Andi Irfan Jaya Jalani Sidang Pembacaan Vonis Kasus Gratifikasi Fatwa MA Hari ini
Merdeka.com - Terdakwa perkara gratifikasi kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Andi Irfan Jaya akan menjalani sidang pembacaan vonis atau putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada hari ini, Rabu (13/1).
"Rencananya pagi ini, sekitar pukul 10.00 WIB," kata pengacara Andi Irfan, M Nur Saleh saat dikonfirmasi pada Rabu (13/1).
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut pengusaha Andi Irfan Jaya 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan karena terbukti membantu penerimaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,28 miliar) sekaligus permufakatan jahat untuk memberikan uang kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung sebesar 10 juta dolar AS (sekitar Rp145,6 miliar).
-
Apa yang dituntut oleh jaksa? 'Menghukum terdakwa Bayu Firlen dengan pidana penjara selama selama 4 (empat) Tahun dan Denda Sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) Subsider 6 (enam) bulan penjara dikurangi selama Terdakwa ditahan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan,' lanjutan dari keterangan yang dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Siapa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi? Kejaksaan Agung secara resmi mengumumkan status Harvey Moeis sebagai tersangka, langsung mengirimnya ke tahanan.
-
Bagaimana Hendarman Supandji memastikan Jaksa pilihannya tidak korupsi? Berulangkali, kata Hendarman, dirinya menekankan kepada jaksa tersebut agak tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan atau melanggar hukum.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang dituduh melakukan korupsi? 'Permintaan kebutuhan operasional Syahrul Yasin Limpo dan keluarganya yang juga didukung dengan petunjuk berupa barang bukti elektronik, chat WA antara terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan Imam Mujahidin Fahmid, serta adanya barang bukti antara lain dokumen catatan staf Kementan RI dan bukti kwitansi serta transfer uang pembayaran kebutuhan menteri dan keluarganya.
-
Bagaimana Kejaksaan Agung teliti kasus? 'Tim Penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan RD selaku Direktur PT SMIP sebagai tersangka,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
Atas hal itu, jaksa menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa Andi Irfan Jaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa selama 2 tahun dan 6 bulan penjara ditambah pidana denda sebesar Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Muhammad Deniardi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/12/2020)
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan kesatu dan kedua dari pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 56 ke-1 dan pasal 15 jo pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan KKN, terdakwa Andi Irfan Jaya tidak mengakui kesalahannya. Hal yang meringankan, terdakwa Andi Irfan Jaya tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi, terdakwa bersikap sopan dan mempermudah jalannya persidangan," ujar jaksa Deniardi menambahkan
Perjalan Perkara Andi Irfan
Tujuan pemberian suap itu adalah agar pidana penjara 2 tahun yang dijatuhkan kepada terpidana kasus 'cessie' Bank Bali Djoko Tjandra Putusan PK Nomor 12 pada 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi sehingga Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Andi Irfan dihubungi Pinangki Sirna Malasari pada 22 November 2019 untuk bertemu Djoko Tjandra pada 25 November di Kuala Lumpur, Malaysia. Selain keduanya, ada juga advokat Anita Kolopaking.
Sesampainya di Kuala Lumpur, ketiganya bertemu Djoko Tjandra di kantornya, The Exchange 106 dan dalam pertemuan itu Pinangki memperkenalkan Andi Irfan sebagai sebagai konsultan yang akan meredam pemberitaan di media massa apabila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia.
Andi Irfan, Pinangki dan Anita Kolopaking lalu menyerahkan 'action plan' kepada Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung.
"Action plan" tersebut terdiri dari 10 tahap pelaksanaan dan mencantumkan inisial 'BR' yaitu Jaksa Agung ST Burhanuddin dan 'HA' selaku Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali, termasuk harga 'fee' yang harus dibayarkan Djoko Tjandra di setiap tahapannya.
Proposal 'action plan' yang ditawarkan berisi rencana tindakan dan biaya untuk mengurus Fatwa MA melalui Kejaksaan Agung tersebut sebesar 100 juta dolar AS, namun Djoko Tjandra hanya menyetujui dan menjanjikan seluruh pembiayaan yang dituangkan dalam 'action plan'" sebesar 10 juta dolar AS.
Untuk memastikan Djoko Tjandra memberikan uang, Pinangki meminta Anita Kolopaking membuat draf surat kuasa menjual aset dari Djoko Tjandra kepada Andi Irfan Jaya sebagai jaminan bila kesepakatan pembayaran 10 juta dolar AS dan uang muka yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak dibayar.
Pada 26 November 2019, Joko Tjandra melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma (almarhum), memberikan uang 500 ribu dolar AS kepada Andi Irfan Jaya di sekitar mall Senayan City.
Andi Irfan lalu memberikannya kepada Pinangki yang lalu menyerahkan sebesar 50 ribu dolar AS (sekitar Rp740 juta) kepada Anita Kolopaking dengan mengatakan bahwa Pinangki baru menerima 150 ribu dolar AS dan akan memberikan kekurangannya setelah Djoko Tjandra memberikan uang yang dijanjikan.
Atas perbuatannya, Andi Irfan didakwa berdasarkan 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu mengenai bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Dalam dakwaan kedua Andi Irfan Jaya didakwa melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Tjandra yaitu untuk memberikan uang sebesar 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung.
Tujuannya adalah agar pejabat di Kejaksaan Agung dan di MA memberikan fatwa MA melalui Kejaksaan Agung sehingga pidana penjara kepada Djoko Tjandra berdasarkan Putusan PK Nomor 12 tertanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi dan Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Cara-cara yang dilakukan sama seperti diuraikan dalam dakwaan pertama yaitu perbuatan pemberian uang kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Timnas Pemenangan AMIN yakin kasus Indra merupakan perkara yang sengaja dimunculkan di tengah kampanye.
Baca SelengkapnyaSidang Putusan Gugatan Firli dipimpin oleh hakim tunggal Imelda Herawati telah membuka proses sidang.
Baca SelengkapnyaAgenda sidang praperadilan Firli hari ini pembacaan kesimpulan.
Baca SelengkapnyaMA diminta tetap menjadi lokomotif pemberantasan korupsi di Indonesia seiring dengan adanya pemerintahan baru.
Baca Selengkapnya