bisa saya sampaikan bahwa tidak semua perintah jabatan itu bisa membebaskan si penerima perintah ini dari pertanggung jawaban perintah tersebut. Tetapi paling tidak ada dua asas yang bisa kita gunakan secara objektif atau menjadi parameter untuk menguji perintah jabatan tersebut," kata Albert dalam memaparkan kesaksiannya.
-
Bagaimana cara Hadi Tjahjanto mengetes prajurit? 'Marinir!' kata Haji Tjahjanto sambil berteriak.'Aua, aua, aua, yes,' jawab prajurit sambil mengepalkan tangan ke muka.'Berarti Marinir beneran,' kata Hadi sambil bergerak pergi meninggalkan prajurit tersebut.
-
Siapa pelakunya? Orang ke-3 : 'Seperti biasa saya menjemput anak saya pulang sekolah sekitar jam tersebut'Karena 22 jam sebelum 5 April 2010 adalah jam 1 siang 4 april 2010 (hari minggu)
-
Siapa Bapak Brimob Polri? Atas perjuangannya, Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Dr. H. Moehammad Jasin dikenal sebagai Bapak Brimob Polri.
-
Mengapa Hadi Tjahjanto mengetes prajurit? Ketika bertemu Prajurit, saya suka menyapa mereka. Kemarin saya berjumpa dengan Prajurit Marinir, tentunya tak lupa saya menyapa dan cek apakah ini Prajurit Marinir betul,' tulis Hadi Tjahjanto dalam keterangan videonya.
-
Mengapa perwira tersebut diperlakukan seperti itu? Dijelaskan dalam video, bahwa setiap prajurit yang sudah masuk ke rumah tahanan maka dianggap sama. “Tidak ada yang spesial di penjara militer meski setinggi apapun pangkatnya,“
Albert mengatakan, perintah pertama yakni terkait dengan asas proporsionalitas. Hal ini terkait keadaan, kondisi, alat, sarana dan prasarana si penerima perintah ketika mendapat perintah dari atasan hingga akhirnya perintah dilaksanakan.
"Asas proporsionalitas. Ini bicara mengenai bagaimana keadaan, bagaimana cara, bagaimana alat, sarana dan prasarana pada saat memberikan perintah dan pada saat perintah jabatan tersebut dilaksanakan," kata Albert.
Kemudian parameter kedua, lanjut Albert, terkait dengan asas subsidiaritas perihal penerima perintah yang diperintah dari seseorang pemilik otoritas atau atasan yang bersangkutan. Di mana dalam kondisi itu, si penerima perintah dianggap dalam kondisi konflik.
"Konflik antara dua kewajiban hukum. Di satu sisi dia menghindari dapat dipidanakan karena melakukan suatu perbuatan pidana, tapi di satu sisi dia harus melakukan ketaatan melaksanakan atau menaati perintah tersebut," jelas dia.
"Ketika dihadapkan dua kewajiban ini, maka asas subsidiaritas akan menguji mana yang sebenarnya harus dipilih oleh si penerima perintah. Dan pada umumnya dari historical terbentuknya pasal ini, umumnya orang akan lebih menaati perintah jabatan. Ketimbang menghindari kemungkinan dirinya dipidana demikian," tambah dia.
Lebih lanjut, Albert yang juga merupakan Juru Bicara Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjelaskan jika Pasal 51 Ayat 1 KUHP yang menjelaskan soal perintah atasan itu merupakan rumusan umum.
"Karena memang ini adalah ketentuan yang bersifat umum. Jadi pada prinsipnya hakikatnya orang tidak membunuh, orang itu tidak boleh merusak barang milik orang lain atau mengambil barang milik orang lain. Tetapi karena perintah tersebut elemen dari melawan hukum itu dihapuskan," ujar dia.
"Kenapa demikian karena ketika perintah jabatan ini diberikan ada hubungan hukum publik yang terjadi antara pemberi dan penerima perintah. Meskipun dalam perkembangnya bukan hanya perintah tapi intruksi," tambah dia.
Diketahui jika dalam perkara ini, Bharada E turut menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo memakai Glock-17. Meski dalam persidangan perintah itu dibantah Ferdy Sambo dengan dalih perintah 'Hajar' bukan 'Tembak'.
Dakwaan Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati. Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," tandas jaksa.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kalapas Kelas IIA Salemba, Beni Hidayat buka suara soal Ferdy Sambo tak pernah ditahan di Lapas.
Baca SelengkapnyaNilai sengketa yang digugat oleh orangtua Brigadir J yakni senilai Rp7.583.202.000
Baca Selengkapnya"Terdakwa bukan sebagai pelaku utama dalam penembakan Korban Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Baca SelengkapnyaBerikut jabatan baru Kombes Budhi Herdi dari Kapolri usai terseret kasus Ferdy Sambo.
Baca SelengkapnyaBharada Richard Eliezer Bebas Bersyarat, Begini Kondisinya Sekarang
Baca SelengkapnyaFerdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 12 Mei 2023.
Baca SelengkapnyaDalam putusannya, majelis hakim menganulir vonis mati yang diterima Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Baca SelengkapnyaMegawati Soekarnoputri jengkel dengan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan hukuman mati Ferdy Sambo.
Baca SelengkapnyaAdapun aturan Cuti Bersyarat ini .yang diberikan berdasarkan Permenkumham No. 7 Tahun 2022 pasal 114 adalah sebesar 6 bulan.
Baca SelengkapnyaDalam sidang kasasi, hukuman untuk Ferdy Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Baca Selengkapnya