AMSI Sebut Algoritma Mesin Pencarian Mengganggu Kualitas Berita
Merdeka.com - Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut menilai, algoritma pada mesin pencarian di internet begitu mengganggu kualitas berita. Pasalnya konten berita yang ditulis oleh seorang wartawan supaya dapat mudah ditemukan pembaca harus mengikuti pakem-pakem algoritma yang telah ditentukan.
"Yang kita bayangkan orang datang ke Google, bawa dengan keyword, Google bilang supaya berita anda itu ada di halaman pertama atau paling atas, itu keyword yang dicari itu harus ada di judul. Supaya berita itu ada di atau halaman pertama, keyword itu sesering mungkin muncul di body tulisan anda. Lebih bagus kalau keyword itu nongol dua kali di judulnya. Kan kacau sekali judul berita kalau mengikuti semua syarat dari si algoritma itu. Algoritma ini jelas mengganggu kualitas berita," kata pria yang akrab disapa Wens itu dalam acara Konferensi Nasional Komunikasi Humanis, Kamis (19/11).
Menurutnya, hal ini akhirnya memaksa para wartawan untuk belajar search engine optimizer atau SEO. Di mana sebagai rumusan-rumusan dalam menulis agar dapat ditemukan pembaca di mesin pencarian.
-
Mengapa penghindaran berita meningkat? Para penulis laporan ini memperkirakan kenaikan angka ini disebabkan oleh berita perang di Ukraina dan Timur Tengah. Saat ini, penghindaran berita berada pada tingkat rekor tertinggi.
-
Kenapa kosakata yang persuasif bisa memengaruhi opini pembaca? Kata-kata yang persuasif atau emotif dapat memengaruhi pembaca untuk mempertimbangkan sudut pandang atau argumen yang disajikan dalam artikel.
-
Kenapa artikel dibuat? Secara umum karangan artikel dibuat untuk menyampaikan gagasan atau informasi yang sarat data dan fakta.
-
Bagaimana representasi dalam media membentuk pemahaman audiens? Teks media memiliki kekuatan untuk membentuk pengetahuan dan pemahaman audiens tentang topik-topik penting ini.
-
Apa yang membuat orang menghindari berita? Banyak yang menganggap berita saat ini terasa menyedihkan, tiada henti dan membosankan. Menurut laporan itu, hasil survei mengungkap 4 dari 10 (39%) orang di seluruh dunia mengatakan mereka kadang-kadang atau sering secara aktif menghindari berita.
-
Bagaimana fakta bisa meyakinkan pembaca? Seperti disebutkan di atas, jika tujuan utama dari teks persuasif sendiri adalah untuk memengaruhi pembaca. Jadi, data dan fakta tersebut sangat penting perannya sebagai alasan-alasan yang kuat dalam mendukung isi dari tulisan.
"Sekarang juga wartawan harus belajar soal itu, SEO itu. Tidak cukup hanya belajar menulis, dia harus belajar SEO, dia harus belajar cara pikirnya Google, dan juga harus belajar cara pikirnya Facebook, kalau tidak gak akan ketemu dengan pembaca tulisan dia," ujarnya.
Algoritma dalam Facebook yang menitikberatkan pada 'engagement' misalnya seperti comment, share dan juga like, juga berpotensi mengamplifikasi ujaran kebencian ataupun hoaks.
"Bayangin aja, kalau hate speech, kalau hoax itu tinggi engagement-nya, maka daya sebenarnya akan semakin cepat menggunakan rumusan algoritma seperti ini," jelas Wens.
Jika mekanisme ini dilanggengkan, menurut Wens, lama-kelamaan akan mempengaruhi sikap wartawan dalam menulis konten berita. Imbasnya mereka akan tergoda membuat berita dengan kualitas rendah asalkan dapat meraup banyak pembaca.
"Eh agar berita itu viral, gini loh caranya. Engagement-nya harus diperhatikan. Mereka tergoda untuk bikin click bait, mereka tergoda untuk bikin berita menimbulkan polemik dan mengorbankan kualitas, karena ada algoritma engagement ini salah satunya," paparnya.
Muaranya, lanjut Wens, jurnalis akan disetir oleh publik, bukan malah yang seharusnya yakni jurnalisme yang dikontrol oleh standar jurnalisme yang berlaku. Dan media akhirnya menulis apa yang disukai publik ketimbang apa yang seharusnya.
"Pada akhirnya justru media atau jurnalisme disetir oleh publik, bukan disetir oleh rumusan jurnalisme. Yang makin disukai diklik banyak orang, dikonter banyak orang, makin tinggi di-share itu yang diproduksi oleh media," tutup Wens.
Reporter: Yopi MakdoriSumber: Liputan6.com
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
AI merupakan pembunuh publisher right. Dengan adanya AI, poin utama dan isu terkait publisher right ini bisa berubah.
Baca SelengkapnyaPakar Siber AS Ungkap Bahaya AI, Warga Bisa Ditelepon dengan Suara Presiden
Baca SelengkapnyaAlat tersebut diharapakan dapat membantu jurnalis dalam menyusun berita.
Baca SelengkapnyaTanpa adanya regulasi yang jelas, media siber cenderung tidak mendapatkan insentif dari berita atau konten yang diambil oleh platform digital.
Baca SelengkapnyaLG Electronics melakukan survei tentang media sosial dan algoritma.
Baca SelengkapnyaMenyiapkan diri, bangsa, dan negara memanfaatkan AI dan menanggulangi dampak buruknya bukan lagi suatu pilihan, namun menjadi keharusan.
Baca SelengkapnyaGoogle menjadi pilihan masyarakat untuk melakukan pencarian. Tetapi, peminat Google belakangan ini mengalami tanda-tanda penurunan.
Baca SelengkapnyaAMSI dan AJI merupakan dua organisasi dari Indonesia yang terlibat dalam perumusan prinsip global tersebut.
Baca SelengkapnyaJumlah Situs Berita Hoaks di AS Lebih Banyak Dari Surat Kabar Resmi, Ini Perbandingan Jumlahnya
Baca SelengkapnyaJokowi meminta kode etik jurnalistik terus dipegang teguh.
Baca SelengkapnyaSurvei: 4 Dari 10 Orang di Dunia Tidak Mau Lagi Baca Berita, Mereka Lebih Memilih Konten Ini
Baca Selengkapnya