Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Anggota DPR Minta Pemerintah Cabut SE Menhub Soal Wajib PCR Perjalanan Darat

Anggota DPR Minta Pemerintah Cabut SE Menhub Soal Wajib PCR Perjalanan Darat Biaya Swab Antigen dan PCR turun Harga. ©2021 Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Demokrat Irwan mengingatkan pemerintah agar tak terjebak dalam pusaran bisnis tes Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Dia menegaskan supaya pemerintah berhenti berbuat zalim atas penderitaan rakyat.

Hal tersebut mengkritik terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor 90 Tahun 2021 tentang Petunjuk Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Covid-19.

"Saya ingatkan! Pemerintah jangan sampai jadi marketing atau terjebak kongsi bisnis dengan perusahaan PCR di tengah pandemi yang membuat rakyat menderita dengan mengeluarkan regulasi yang menguntungkan para pengusaha PCR," ujar Irwan melalui keterangan tertulis, Selasa (2/11).

Orang lain juga bertanya?

Menurut Irwan, mewajibkan tes PCR atau antigen bagi masyarakat yang melakukan perjalanan jarak jauh dalam negeri dengan menggunakan moda transportasi darat adalah kebijakan yang zalim. Dia mengatakan, ada banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah untuk membatasi mobilitas masyarakat tanpa harus mengeluarkan kebijakan tersebut.

Untuk diketahui, dalam SE 90/2021 itu disebutkan, pelaku perjalanan jarak jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak minimal 250 KM atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa-Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama dan surat keterangan hasil PCR maksimal 3x24 jam atau antigen maksimal 1x24 jam sebelum perjalanan.

"Itu sangat zalim di tengah penderitaan mereka. Masih banyak cara membatasi mobilitas masyarakat tanpa harus mewajibkan penggunaan PCR," ujarnya.

Irwan menilai, sebaiknya SE 90/2021 segera dicabut sebab dapat membingungkan masyarakat. Apalagi, pemerintah sudah mengumumkan bahwa wajib tes PCR bagi calon penumpang pesawat khusus wilayah Jawa-Bali sudah dicabut.

"Seiring dengan rencana pemerintah menghapus tes PCR di Jawa-Bali dan cukup tes antigen, saya minta sebaiknya SE Kemenhub ini dicabut saja. Hanya membingungkan masyarakat dan tidak efektif di lapangan," kata Irwan.

Selain membingungkan masyarakat, Irwan juga menilai implementasi di lapangan atas SE tersebut tidak efektif. Menurutnya, jika untuk membatasi mobilitas masyarakat selama masa libur Natal dan Tahun Baru, lebih baik pemerintah mengeluarkan surat edaran mengenai larangan mudik.

Irwan mengatakan, SE larangan mudik akan jauh lebih efektif membatasi mobilitas masyarakat ketimbang menerbitkan aturan yang tertuang dalam SE 90/2021.

"Jika semangatnya membatasi mobilitas masyarakat dalam rangka liburan Natal dan Tahun Baru, lebih baik edaran larangan mudik tegas dan itu lebih efektif membatasi masyarakat bepergian," kata Irwan.

Lagi pula, menurutnya petugas di lapangan akan mengalami banyak kesulitan dengan terbitnya aturan tersebut. Sebab, sangat sulit membedakan mana masyarakat yang bepergian di atas dan kurang dari 250 KM.

SE 90/2021 itu, kata Irwan hanya akan menimbulkan kemacetan dan berbagai masalah transportasi darat lainnya jika tidak segera dicabut.

"Bagaimana cara membedakan masyarakat yang bepergian di atas dan kurang dari 250 KM di lapangan. Apakah tidak menimbulkan kemacetan dan permasalahan transportasi darat lainnya?" kata Irwan.

"Saya minta sebaiknya Surat Edaran Kemenhub ini dicabut saja," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan, melalui SE 90/2021 tersebut, para pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak minimal 250 Km atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama dan surat keterangan hasil RT-PCR maksimal 3x24 jam atau antigen maksimal 1x24 jam sebelum perjalanan.

"Ketentuan syarat perjalanan tersebut berlaku bagi pengguna kendaraan bermotor perseorangan, sepeda motor, kendaraan bermotor umum, maupun angkutan penyeberangan," kata Budi Setiyadi dalam keterangannya yang dipantau di Jakarta, Minggu (31/10).

(mdk/bal)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ketua DPR Puan Maharani: No viral, No Justice
Ketua DPR Puan Maharani: No viral, No Justice

Ketua DPR menilai mengatakan inisiatif masyarakat untuk memviralkan permasalahan di media sosial atau no viral, no justice menjadi tantangan bagi DPR

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tegas Masinton PDIP Suarakan Presiden Jokowi Turun & DPR Bubar Jika Rakyat Tak Didengar
VIDEO: Tegas Masinton PDIP Suarakan Presiden Jokowi Turun & DPR Bubar Jika Rakyat Tak Didengar

Masinton Pasaribu menemui para demonstran dalam aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi

Baca Selengkapnya
Respons Puan Maharani Soal Pengakuan Agus Rahardjo Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Korupsi e-KTP
Respons Puan Maharani Soal Pengakuan Agus Rahardjo Diperintah Jokowi Hentikan Kasus Korupsi e-KTP

Sebelumnya, Agus Rahardjo mengungkapkan dirinya pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP

Baca Selengkapnya
DPR Kritisi PNS WFH Bukan Solusi Konkret Atasi Polusi jika Kendaraan Terus Diproduksi
DPR Kritisi PNS WFH Bukan Solusi Konkret Atasi Polusi jika Kendaraan Terus Diproduksi

Penanganan polusi di Jakarta perlu melibatkan semua pihak

Baca Selengkapnya
PDIP: Dulu Dukung UU Tapera, Kini Menolak Iuran
PDIP: Dulu Dukung UU Tapera, Kini Menolak Iuran

Hasto menyebut pemerintah semestinya mendengarkan aspirasi rakyat terhadap aturan sebelum diterapkan.

Baca Selengkapnya
DPR Minta Kemenkes Tinjau Ulang Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Alasannya
DPR Minta Kemenkes Tinjau Ulang Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Alasannya

Desakan kepada Kemenkes ini diambil setelah adanya kekhawatiran serius tentang dampak negatif aturan itu.

Baca Selengkapnya
Muhammadiyah: DPR Harus Hormati Putusan Mahkamah Konstitusi
Muhammadiyah: DPR Harus Hormati Putusan Mahkamah Konstitusi

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, DPR semestinya mengedepankan kebenaran, kebaikan, dan kepentingan negara dan rakyat.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Amarah Mahfud Anggap DPR & Pemerintah Tak Sopan Ngebut Bahas RUU Pilkada
VIDEO: Amarah Mahfud Anggap DPR & Pemerintah Tak Sopan Ngebut Bahas RUU Pilkada

Mahfud MD kesal dengan langkah Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) ngebut bahas RUU Pilkada setelah adanya putusan MK

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tegas Masinton PDIP Suarakan Presiden Jokowi Turun & DPR Bubar Jika Rakyat Tak Didengar
VIDEO: Tegas Masinton PDIP Suarakan Presiden Jokowi Turun & DPR Bubar Jika Rakyat Tak Didengar

Masinton menegaskan pemerintah dan DPR harus mendengar suara rakyat dan mahasiswa.

Baca Selengkapnya
Muhammadiyah: Jangan Seret Masyarakat ke Arus Politik Konfrontatif
Muhammadiyah: Jangan Seret Masyarakat ke Arus Politik Konfrontatif

Masyarakat dinilai tak perlu diseret lagi dalam wacana hak angket

Baca Selengkapnya
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.

Baca Selengkapnya
Masinton PDIP Protes RUU Pilkada: Kita Bisa Akali Aturan dengan Buat Aturan, tapi Kebenaran Tak Bisa Dibutakan!
Masinton PDIP Protes RUU Pilkada: Kita Bisa Akali Aturan dengan Buat Aturan, tapi Kebenaran Tak Bisa Dibutakan!

PDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.

Baca Selengkapnya