Alasan revisi UU KPK di DPR harus ditolak
Merdeka.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana merevisi UU nomor 30 tahun 2002. Revisi UU KPK diusulkan enam fraksi yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi PPP, Fraksi NasDem, Fraksi PKB, dan Fraksi Hanura. Rancangan RUU KPK itu disampaikan saat rapat Badan Legislasi DPR, pada Selasa 6 Oktober 2015 kemarin.
Lembaga superbody ini justru diminta lebih fokus pada pencegahan. Padahal, dalam Pasal 4 disebutkan jika KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pencegahan tindak pidana korupsi. Selain difokuskan untuk pencegahan, KPK juga hanya diperbolehkan mengusut kasus korupsi yang merugikan negara minimal Rp 50 miliar.
Hal ini tercantum dalam pasal 13 draft revisi UU KPK yang berbunyi 'Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan tindak pidana korupsi'.
-
Apa yang DPR minta KPK usut? 'Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.'
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Siapa yang ingin mundur dari KPK? 'Da seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan. itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri,' kata dia.
-
Bagaimana proses pembuatan UU KIP? “Dulu ada tiga draf, draf dari DPR, draf dari LIN, draf dari masyarakat. Karena ini inisiatif oleh Baleg, UU inisiatif itu dulu sangat mahal, inilah kemenangan dari reformasi. apapun Undang-Undang yang bersangkutan demokratisasi kita akan dahulukan,“ katanya.
-
Apa alasan KKP menolak kebijakan pengeboman kapal? 'Tidak pernah, nggak pernah (menenggelamkan),' kata Inspektur Jenderal (Irjen) KKP, Tornanda Syaifullah, kepada awak media di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Rabu (24/7). Tornanda mengatakan, bahwa kebijakan penenggelaman kapal ilegal melalui teknik pengeboman justru akan merusak ekosistem laut. Mengingat, terdapat area konservasi dibawah laut yang terdampak kebijakan pengeboman kapal.'Itu sebenarnya merusak, kalau kapal di bom, itu merusak konservasi di bawahnya, kan itu ikut rusak sebenarnya,' tegasnya.
-
Bagaimana proses revisi UU Kementerian Negara dilakukan? Ada sembilan fraksi partai politik DPR yang menyetujui Revisi UU Kementerian Negara diproses ke tahan selanjutnya.
Fraksi PDIP paling gencar mendorong revisi UU KPK. Anggota Fraksi PDIP Arteria Dahlan mengungkapkan, PDIP akan mengerahkan kekuatan penuh agar UU KPK direvisi. "Saya pastikan bahwa kami Fraksi PDIP akan full team mendukung revisi UU KPK jadi bukan yang hanya menandatangani inisiasi revisi UU KPK," tegasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas menolak semua isi draft revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diusulkan anggota DPR.
"KPK setuju dan sependapat dengan pendapat presiden untuk menolak revisi UU KPK, itu yang bisa disampaikan," kata Plt Ketua KPK, Taufiqurrahman Ruki.
Sejumlah alasan revisi UU KPK harus ditolak mencuat ke permukaan. Merdeka.com merangkumnya. Berikut paparannya.
Pemberantasan korupsi kiamat
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai upaya pelemahan pemberantasan korupsi di Indonesia dan pelemahan terhadap eksistensi KPK kembali diuji. Kali ini melalui upaya segelintir politisi di DPR yang berupaya kembali melakukan revisi terhadap Undang-undang KPK.
"Upaya pelemahan komisi anti korupsi ini melalui revisi UU KPK bukan baru kali ini saja muncul, karena dalam jangka waktu kurang dari satu tahun, sudah ada dua kali upaya merevisi UU KPK," demikian siaran pers Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho, Lalola Easter, Aradila Caesar, Rabu (7/10).
ICW menduga revisi UU KPK menjadi agenda dari pihak-pihak yang tidak suka terhadap eksistensi KPK memberantas korupsi. Bahkan banyak pihak menduga bahwa usulan revisi UU KPK merupakan titipan para koruptor atau pihak-pihak yang berpotensi menjadi tersangka KPK.
"Padahal selama ini KPK telah menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, dan khususnya dalam upaya melakukan penindakan perkara korupsi dengan maksimal. Namun dibalik kewenangan KPK yang luar biasa masih saja ada pihak-pihak yang berharap sebaliknya. Ingin KPK dibubarkan atau kewenangan penindakannya dipangkas. Pra pro koruptor lebih suka menjadikan KPK sebagai Komisi Pencegahan Korupsi daripada Komisi Pemberantasan Korupsi," katanya.
Mengamputasi wewenang KPK
Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji menolak keras revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sebab, dinilainya revisi yang diusung DPR hanya untuk melemahkan kewenangan KPK.
"Revisi ini tegas jelas mengamputasi wewenang khusus lembaga KPK menjadi public state institution," kata Indriyanto saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (7/10).
Selain mengamputasi wewenang KPK, revisi ini dianggap tidak pada waktu yang tepat. Menurut dia, lembaga antirasuah memiliki struktur dan kewenangan khusus sehingga tidak bisa diganggu gugat.
"Terutama keberadaan lembaga KPK adalah basis kekhususan kelembagaan, baik struktur, kewenangan maupun teknis ketentuannya," jelas dia.
Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki menuturkan, kewenangan KPK dalam proses penuntutan tidak perlu dihapuskan. Sebab, selama ini penyelidik, penyidik dengan penuntut umum bisa membuktikan kerja sama yang baik. "Tuntutan dikabulkan oleh Majelis Hakim 100 persen," ujar Ruki.
Terkait revisi yang mengatur kewenangan KPK menangani kasus korupsi minimal Rp 50 miliar sangat tidak mendasar. Menurutnya, KPK selalu fokus kepada subjek hukum bukan total kerugian negara.
Umur KPK tak perlu dibatasi
Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki menuturkan, tidak perlu dilakukan pembatasan masa kerja KPK yang disebutkan paling lama 12 tahun.
"Sesuai Pasal 2 angka 2 Tap MPR nomor 8 tahun 2001 MPR RI mengamanatkan pembentukan KPK dan tidak disebutkan adanya pembatasan waktu," kata Ruki.
Pengamat Politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Adji Alfaraby menganggap pembatasan usia Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebagai pernyataan 'perang' dari DPR. Pembatasan usia KPK hanya selama 12 tahun kurang tepat. Dia menilai, seharusnya DPR lebih mementingkan mengenai indikator pengukuran objek yang lebih real, seperti indeks korupsi yang dilakukan oleh KPK.
"Indeks korupsi ini dibuat untuk mengetahui target-target yang harus dilakukan oleh KPK. Dalam kurun waktu tertentu bisa terlihat apakah KPK sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik, sehingga bisa diputuskan apakah KPK masih diperlukan lagi atau tidak," imbuhnya.
Penyadapan harus dipertahankan
Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki mengatakan kewenangan KPK dalam hal penyadapan sudah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu, dia menegaskan kewenangan penyadapan harus dipertahankan.
"Kalau dicabut akan melemahkan upaya-upaya KPK untuk pemberantasan korupsi, kedua penyadapan legal by regulated bukan court order, bukan izin pengadilan," tegas dia.
Lebih lanjut ditegaskan Ruki bahwa lembaga antirasuah tidak memiliki Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Kecuali, tersangka atau terdakwa meninggal dunia atau tersangka tidak layak diperiksa di Pengadilan.
Upaya mematikan KPK
Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indriyanto Seno Adji menyesalkan sikap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berkukuh revisi Undang-undang (UU) KPK. Pasalnya usulan itu diyakininya hanya memotong kewenangan pihaknya.
"Kalau DPR memang berkukuh untuk melakukan revisi yang berakibat pengamputasi eksistensi KPK maka sebaiknya dipikirkan saja perlu tidaknya kelembagaan KPK di bumi tercinta ini," kata Indriyanto saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (7/10).
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mengecam rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencana revisi ini dinilai bentuk pelemahan KPK yang hendak dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Koordinator MaTA Alfian menilai, pasal-pasal dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang KPK ini lambat laun akan mematikan lembaga anti korupsi tersebut. Sehingga korupsi diprediksikan akan tumbuh subur bila kewenangan KPK digundulkan.
"DPR saat ini tengah menabuh genderang perang terhadap pemberantasan korupsi. Revisi UU KPK secara substansial mencoba mematikan KPK secara perlahan," kata Alfian di Banda Aceh, Rabu (7/10). (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Koalisi Masyarakat Sipil Minta DPR Setop Revisi UU Polri, Ini Alasannya
Baca SelengkapnyaPKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.
Baca SelengkapnyaBaleg DPR RI menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas tentang revisi UU Pilkada.
Baca SelengkapnyaYenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.
Baca SelengkapnyaPKS menilai Jakarta masih layak menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibu Kota.
Baca Selengkapnya"Enggak ada, pikiran saja enggak ada, masa (terbitkan Perppu Pilkada)," kata Jokowi kepada wartawan di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8).
Baca SelengkapnyaPutusan MK sendiri berisi perubahan ambang batas pencalonan dan batas usia calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaBadan Legislasi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk dibahas di tingkat selanjutnya.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 3 September 2024.
Baca SelengkapnyaSalah satunya adanya aturan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta nantinya ditunjuk presiden.
Baca SelengkapnyaRapat ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi Undang-Undang (UU).
Baca SelengkapnyaDua putusan MK tersebut memiliki efek langsung buat kedua putra Presiden Jokowi.
Baca Selengkapnya