Analisis Pakar Penyebab Kasus Covid-19 di Indonesia Melonjak Tajam
Merdeka.com - Kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia melonjak tajam dalam beberapa pekan terakhir. Bahkan pada Rabu (9/2), kasus Covid-19 harian bertambah 46.843, tertinggi sejak 28 Juli 2021.
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai salah satu penyebab kasus Covid-19 melonjak tajam ialah testing (pemeriksaan) dan tracing (penelusuran) rendah.
"Saya melihat ini memang testing kurang gencar dan terkesan 'ah ini ringan, bisa diatasi'," katanya saat dihubungi merdeka.com, Rabu (9/2).
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Kapan Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kenapa penderita TBC di Cianjur meningkat? Berdasarkan catatannya, kasus TBC di Kabupaten Cianjur pada 2021 sebanyak 4.643, lalu di 2022 menjadi 7.107 dan di 2023 per Januari sampai Juli terdapat 3.403 kasus.
-
Apa yang ditemukan peneliti? Para peneliti menggambarkan spesies baru dari genus Calotes di Tiongkok selatan dan Vietnam utara.
Menurutnya, testing dan tracing sangat penting untuk melakukan pemetaan situasi penularan Covid-19. Khusus tracing bisa memutus rantai penularan Covid-19. Melalui tracing, pemerintah bisa mengintervensi dalam pelaksanaan isolasi atau karantina.
"Dengan tracing, tracking tadi sehingga orang yang masuk program isolasi karantina jadi banyak. Bahkan harusnya 80 persen dari yang kontak (erat dengan kasus Covid-19) itu. Nah ini yang belum, ini belum," ujarnya.
Selain itu, literasi komunikasi tentang bahaya varian Omicron masih rendah. Bahkan, komunikasi publik saat ini lebih mengedepankan karakteristik Omicron yang ringan dan tidak membebani fasilitas kesehatan.
"Jadi terkesan selalu masih happy talk dan ini berbahaya. Karena kita sekali lagi dalam literasi komunikasi sampaikan apa adanya supaya masyarakat terbangun," ucapnya.
Seharusnya semua stakeholder hingga kepala daerah mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap penularan Omicron. Dia mengingatkan, gejala ringan pada pasien Omicron merupakan dampak dari vaksinasi.
Meskipun gejala yang ditimbulkan bersifat ringan, virus SARS-CoV-2 itu tetap bisa memicu long Covid-19. Long Covid-19 merupakan gejala berkelanjutan setelah dinyatakan sembuh dari virus Corona.
"Begitu pandemi ini nanti selesai, masalah belum selesai. Bukan berarti otomatis selesai karena ada long Covid-19 yang akan kita hadapi. Bahkan tidak usah nunggu 5-10 tahun, 1 tahun lagi atau bahkan sekarang sudah ada kardiovaskular meningkat," katanya.
"Belum kasus lain pada anak misalnya. Nah ini yang harus dipahami, artinya penting prinsip mencegah infeksi dengan segala macam itu harus kita lakukan daripada terinfeksi," imbuhnya.
Sementara Pakar Kesehatan Masyarakat Hasbullah Thabrany mengaku belum bisa menyimpulkan lonjakan kasus Covid-19 saat ini karena testing dan testing yang rendah. Dia menduga kenaikan kasus yang tajam disebabkan karakteristik penularan Omicron yang sangat cepat.
Di sisi lain, masyarakat mulai lengah terhadap protokol kesehatan setelah gelombang kedua atau Covid-19 varian Delta mereda.
"Nampaknya banyak masyarakat mulai lengah, tidak begitu waspada lagi. Jadi penularan bisa begitu cepat," katanya kepada merdeka.com, Kamis (10/2).
Hasbullah menilai perlu kontrol dari pemerintah agar masyarakat kembali meningkatkan kewaspadaan terhadap Covid-19. Pengendalian Covid-19 tidak bisa hanya mengandalkan testing dan tracing. Sebab, kedua upaya itu membutuhkan banyak biaya.
"Kalau testingnya dan tracing itu mahal sekali, capek. Kalau masyarakatnya enggak dipaksa untuk prokesnya ketat, akan menghabiskan banyak uang, banyak tenaga, akan juga lonjakan kasusnya mungkin bisa 3 kali lebih banyak. Mungkin bisa 150.000 satu hari, ini yang kita khawatir. Kuncinya, disiplin masyarakat," katanya mengakhiri.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan kasus positif Covid-19 nasional konsisten mengalami kenaikan. Hingga saat ini, kenaikannya jauh melebihi puncak gelombang pertama pandemi Covid-19.
Pada puncak gelombang pertama, penambahan kasus Covid-19 mingguan tertinggi adalah sebesar 88.000 kasus. Sementara pekan lalu, penambahan kasus Covid-19 mencapai lebih dari 170.000 kasus.
"Hampir dua kali lipat puncak gelombang pertama," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube BNPB Indonesia, Selasa (8/2).
Jika dibandingkan dengan gelombang kedua, penambahan kasus Covid-19 saat ini setara dengan akhir Juni 2021. Artinya, kenaikan kasus kini mencapai setengah dari puncak gelombang kedua.
Wiku mencatat, lonjakan kasus Covid-19 saat ini juga lebih cepat dibandingkan gelombang kedua. Pada gelombang kedua, peningkatan telah terjadi sejak awal Mei 2021 atau membutuhkan waktu delapan minggu untuk mencapai kondisi kasus yang setara dengan saat ini.
"Sementara penambahan kasus saat ini hanya dicapai dalam waktu tiga minggu saja atau dua setengah kali lebih cepat dibanding lonjakan kedua," jelasnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tjandra Yoga Aditama mengatakan, tren peningkatan laju kasus Covid-19 di Indonesia dan sejumlah negara lain masih perlu diwaspadai.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaTjandra mengatakan, data WHO menunjukkan, ada kenaikan 255 persen perawatan Covid-19 di rumah sakit Indonesia.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 di Singapura melonjak drastis. Indonesia mulai waspada.
Baca Selengkapnyamengonfirmasi tren kasus mingguan Covid-19 di Indonesia kembali mengalami peningkatan.
Baca SelengkapnyaTerjadi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Baca SelengkapnyaData itu terungkap setelah Pemprov Jakarta memiliki alat lengkap.
Baca SelengkapnyaMetode PCR sebelumnya juga digunakan untuk mendeteksi virus corona.
Baca SelengkapnyaSejumlah negara melaporkan kembali naiknya kasus virus Covid-19 sejak akhir November 2023.
Baca SelengkapnyaDinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengungkapkan tiga penyebab kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaKemenkes meminta pelayanan kesehatan meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19.
Baca Selengkapnya