Ambil alat peraga kampanye buat alas tidur, 3 mahasiswa Unila dibui
Merdeka.com - Tiga mahasiswa divonis bersalah atas tuduhan mengambil alat peraga kampanye pasangan calon wali kota Bandarlampung. Tak puas dengan putusan hakim ketiganya mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tanjungkarang.
Hanafi Sampurna, salah satu kuasa hukum ketiga mahasiswa Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung (Unila) di Bandarlampung, menjelaskan bahwa upaya hukum banding diambil setelah bermusyawarah dengan orang tua terdakwa. Ketiga mahasiswa yang menempuh upaya hukum itu yaitu Taufik Imam Ashari, Ditho Nugraha, dan Nuri Widiantoro.
Menurutnya, berdasarkan musyawarah dengan orang tua ketiga mahasiswa itu yang menilai vonis satu bulan penjara tidaklah adil. "Kami berupaya untuk mencari keadilan dengan mengajukan banding ke PT Tanjungkarang," ujar Hanafi dilansir dari Antara, Rabu (18/11).
-
Siapa yang mengajukan gugatan praperadilan? Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Bandung Eman Sulaeman mengabulkan permohonan gugatan sidang praperadilan oleh pihak pemohon yakni Pegi Setiawan terhadap Polda Jabar.
-
Siapa yang mengajukan sengketa Pileg? Diketahui, pada hari Senin pekan depan, MK sudah mengagendakan sidang sebanyak 79 perkara dan 53 perkara untuk hari Selasa.
-
Apa tuntutan mahasiswa saat itu? Lahirlah apa yang dinamakan TRITURA. Tritura atau Tri Tuntutan Rakyat 1. Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya 2. Rombak Kabinet Dwikora 3. Turunkan Harga-Harga
-
Kenapa Mahkamah Agung membuat 'Pesan Bermakna Jilid III'? Film ini hadir sebagai upaya Mahkamah Agung semakin dekat dengan masyarakat. Selain itu, aspek nilai kejujuran dan integritas menjadi poin utama yang ditekankan dalam membangun peradilan modern dengan SDM yang berkualitas.
-
Siapa yang mengajukan gugatan sengketa Pilpres? Sementara gugatan sengketa Pilpres yang diajukan oleh Paslon nomor urut 2 ataupun 3 tidak menyentuh kepada perkara sengketa pemilu sebagaimana yang dimaksudkan di dalam undang-undang.
Ketiga mahasiswa itu sebelumnya divonis 1 bulan penjara dan denda Rp 100 ribu subsider 1 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang.
Hanafi berharap, hakim PT Tanjungkarang berani mengambil putusan yang dapat memberikan rasa keadilan kepada ketiga mahasiswa tersebut.
"Bahwa perkara ini hanyalah perkara sepele karena hanya dua buah baner APK berharga tidak lebih dari Rp 200 ribu, dan pengambilan alat peraga kampanye itu bukan bermaksud untuk menghilangkannya tetapi didasarkan niat baik ketiganya untuk mencarikan alas tidur bagi mahasiswa baru pada acara malam keakraban," ujar Wakil Direktur LBH Pers Lampung tersebut.
Selain itu, menurutnya, calon Wali Kota Bandarlampung Muhammad Yunus, dan calon Wali Kota Bandarlampung Herman HN melalui penghubungnya Rachmat Husien DC, telah memberikan maaf kepada ketiga mahasiswa tersebut.
"Untuk itu, kami berharap hakim PT Tanjungkarang dapat melihat perkara ini secara arif dan bijaksana, mengingat ketiganya merupakan mahasiswa aktif. Hakim jangan terpaku dengan hukuman minimal satu bulan penjara, karena banyak yurisprudensi perkara tindak pidana pemilu yang hukumannya percobaan," ujar pengacara publik yang mantan Koordinator Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung itu pula.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Korban merupakan mahasiswa baru asal Fakultas Kehutanan Untad.
Baca SelengkapnyaSepasang kekasih ini melakukan pelecehan seksual dengan korban teman-temannya sendiri. Motifnya memenuhi hasrat seksual.
Baca SelengkapnyaKomisi Etik Unand melakukan pemeriksaan untuk dapat mengungkapkan masalah tersebut secara objektif.
Baca SelengkapnyaViral Penghuni Indekos di Tangsel Ngaku Diintimidasi saat Beribadah, Polisi Tetapkan 4 Tersangka
Baca SelengkapnyaSebanyak 899 kampus di 35 propinsi dengan melibatkan sebanyak 14.000 mahasiswa melakukan pergerakan tersebut.
Baca SelengkapnyaDalam orasinya, mereka juga menolak pelanggaran HAM yang hingga saat ini masih banyak kasus yang belum terselesaikan.
Baca SelengkapnyaAksi bertajuk 'Mimbar Bebas Selamatkan Demokrasi' ini digelar untuk menentang praktik politik dinasti di tanah air.
Baca SelengkapnyaMahasiswa berangka pukul 11.30 menggunakan 10 kopaja dan 20 angkot. Mereka juga membawa sejumlah spanduk dan poster.
Baca SelengkapnyaAksi tersebut berujung ricuh setelah mahasiswa yang ingin masuk kedalam gedung DPRD dipukul mundur polisi.
Baca SelengkapnyaAksi ini digelar sebagai bentuk demokrasi untuk melawan Politik Dinasti serta menolak Pelanggaran HAM.
Baca SelengkapnyaPolisi memutuskan tidah menahan para pelaku dan hanya dikenakan wajib lapor.
Baca SelengkapnyaMahasiswa menolak praktik politik dinasti dan mengkritisi putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres.
Baca Selengkapnya