Alasan Hakim Loloskan Heru Hidayat dari Hukuman Mati tapi Tetap Bayar Rp12,6 Triliun
Merdeka.com - Terdakwa mantan komisaris PT Trada Alam Sejahtera, Heru Hidayat lolos dari hukuman mati. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memutuskan menjatuhkan vonis nihil atau tidak ada hukuman kurungan penjara terhadap Heru, dan juga membayar uang pengganti sebesar Rp12,6 triliun.
Karena Majelis Hakim berpandangan jika vonis hukuman mati yang merujuk pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor, tidak ada dalam dakwaan. Sementara, sejak semula dakwaan Pasal yang dipakai Pasal 2 Ayat 1 dengan hukuman maksimal seumur hidup.
"Sehingga majelis hakim tidak dapat membuktikan unsur Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, akan tapi majelis hanya membuktikan Pasal 2 Ayat 1," kata Majelis Hakim saat sidang pembacaan putusan, Selasa (18/1).
-
Siapa yang dihukum terkait kasus korupsi di MA? Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan dijatuhi hukuman pidana penjara selama enam tahun usai terbukti bersalah atas kasus menerima suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA.
-
Siapa yang dihukum membayar uang pengganti? Selain itu, Rafael Alun juga tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp10.079.095.519,00, subsider tiga tahun penjara.
-
Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam kasus korupsi? Lebih lanjut, menurut Sahroni, hal tersebut penting karena nantinya akan menjadi pertimbangan pengadilan yang berdampak pada masa hukuman para pelaku korupsi.
-
Siapa yang ditetapkan tersangka dalam kasus gratifikasi Rp8 miliar? Sekadar informasi, Eddy Hiariej telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi sebesar Rp8 miliar.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Bagaimana Abraham Samad membuat koruptor jera? Menurut Samad, ada tiga cara untuk membuat koruptor jera. Pertama, hukuman yang berat. Kemudian yang kedua, melakukan pemiskinan. Ketiga, sanksi sosial.
Terlebih, Majelis Hakim menilai berdasarkan pasal 182 ayat 4 KUHAP bahwa musyawarah harus didasarkan surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti di sidang, karena dakwaan adalah sebagai batasan dan rujukan dalam pembuktian.
"Maka putusan yang dijatuhkan tidak boleh keluar dari dakwan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. Surat dakwaan adalah pagar atau batasan yang jelas dalam memeriksa di persidangan bagi pihak -pihak untuk penuntut umum agar tidak melampaui kewenangan," kata majelis
Sementara, dari pertimbangan penuntut umum soal pemakaian Pasal 2 Ayat 2 perihal hukuman mati, dengan alasan keadaan tertentu. Majelis hakim berpandangan jika alasan keadaan tertentu adalah sebagai pemberantan bagi tindak pidana korupsi bila negara dalam keadaan bahaya.
"Sebagaimana undang-undang yang berlaku pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi dan pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter. Keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan sebagaimana Pasal 2 Ayat 2," jelasnya.
Tidak bisanya kondisi tertentu dijadikan alasan hukuman mati, karena tindakan pidana korupsi yang dilakukan Heru pada Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi PT. ASABRI berlangsung pada periode tahun 2012-2019. Dimana majelis hakim berpendapat dalam kondisi itu tidak ada faktor atau alasan keadaan berbahaya.
"Penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakuakn terkawa pada saat melakukan tindak pidana korupsi. Berdasarkan fakta terdakwa melakukan tindak pidana korupsi pada saat situasi negara aman," katanya.
Disisi lain, Majelis Hakim juga berpendapat jika alasan pengulangan tindak pidana korupsi (Tipikor) Heru yang jadi alasan pemberatan tidaklah terbukti. Karena, telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara tindak Pidana Korupsi PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan keputusan PN Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung yang.
"Terdakwa telah menjalani sebagian atau baru dalam tipikor jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Tipikor dalam Jiwasraya berbarengan dengan tipikor yang dilakukan terdakwa dalam perkara PT Asabri. Sehingga lebih tepat dikategorikan Concursus Realis atau Merdaadse Samenloop bukan sebagai pengulangan tindak pidana," bebernya.
"Oleh karena itu beralasan hukum untuk mengesampingkan tuntutan mati yang diajukan penuntut umum dalam tuntutannya. Karena tuntutan mati pasal 2 Ayat 2 sifatnya fakultatif artinya pilihan tidak ada keharusan untuk menjatuhkan hukuman mati," tambahnya.
Alasan Dijatuhi Vonis Nihil
Alhasil, Majelis Hakim berpandangan karena vonis yang dijatuhkan dalam perkara Korupsi Jiwasraya sudah hukuman maksimal selama seumur hidup. Maka vonis pada perkara korupsi Asabri harus dikesampingkan dan tidak boleh dijatuhi pidana lainnya.
Kecuali, Pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman putusan hakim sebagaimana pasal 67 KUHP. Maka menurut majelis hakim ketentuan tersebut mutlak harus dipedomani.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut meski terdakwa dinyatakan terbukti bersalah tapi karena terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara Jiwasraya maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah nihil," jelasnya.
Adapun untuk Heru, karena sedang menjalani pidana dalam pekara lain dan tidak dilakukan penahanan maka tidak diperlukan perintah penahanan terhadap terdakwa.
Kemudian, dalam pertimbangannya majelis hakim turut mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni, perbuatan terdakwa merupakan kejahatan extraordinary crime yang artinya korupsi dapat berdampak pada bangsa dan negara.
Lebih lanjut, perbuatan Heru tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menyebabkan kerugian sebesar Rp22 triliun.
"Sedangkan penyitaan aset hanya Rp2 triliun tidak sebanding dengan perbuatan terdakwa. Terdakwa merupakan terpidana kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya," kata Hakim Anggota.
Sementara hal yang meringankan, meski dalam persidangan terungkap hal-hal yang meringankan. Namun perbuatan tersebut tidak sebanding dng perbuatan terdakwa, keadaan meringankan patut dikesampingkan.
(mdk/ded)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mantan Direktur Utama (Dirut) PDAM Makassar, Haris Yasin Limpo terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Dia dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
Baca SelengkapnyaVonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK terhadap Hasbi Hasan yaitu 13 tahun dan 8 bulan penjara.
Baca SelengkapnyaHakim mengatakan uang pengganti tersebut harus dibayar Hasbi Hasan paling lama setelah satu bulan usai putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Baca SelengkapnyaTerdakwa disebut terbukti menerima uang senilai total Rp11,2 miliar bersama dengan Sekretaris MA nonaktif Hasbi Hasan
Baca SelengkapnyaIni profil 3 Hakim yang vonis bebas anak anggota DPR kasus pembunuhan pacarnya.
Baca SelengkapnyaMajelis Hakim memvonis mantan Sekretaris MA itu dengan hukuman enam tahun penjara.
Baca SelengkapnyaPengadilan Tinggi Bandung memangkas hukuman Sudrajad Dimyati, Hakim Agung nonaktif yang terjerat perkara suap, dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaDalam pertimbangan vonisnya salah satunya Hasbi telah mencoreng nama institusi tempat bekerjanya
Baca SelengkapnyaPengadilan Militer II-08 Jakarta memvonis tiga terdakwa pembunuhan Imam Masykur Praka RM, Praka HS dan Praka J seumur hidup.
Baca SelengkapnyaHakim berkeyakinan, Hasbi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi suap
Baca SelengkapnyaMA Anulir Vonis Mati Ferdy Sambo, Komisi III DPR: Hilang Nurani Para Hakim
Baca Selengkapnya