Akar Masalah Utang Pemerintah pada Rumah Sakit
Merdeka.com - PP Muhammadiyah meminta pemerintah konsisten membuat kebijakan dalam menangani pandemi Covid-19. Salah satunya terkait klaim pembayaran perawatan pasien Covid-19 kepada rumah sakit milik Muhammadiyah yang belum dilunasi pemerintah.
Tunggakan biaya pembayaran itu sebagian besar terjadi pada periode pertama Covid-19 tahun 2020 lalu. Pemerintah diminta segera menuntaskan hak-hak rumah sakit agar operasional rumah sakit tetap berjalan optimal.
Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), Agus Syamsuddin menyebut hanya pembayaran untuk perawatan pasien Covid-19 yang tersendat di Rumah Sakit Muhammadiyah. Sementara pembayaran jaminan kesehatan BPJS cukup lancar. Namun dia masih enggan mengungkap jumlah utang pemerintah kepada rumah sakit milik Muhammadiyah.
-
Kapan pemerintah siapkan anggaran KUR? Pemerintah menyiapkan anggaran untuk subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp47,78 triliun pada 2024.
-
Apa yang dibagikan pemerintah? Secara keseluruhan tidak ada pernyataan bahwa pemerintah membagikan bansos melalui situs judi online.
-
Kapan utang Kementan ke vendor belum dibayarkan? 'Kalau ada catatan versi saya, sudah saya kirimkan. Per hari ini itu sisanya 1,6 sekian miliar lagi yang belum selesai,' pungkas saksi.
-
Apa itu Obligasi Pemerintah? Adapun obligasi pemerintah adalah surat utang yang diterbitkan pemerintah untuk mendapatkan pendanaan.
-
Bagaimana utang negara dihitung? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
"Sudah dibayar tapi belum selesai. Ada tagihan sudah dibayar ada yang belum," kata Agus saat dihubungi merdeka.com, Senin (5/7).
Keluhan serupa juga disampaikan Bupati Bogor Ade Yasin saat mengikuti rapat koordinasi dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dia menyebut tunggakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terhadap klaim pelayanan pasien Covid-19 di empat RSUD di Kabupaten Bogor sekitar Rp260 miliar sejak 2020.
Ade mengatakan dari empat RSUD yang sudah selesai secara administrasi dan tinggal menunggu pencairan itu sekitar Rp61 miliar. Namun masih ada dispute (selisih) sekitar Rp200 miliar.
"RSUD kan menerima pasien Covid-19. Diberi pelayanan semaksimal mungkin karena nanti ditanggung Kemenkes. Tapi ternyata, klaim yang diajukan banyak yang ditolak, selisihnya lebih dari separuhnya. Ini kan bingung," kata Ade Yasin di Bogor, Senin (5/7).
Pemerintah Diminta Bayar Klaim Rumah Sakit Tepat Waktu
Sekjen Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh indonesia (Persi), Lia Gardenia Partakusuma meminta pemerintah tepat waktu membayar klaim tunggakan rumah sakit yang merawat pasien Covid-19. Menurutnya, RS hingga kini terus berupaya menangani pasien corona.
Dia memahami pembayaran klaim dari pemerintah tersebut harus ada harus ada pertanggung jawabannya. Tapi dia meminta hal ini jangan sampai mengganggu cash flow atau arus kas rumah sakit.
Di sisi lain, Lia meminta rumah sakit tetap melakukan pelayanan meski klaim dari pemerintah belum dibayar. Dia harap masalah klaim rumah sakit bisa segera selesai.
"Ini sudah satu setengah tahun (tunggakan klaim) kami paham betul, tiap hari kami berkomunikasi dengan teman teman BPJS, Kemenkes kami sangat terima kasih atas bantuannya," kata Lia dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI melalui virtual, Senin (5/7).
Di kesempatan sama, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Slamet Budiarto meminta pemerintah segera membayarkan tagihan rumah sakit. Sebab, jumlahnya sudah triliunan.
Dia menegaskan, saat ini adalah kondisi perang. Namun, klaim rumah sakit yang belum dibayar itu terlihat seperti kondisi saat ini sedang normal normal saja.
"Ini adalah kondisi perang, tapi kondisi perang diperlakukan seperti normal, sehingga tagihan klaim Covid tahun 2020 jumlahnya triliunan, itu belum bisa diselesaikan," kata Slamet.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, persoalan perselisihan terkait klaim pembayaran biaya perawatan pasien Covid-19 diajukan rumah sakit terhadap pemerintah harus segera diselesaikan. Menurut dia, polemik dispute ini harus dicari jalan keluar agar pelayanan di rumah sakit tak terganggu.
Pemerintah dikatakan Eko, harus segera mencarikan solusi terkait persoalan tersebut. Demikian juga rumah sakit harus menerapkan tata kelola dan bukti pertanggungjawaban yang baik agar BPJS mudah memproses klaimnya.
"Tentu saja dalam mekanismenya pasti sudah ada juklak dan juknis (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis) yang dibuat pemerintah dalam pencairan anggaran. Anggaran ini penting untuk layanan RS dan juga layanan pemerintah untuk masyarakat yang sakit, jadi harusnya segera dicari jalan keluarnya. Jangan sampai layanan terganggu karena dana tidak cair-cair," kata Eko saat dihubungi merdeka.com, Selasa (6/7).
Persoalan Pencairan Klaim Rumah Sakit
Kementerian Kesehatan membentuk tim dispute di 34 provinsi di Indonesia untuk menyelesaikan persoalan dispute atau ketidaksepakatan klaim pembiayaan Covid-19 antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan. Tim dispute itu dibentuk sesuai Kepmenkes Nomor HK.01.07/Menkes/4718/2021 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Covid-19.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Rita Rogayah mengatakan, sebelum dibentuk tim dispute seluruh persoalan klaim dari 120 cabang BPJS yang tersebar di Indonesia itu diberikan ke Kemenkes. Sementara sumber daya manusia di Kemenkes untuk menelaah klaim tersebut terbatas.
"Baru mulai mereka kan selama ini enggak ada. Jadi semua masalah itu yang selesaikan pusat tadinya. Kita jalan terus tapi ini kan enggak mungkin. Berjalan tambah. Setiap bulan nambah nambah. Kita harus mikir BPJS 120 loh cabangnya ini semua berfokus di pusat enggak akan selesai akhirnya kita buat tim dispute provinsi ini baru kami buat semester ini mulai Juli ini," kata Rita saat dihubungi merdeka.com, Selasa (6/7).
Rita menyebut pihaknya melayani klaim hampir 1.600 rumah sakit menangani pasien Covid-19. Dia mengatakan, ribuan fasilitas kesehatan itu semua bermasalah. Permasalahan belum dicairkannya klaim diajukan rumah sakit salah satunya terkait kelengkapan administrasi.
"Gini masalahnya memang tidak lengkap administrasi satu pun itu sudah dispute. Jadi misalnya nih ini hasil lab-nya belum masuk nih gitu ya. Itu dispute tuh. Walaupun cuma sebetulnya dia tinggal melengkapi satu udah selesai tapi enggak bisa karena BPJS 'pokoknya gua terima sekali abis udah kalo enggak lengkap tanggung jawab pusat," kata dia.
Dia menjelaskan, aturan itu saat ini berubah per April 2021. Di mana regulasi yang baru mengatur administrasi semua diselesaikan di BPJS. Sementara masalah klinis diselesaikan di pusat.
"Makanya itu sekarang kita minta BPJS seleseain dulu yang kecil-kecil jangan semua lempar ke pusat. Beresin dulu di BPJS. Kurang satu berkas pun pokoknya dispute padahal itu cuma administrasi. Saat ini kita udah perbaiki, administrasi semua di BPJS, yang masalah klinis baru ke pusat. Sekarang pusat sudah punya cabang nih, cabangnya ya di provinsi.
"Dicek lagi nanti masuk ke dispute itu dicek lagi satu satu. Kalau sudah cocok yaudah ini dicairkan. Kalau belum ini kamu mana nih ini belum lengkap kamu lengkapi dulu. Tapi enggak semua yang masuk ke dispute itu umumnya setelah dilengkapi bisa jadi dibayar," imbuh dia.
Rita pun meminta kepada pihak rumah sakit menyelesaikan perlengkapan yang kurang sehingga tak terjadi penumpukan. Menurut dia, sebagian klaim yang diajukan rumah sakit yang mencapai Rp2 triliun sudah mulai dicairkan setelah mendapat audit BPKP.
"Kita kan bayar harus ada dasarnya kalau belum lengkap kita yang kena nanti diaudit. Makanya jadi sebetulnya kayak gitu kita semua memperbaiki. BPJS juga iya, rumah sakit iya, Kemenkes juga iya. Tiga-tiganya memperbaiki
Tunggakan Rp2,56 Triliun ke 909 Rumah Sakit
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyelesaikan seluruh permintaan review dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terhadap klaim rumah sakit atas tagihan penggantian biaya perawatan pasien Covid-19 2020.
Direktur Pengawasan Bidang Sosial dan Penanganan Bencana BPKP, Michael Rolandi C Brata mengatakan, review atas tunggakan klaim rumah sakit tersebut telah tuntas dilaksanakan dalam 4 tahap, berturut-turut dengan laporan tertanggal 12 April, 21 Mei, 28 Mei, dan 22 Juni 2021.
"BPKP telah menyelesaikan seluruh review yang dimohonkan Kemenkes. Saat ini, per tanggal 27 Juni 2021 tidak ada lagi review yang masih berproses di BPKP, hal ini bertujuan agar tunggakan tagihan atas layanan rumah sakit Tahun 2020 segera tuntas sehingga tidak menganggu proses perawatan pasien Covid-19," katanya, Jakarta, Senin (28/6).
Permohonan review tunggakan tagihan 2020 yang diajukan oleh Kementerian Kesehatan adalah sebesar Rp3,897 triliun dalam 4 tahap, termasuk kelebihan pembayaran untuk diperhitungkan dalam klaim berikutnya sebesar Rp113 miliar. BPKP kemudian melaksanakan review berdasarkan masing-masing asersi dari Kementerian Kesehatan tersebut.
"Hasil review BPKP menyimpulkan bahwa tunggakan tagihan yang memenuhi syarat formal untuk dibayarkan adalah sebesar Rp2,56 triliun untuk 909 Rumah Sakit, termasuk koreksi lebih bayar senilai Rp760 miliar pada 258 rumah sakit," ucapnya.
Michael merinci, dari total 1.385 rumah sakit yang direview tagihannya, masih terdapat 160 rumah sakit yang belum melengkapi persyaratan administrasi dengan nilai tagihan sebesar Rp695 Miliar.
"Total potensi penghematan yang berhasil BPKP temukan sebesar Rp1,665 triliun, atau 42 persen dari total permohonan reviu tunggakan dari Kementerian Kesehatan senilai 3,897 triliun," ujarnya.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui masih memiliki tunggakan untuk pembayaran klaim rumah sakit pasien Covid-19 pada 2020 sebesar Rp2,69 triliun. Tunggakan ini masuk dalam tahap II yang akan dibayarkan oleh pemerintah.
"Untuk membayar perawatan pasien tahun 2020 tahap yang kedua sebesar Rp2,69 triliun sedang dalam proses," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam video conference, Jumat (2/7).
Dia mengatakan, pembayaran tunggakan tersebut sedang dalam proses untuk penetapan. Pihaknya saat ini bersama dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga mencoba untuk terus mempercepat pembayaran tunggakan.
Sebab menurut BPKP dan menurut peraturan Menteri Keuangan untuk tunggakan ataupun di atas Rp2 miliar harus dilakukan verifikasi. Pihaknya jugga tidak menampik bahwa ada beberapa tagihan yang ternyata melebihi sehingga kemudian harus dilakukan koreksi.
"Oleh karena itu sekarang dilakukan tim penyelesaian klaim dispute (TPKD) antara pusat dan provinsi yang harus selesai dalam waktu 14 hari dan BPKP kemudian melakukan verifikasi tidak lebih dari 5 hari sebagai dasar untuk pembayaran klaim dari perawatan pasien dari rumah sakit rumah sakit," jelasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nadia menyampaikan hal tersebut untuk merespons kasus perundungan terhadap Dokter Aulia Risma Lestari.
Baca SelengkapnyaGelombang penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan kembali bergulir. Fokus utamanya adalah pengembalian mandatory spending pada RUU Omnibus Law Kesehatan.
Baca SelengkapnyaMegawati berharap pemerintah punya rencana serius untuk mengurangi utang bernilai fantastis itu.
Baca SelengkapnyaSejumlah jaksa penyidik Pidsus Kejari Batam memasuki ruangan di lantai dua di salah satu gedung RSUD Embung Fatimah sekitar pukul 12.00 WIB.
Baca SelengkapnyaPosisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali karena memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen.
Baca SelengkapnyaPutusannya telah Inkracht atau berkekuatan hukum tetap pada 5 Oktober 2023
Baca SelengkapnyaMengetahui masalah tersebut, Pahala Nainggolan tak segan-segan menempuh jalur hukum
Baca SelengkapnyaMenkes tampak tak main-main dengan kasus ini. Dia ingin kasus semacam ini harus diusut tuntas dan memberikan efek jera.
Baca SelengkapnyaBiaya kesehatan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Baca SelengkapnyaKementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah pada Mei 2024 sudah mencapai Rp8.353,02 triliun.
Baca SelengkapnyaSebanyak 48 orang saksi diperiksa sebelum penetapan tersangka
Baca Selengkapnya