Alquran Kuno Kampung Bugis, Jejak Sejarah Islam di Pulau Dewata
Merdeka.com - Kampung Bugis yang berada di Pulau Serangan, Denpasar, Bali, membuka jejak sejarah peradaban Islam di Pulau Dewata. Ditandai dengan adanya Alquran kuno yang masih utuh tersimpan dan diwariskan kepada para generasi di perkampungan Islam Bugis. Alquran tersebut, tersimpan dalam sebuah kotak kayu berkaca yang dibalut dengan kain putih.
"Alquran tua itu, tulisan tangan, covernya dari kulit unta untuk panjangnya sekitar 40 cm lebarnya sekitar 20 cm. Kalau kertasnya, ada yang bilang pelepah pisang ada yang bilang kertas jati. Namun, pastinya saya belum tahu," kata Muhammad Syukur, Senin (20/5).
Muhammad Syukur (40) adalah generasi ke 5 yang mewarisi Alquran kuno tersebut dari kakeknya bernama Datuk Marjui dan diperkirakan Alquran kuno dibuat pada abad 17.
-
Siapa nenek moyang Nabi Muhammad? Ayahanda nabi Muhammad, yakni Abdullah adalah cucu dari Hasyim yang merupakan cikal bakal dari Bani hasyim.
-
Kapan turunnya Al-Quran? Malam lailatul qadar adalah malam turunnya Al-Qur’an.
-
Kapan Al-Quran turun pertama kali? Nuzulul Quran adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang menandai turunnya Al-Quran untuk pertama kalinya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini terjadi pada malam ke-17 Ramadhan, yang dikenal sebagai malam Lailatul Qadar, dianggap sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan.
-
Kapan Al-Quran turun? 'Ketika Al-Quran turun, kegelapan malam terang benderang dengan cahaya petunjuk.'
-
Kapan Al-Quran pertama kali turun? Ini adalah malam di mana Allah menurunkan wahyu berupa Al Quran kepada Nabi Muhammad SAW.
-
Siapa yang memberi Al-Quran? Dengan ramah, pria muslim dalam video kemudian memberikan hadiah berupa kitab suci Al-Quran.
"Saya keturunan ke lima, yang punya itu Datok Marjui diwariskan dari datuknya. Alquran itu berasal dari Arab Saudi, diperkirakan Alquran itu dibuat abad ke 17," ujar Syukur.
Menurut Syukur, awal Alquran kuno berada di Kampung Bugis, karena dibawa oleh datuknya. Dahulu, Alquran tersebut selalu dipakai untuk tadarus atau membaca kitab suci Alquran secara bersama-sama khususnya dalam bulan Ramadhan.
"Karena kakek-kakek kita semua dari Sulawesi dan dari Sulawesi mereka bawa Alquran itu. Dulu setiap tadarus memakai Alquran itu orang tua kita," ujar Syukur.
Syukur juga menjelaskan, bahwa saat ini kondisi Alquran untuk surat-surat di dalamnya sudah tak utuh atau hilang dan banyak yang terlepas. Hingga, pada kemudian Alquran kuno tersebut disimpan dalam kotak agar terawat.
Kemudian, Alquran kuno tersebut sudah mulai disimpan karena juga ada bantuan dari Pemerintah memberikan Alquran yang baru.
"Kondisi Alquran surat-surat sudah banyak yang tercecer karena saking banyaknya orang ziarah untuk melihat. Jadi terlepas-lepas dan seminggu yang lalu sebelum Ramadan ada Dinas kebudayaan meninjau dan mereka menyusunnya kembali," kata Syukur.
Dari cerita Syukur, Alquran kuno tersebut juga pernah mau dibeli dan diminta untuk disimpan di sebuah museum di Jakarta. Namun, kakeknya tidak mau sehingga Alquran tersebut masih berada di Kampung Bugis. Selain itu, Alquran tersebut juga pernah diteliti oleh ahli dari Universitas Udayana, Bali.
"Sudah tiga kali dibawa ke Jakarta untuk dipamerkan atau disyiarkan dan juga pernah diteliti oleh seorang ahli. Kita ada keluarga di Denpasar yang aktif di MUI, beliau-lah yang membawa dan mempromosikan. Kemudian mau dimintai dan tidak dibolehkan oleh Datuk," ungkap Syukur.
Syukur juga menjelaskan, dari umur Alquran tersebut menandai bahwa peradaban Islam di Pulau Serangan sudah tua dan salah satu awal perkampungan muslim di Bali.
"Jadi dari umur Alquran itu, umur orang Islam di sini sudah tua. Jadi kita ini muslim Bali," jelasnya.
Syukur juga berharap kedepannya, akan membuat yayasan rumah tua. Karena kampus Bugis juga ada cagar budaya rumah panggung asli Bugis yang berada di tengah-tengah perkampungan Islam dan masih dalam kondisi terawat.
"Karena ada cagar budaya kemudian ada prasasti dan di dalamnya nanti ada Alquran. Nanti bisa ada tempat wisata religi. Intinya dengan ada Alquran itu ada nilai budaya di sini dan nilai-nilai Alquran di sini bisa membuat gemar membaca Alquran," harap Syukur.
"Kita itu dulu pernah jaya karena Alquran dan datuk-datuk kita itu kuat dengan ibadahnya. Semoga tempat ini menjadi wisata religi, itu lebih bagus untuk dikembangkan dengan adanya situs-situs tua di sini. Hingga, banyak wisatawan mengunjungi peradaban Islam tua dan beribadah dengan baik," ujar Syukur.
Tak sampai di situ, Syukur juga menceritakan awal terbentuknya perkampungan Islam Bugis di Pulau Serangan, dari kisah yang diketahuinya berawal dari 5 kelompok keluarga dari Bugis yang berlayar dari Sulawesi ke Pulau Serangan, Bali.
Konon, kedatangan mereka bertepatan dengan masa-masa sulit pendudukan kolonial Belanda (VOC) di Bali. Selain itu, warga Kampung Bugis juga ikut dalam perang Puputan Badung, Bali, yang terjadi pada kala itu.
"Memang kakek-kakek kita dahulu pelayar dari Sulawesi ke Bali, baik dalam perdagangan rempah-rempah dan pencari ikan. Karena di sebelah utara dahulu di Pulau Serangan memang ada Pelabuhan dan Dermaga besar," ujarnya.
"Kalau menurut sejarah yang saya dengarkan itu ada 5 kelompok keluarga dari Sulawesi dan (Islam) berkembang pesat di sini. Era VOC kita merantau ke sini, makannya kita ikut perang Puputan itu," sambung Syukur.
Berjalan waktu, perkembangan Islam pesat di Kampung Bugis Pulau Serangan. Sehingga, menjadi sebuah persaudaraan antara Islam dan Hindu yang nyata hingga hari ini. Saat ini, warga kampung Bugis kurang lebih ada 100 KK.
"Sehingga, peradaban di sini berkembang dan kita itu dekat dengan orang-orang Hindu di Bali sampai-sampai kita dekat dengan kerajaan Badung, Bali," ujar Syukur.
Syukur juga menceritakan, bahwa dahulunya perkampungan Islam Bugis itu adalah rumah-rumah panggung asli Bugis yang terbuat dari kayu. Namun, berkembangnya waktu beruban menjadi rumah gedung karena harga dan perawatan kayu yang mahal.
"Dulunya semua rumah panggung waktu saya masih kecil. Sekitar tahun 1992 dan 1993 itu sudah berubah. Karena, kayu itu mahal dan susah merawatnya dan akhirnya memilih gedung," ujarnya.
Selain peninggalan rumah panggung Bugis dan Alquran kuno, di Kampung Islam Bugis juga ada kuburan tua yang batu nisannya tertulis dengan huruf Arab serta Masjid tua bernama As-Syuhada, yang konon dibangun pada akhir abad ke-17, dan menyimpan jejak-jejak bersejarah Islam di Kampung Bugis.
Namun, lantaran kondisi masjid sudah tergerus usia, pembangunan serta renovasi pun dilakukan. Masjid As-Syuhada kini berdiri megah di tengah perkampungan.
Syukur juga tidak mengetahui pasti, Ulama yang pertamakali menyebar Islam terdahulu di Kampung Bugis. Namun, dari cerita datuknya ada seorang ulama dari yang dipanggil tuan guru dan menyebarkan ajaran Islam di Kampung Bugis.
"Karena menurut datuk yang menyebar Islam itu tuan guru yang menyebar Islam di sini," ujarnya.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masjid tua itu konon merupakan peninggalan Ki Ageng Pandanaran
Baca SelengkapnyaRumah yang kini menjadi Cagar Budaya Kabupaten Agam itu dulunya dijaga oleh Syech Muhammad Saidi beserta keturunannya.
Baca SelengkapnyaMakam para ulama ini terletak di pemakaman umum desa.
Baca SelengkapnyaBatu Quran merupakan situs bersejarah, berisi batu dengan lafaz yang dipercaya merupakan ukiran jari telunjuk dari Syekh Maulana Mansyuruddin.
Baca SelengkapnyaSosoknya cukup berpengaruh dalam perkembangan Agama Islam di Cirebon
Baca SelengkapnyaBanyak penutur sejarah yang menyebut bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1755,
Baca SelengkapnyaMasjid ini merupakan cikal bakal berdirinya Kota Pontianak pada tahun 1771.
Baca SelengkapnyaMasjid ini dibangun diatas ukuran 13,1 m × 13,1 m yang terdiri dari 14 pintu jendela, 2 pintu besar, 8 tiang penyangga dan 1 tiang utama
Baca SelengkapnyaPerjalanannya dari Tuban ke Makkah dan sebaliknya ibarat hanya melangkahkan kaki
Baca SelengkapnyaMotif kaligrafi tersebut kabarnya dibuat oleh keturunan kerajaan yang sempat mengungsi untuk menghindari kejaran Belanda.
Baca SelengkapnyaIni salah satu manuskrip Alquran paling terkenal, yang dikenal dengan nama Alquran Biru.
Baca SelengkapnyaUlama ini datang ke Tuban jauh sebelum era Wali Songo
Baca Selengkapnya