Alasan Pemerintah Ajukan Banding Atas Putusan Polusi Udara Ibu Kota
Merdeka.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait polusi udara di Ibu Kota. KLHK mengaku pengajuan banding tersebut diambil karena beberapa pertimbangan.
"Beberapa pertimbangan antara lain bahwa KLHK menghargai nilai-nilai baik dalam keputusan pengadilan, namun beberapa hal perlu dijelaskan lebih lanjut posisi pemerintah serta yang telah dilakukan oleh pemerintah," kata Tenaga Ahli Menteri LHK, Ilyas Asaad saat dikonfirmasi Liputan6.com, Sabtu (2/10).
Selain itu, kata dia, KLHK berpandangan bahwa banding merupakan mekanisme yang tersedia dan disediakan untuk menjelaskan lebih jauh posisi pemerintah terhadap polusi udara di ibu kota. Ilyas menyebut mekanisme banding juga bisa sebagai public education.
-
Bagaimana DKI Jakarta mengendalikan polusi udara? Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 593 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara sebagai kebijakan untuk mempercepat penanganan polusi udara.
-
Mengapa polusi udara di Jakarta berbahaya? Angka itu memiliki penjelasan tingkat kualitas udaranya masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif yakni dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
-
Apa yang menyebabkan polusi udara Jakarta? Pasalnya, buruknya kualitas udara di Jakarta juga merupakan hasil tingginya emisi pembuangan dari industri, selain tingginya mobilitas kendaraan di Jakarta.
-
Bagaimana kualitas udara di Jakarta diukur? Dilihat dari situs IQAir, indeks kualitas udara DKI Jakarta 153 AQI US. Ukuran polutan utamanya PM2.5 dengan konsentrasi 59.4µg/m3.
-
Bagaimana cara kota mengurangi polusi udara? Di berbagai belahan dunia, tindakan untuk memberlakukan batasan lebih ketat terhadap polusi udara tengah dilakukan. Uni Eropa, misalnya, telah menyetujui standar baru pada bulan Juni 2024.
-
Bagaimana cara Kementerian LHK dan Astra menangani lingkungan? Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, Agus Justianto, menjelaskan Festival LIKE digelar sebagai rangkuman kerja-kerja korektif pemerintah di bidang lingkungan, iklim, kehutanan, dan EBT.
"Public education untuk melihat secara obyektif kelebihan dan kekurangan, yang ideal dam yang belum dicapai, yang bisa berkembangan kepada soal-soal disparitas metodologi," jelasnya.
Menurut dia, ada beberapa kebijakan pemerintah yang belum menjadi pertimbangan dalam putusan majelis hakim terkait polusi udara. Salah satunya, kebijakan soal perubahan baku mutu emisi udara.
"Dan terakhir beberapa kebijakan pemerintah antara lain, berupa perubahan baku mutu emisi udara melalui PP 22 tahun 2021 belum menjadi pertimbangan dalam putusan," ujar Ilyas.
Sebelumnya, pemerintah telah mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait polusi udara di Ibu Kota.Kuasa Hukum Penggugat Ayu Eza Tiara mengatakan, pengajuan banding sudah dilakukan pada Kamis 30 September 2021 atau hari terakhir masa pengajuan banding.
"Jangka waktu pengajuan banding 14 hari setelah putusan dibacakan dan itu terakhir kemarin," kata Ayu di Jakarta, Jumat (1/10/2021), seperti dikutip dari Antara.
Pemerintah dalam perkara tersebut terdiri atas Presiden Joko Widodo, para menteri terkait dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Terkonfirmasi bahwa Presiden dan menterinya sudah menyatakan secara resmi bahwa mereka banding dan sudah mengisi form pengajuan banding," kata Ayu.
Para penggugat dalam perkara ini pun merasa kecewa dengan langkah pemerintah yang mengajukan banding putusan polusi udara. Salah satu penggugat, Adhito Harinugroho menilai pemerintah seharusnya berkewajiban menyediakan udara bersih, khususnya kepada warga Jakarta.
Perintah Pengadilan agar pemerintah melakukan perbaikan untuk menyediakan udara bersih adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat. "Itu juga termasuk kepentingan bagi Presiden Jokowi," ucap Adhito.
Putusan soal polusi udara ini berawal dari gugatan 32 warga yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) pada 4 Juli 2019. Pada Kamis 16 September 2021, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan warga dan memvonis lima pejabat negara bersalah atas polusi udara di Ibu Kota.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa para tergugat sudah mengetahui bahwa udara di DKI Jakarta tercemar selama bertahun-tahun. Namun para pemangku kepentingan tidak banyak mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki hal itu.
Majelis hakim memvonis bersalah kelima pejabat guna melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Reporter: Lisza Egeham/Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tanpa data dan literasi terhadap data, tidak akan ada kesadaran publik, permintaan kepada pemerintah dan aksi-aksi udara bersih dari masyarakat.
Baca SelengkapnyaKoordinator Lapangan dari Walhi Jakarta Bagas Okta Pribakti mengatakan, terdapat empat tuntutan yang dibawa dalam aksi ini.
Baca SelengkapnyaKoordinator Lapangan dari Walhi Jakarta Bagas Okta Pribakti mengatakan, terdapat empat tuntutan yang dibawa dalam aksi ini.
Baca SelengkapnyaTingginya tingkat polusi udara di Indonesia, khususnya Jakarta, masih jadi perhatian pemerintah.
Baca Selengkapnyakegiatan kolaborasi nantinya akan berbasis riset dan inovasi serta menyinergikan sumber daya dan kompetensi yang dimiliki.
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya tengah mendiskusikan wacana perpanjang STNK harus lulus uji emisi.
Baca SelengkapnyaPolusi di Jakarta makin parah dan ini masih menjadi PR pemerintah.
Baca SelengkapnyaUsulan Pansus Polusi Jakarta muncul setelah menerima tuntutan dari warga
Baca SelengkapnyaKualitas Udara Jakarta Memburuk 2 Bulan Terakhir, Sempat di Urutan Pertama Terburuk Dunia
Baca SelengkapnyaLewat salah satu posternya, Koalisi Ibukota tampak menyinggung kabar Presiden Joko Widodo yang mengalami batuk batuk selama 4 minggu karena udara buruk Jakarta.
Baca SelengkapnyaRachmat menyebut, polusi udara di Jakarta di sebabkan oleh emisi kendaraan bermotor dengan BBM berbasis fosil dan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU).
Baca Selengkapnya