AJI Minta Polisi Serius Tangani Kekerasan Terhadap Jurnalis
Merdeka.com - Kepala Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Erick Tanjung meminta pihak kepolisian serius menangani sejumlah kasus kekerasan yang menimpa para jurnalis. Dalam pandangannya, selama ini polisi seakan tidak serius menangani kasus kekerasan yang menimpa jurnalis.
"Untuk Jakarta dari semua kasus kekerasan terhadap jurnalis baik itu pelakunya ormas (maupun) polisi tidak ada satupun naik ke proses pengadilan, hanya sampai penyelidikan dan tak pernah sampai penyidikan," kata Erick di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu (4/8).
AJI meminta aparat penegak hukum bersikap profesional. Salah satunya, serius menangani kasus pidana kekerasan terhadap para jurnalis.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Kenapa Polisi diserang? Polisi diserang karena tersangkameronta dan berteriak sehingga mengundang perhatian orang-orang di sekelilingnya. 'Itu bukan orang tidak dikenal itu, keluarga tersangka (yang menyerang). Ditangkap di rumah, kemudian dibawa, diborgol teriak-teriak dia. Begitu ceritanya,' kata dia.
-
Bagaimana polisi menangani kasus perundungan ini? Polisi memastikan bahwa kasus ini diproses secara hukum meski kedua tersangka masih di bawah umur. Polisi akan menerapkan sistem peradilan anak terhadap kedua pelaku. Kedua pelaku terancam pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp72 juta.
-
Bagaimana anggota polisi terluka? Dia memaparkan, provokator dalam peristiwa itu sudah diamankan di Polresta Jambi.
-
Kenapa Kejaksaan Agung diajak kerja sama? “IDSurvey berperan penting dalam memastikan mutu dan kuantitas barang dan jasa dalam perekonomian nasional sehingga berperan sebagai benteng ekonomi nasional. Kami turut berterima kasih atas kesediaan JAMDATUN untuk melakukan kerjasama dengan kami dalam melakukan pendampingan-pendampingan yang diperlukan,“
-
Apa yang diminta Komnas HAM dari Polda Jabar? 'Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali meminta keterangan Polda Jawa Barat,' kata Uli dalam keteranganya, Selasa (21/5).
"Tidak ada satupun naik ke proses penyidikan, apalagi pengadilan. Dan kami dorong untuk kedepannya naik ke proses pengadilan," tutup Erick.
AJI Jakarta menyoroti saat Aksi 21-22 Mei lalu. Ada 20 jurnalis yang mengaku mendapatkan kekerasan secara langsung oleh aparat kepolisian. padahal polisi seharusnya mengayomi dan melindungi tugas jurnalistik. Bukan melakukan tindakan represif terhadap para jurnalis dalam peliputan.
"Semua file-file dihapus. Itu ada pelanggaran UU Pers. Itu fakta yang terjadi," ucap Erick," jelas Erick.
Bertolak Belakang dengan Pencitraan di TV
Dia melanjutkan, kondisi itu justru bertolak belakang dengan pencitraan polisi yang selama ini disuguhkan ke publik. Dia lantas membandingkan perilaku personel polisi saat pengamanan aksi 21-22 Mei dengan pencitraan yang ditampilkan di salah satu program televisi.
"Ini sangat bertolak belakang dengan produk di TV yang dicitrakan sangat mengayomi publik," tegas Erick.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menyesalkan program yang ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi yang seolah hanya menjadi sarana pencitraan institusi tersebut. Menurut aktivis hukum yang akrab disapa Arif itu, seharusnya program TV bisa mengambil peran lebih vital dibandingkan hanya mencitrakan polisi.
"Sayang sekali tayang-tayangan (itu) hanya berhenti di pencitraan polisi, tidak edukasi hukum," tutur Arif.
Menurut Arif, seharusnya acara yang mengklaim sebagai produk jurnalistik itu bisa menjalankan fungsi pendidikan. Terutama pendidikan hukum bagi masyarakat. Apalagi masyarakat masih minim literasi hukum. Menurut Arif, lebih baik program semacam itu memberi edukasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajibannya di mata hukum. Contohnya, prosedur penggeledahan.
"Bagaimana si penggeledahan. Jadi orang tuh kalau mau digeledah, mau ditangkap itu ada (paham) ketentuannya. Ketika itu tidak sah dan kita (masyarakat) bisa menggugat," papar Arif.
Reporter: Yopi MakdoriSumber: Liputan6.com
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ninik pun meminta kepada siapapun agar memahami dan bisa menghormati kerja-kerja dari jurnalis.
Baca SelengkapnyaDalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak kejadian naas tersebut yang merusak citra Kepolisian Tanah Air.
Baca SelengkapnyaPada Juli 2023 misalnya, seorang jurnalis media asing yang meliput penambangan nikel di Halmahera Tengah menjadi korban intimidasi petugas keamanan perusahaan.
Baca SelengkapnyaKetua AJI Jakarta, Afwan Purwanto mengatakan kasus kali ini merupakan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terus berulang menjelang tahun politik 2024.
Baca SelengkapnyaSetelah dua tahun berperkara di meja hijau, Nurhadi, jurnalis Tempo yang jadi korban kekerasan oleh polisi mendapatkan titik terang.
Baca SelengkapnyaDirektur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, aparat kepolisian kembali bersikap brutal kepada para pengunjuk rasa
Baca SelengkapnyaMenurut Harli, kasus pembunuhan Vina dan Eky harus ditangani secara profesional
Baca SelengkapnyaKejagung dan Dewan Pers memperkuat kolaborasi dalam upaya melindungi jurnalis dari kekerasan dan intimidasi.
Baca SelengkapnyaDiketahui, informasi yang beredar yakni polisi yang melakukan penembakan dan korbannya adalah perwira menengah dan pejabat di polres tersebut.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR berharap tidak ada lagi informasi mengenai pembiaran terhadap laporan KDRT kepada polisi.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mengingatkan Polri agar tidak asal tangkap seperti kasus Pegi Setiawan.
Baca SelengkapnyaKericuhan terjadi usai sidang vonis SYL di PN Tipikor
Baca Selengkapnya