ARSSI Sebut Pemerintah Utang Miliaran Rupiah Biaya Klaim RS Tangani Covid-19
Merdeka.com - Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mengungkapkan bahwa pemerintah belum membayar biaya penanganan pasien Covid-19 ke ratusan rumah sakit swasta di Indonesia. Sekjen ARSSI, Ling Ichsan Hanafi mengatakan, jumlah biaya yang belum dibayarkan oleh pemerintah itu mencapai ratusan miliar rupiah.
Ichsan tidak menyebutkan nominal biaya tersebut dengan detail. Sebab, kata dia, hingga saat ini pihaknya masih terus menerima keluhan RS yang belum dibayarkan klaimnya.
"Memang konfirmasi datanya (nominal pastinya) masih terus kita lakukan. Yang jelas tiga bulan terakhir belum dibayarkan klaimnya sama pemerintah," kata Ichsan saat dihubungi merdeka.com, Rabu (27/1).
-
Kenapa Teuku Ryan tidak langsung terima uang Rp 500 juta? 'Di fakta persidangan emang ada Rp 500 juta dan itu ditransfer kepada ka Shindy bukan kepada Ryan. Setelah itu dari ka Shindy ditransfer ke Ryan Rp 500 juta,' kata Dedi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Senin (6/5/2024).
-
Kenapa Mbappe enggan membahas isu tunggakan gaji? 'Mengenai masalah tunggakan gaji PSG? Saya hanya ingin fokus pada hal-hal positif tentang PSG, dan saya selalu mendoakan yang terbaik untuk mereka,' kata Mbappe.
-
Siapa yang menunggak pembayaran? 'Nah, jemaah sulsel itu sudah selesai semua pembayaran ke oknum broker seat, jemaah surabaya yang belum selesaikan. Ini informasi yang saya dapat yah, tapi belum ada kepastian yah,' sebutnya.
-
Kenapa MK tidak langsung membahas semua sengketa? Perkara yang dapat dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi, hanya perkara yang dinilai membutuykan pembuktian lanjutan berdasarkan rapat permusyawaratan hakim (RPH) selama sepekan terakhir.
-
Kenapa Cak Imin tidak jelaskan bantuan hukum untuk Reyna? Cak Imin tidak menjelaskan secara rinci apakah PKB bakal memberikan bantuan hukum kepada Reyna. Dia mengatakan, penanganan kasus tersebut sudah ditangani langsung oleh pihak keluarga.'Sampai hari ini diatasi oleh keluarga,' ujarnya.
-
Siapa yang diminta membayar pungutan Rp10 juta? Miris, seorang warga yang hidup di bawah garis kemiskinan di Desa Kendayakan, Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, batal menerima bantuan bedah rumah dari pemda setempat.Bukan tanpa alasan warga bernama Ahmad Turmudzi (49) itu tidak jadi mendapatkan bantuan renovasi. Sebab, agar perbaikan bisa dilaksanakan dirinya diduga harus membayar uang pungutan sebesar Rp10 juta.
Dia mengatakan, pemerintah memang sudah membayar biaya klaim rumah sakit hingga bulan September. Seperti yang diketahui, pemerintah menggelontorkan dana Rp4,38 triliun untuk membayar RS penanganan Covid-19. Jumlah tersebut merupakan akumulasi pada bulan April hingga 16 September 2020 dan bukan hanya RS swasta saja. Di luar angka tersebut memang masih ada klaim yang dispute dan klaim yang masih dalam tahap verifikasi.
"Menurut catatan Pak Dirjen Pelayanan Kesehatan (Prof Abdul Kadir) ada 2.000 RS yang melayani Covid-19, kalau RS swasta saja sekitar 700. Nah angkanya bisa sebesar itu, karena ada klaim bulan-bulan sebelumnya yang dispute atau dikembalikan. Itu yang bikin besar sampai ratusan miliar," ungkapnya.
Ichsan pun berharap pemerintah bisa segera membayar klaim biaya RS tersebut. Dia khawatir RS swasta tidak bisa menambah jumlah tempat tidur sebanyak 30 persen sesuai dengan permintaan Kemenkes.
Selain itu, kata Ichsan, jika tempat tidurnya ditambah, maka otomatis alat kesehatan dan tenaga kesehatannya juga perlu ditambah. Meskipun begitu, Ichsan mengatakan, sejauh ini, RS swasta masih bisa menangani pasien-pasien Covid-19 dan non Covid.
"Kami masih bisa menangani tetapi kan kami berupaya menaikkan kapasitas tempat tidur sekitar 30 persen lebih untuk isolasi sesuai anjuran Kemenkes. Itu tidak mudah. Zonasinya harus tepat. Tentunya SDM (Sumber Daya Manusia) serta alat kesehatan juga harus ditambah. Itu butuh biaya besar," ujarnya.
"Untuk ventilator saja, kita masih kurang. Kalau mau beli harus indent 1-3 bulan," lanjut dia.
Dia pun mengkhawatirkan kesejahteraan para tenaga kesehatan yang menangani lonjakan pasien Covid-19. Menurutnya, para nakes juga harus dijamin juga kesehatannya. Oleh sebab itu, pada sore hari ini, ARSSI mengadakan pertemuan Kemenkes dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) untuk membahas biaya penanganan RS yang belum dibayar oleh pemerintah. Ichsan mengatakan bahwa pemerintah sangat responsif terhadap keluhannya.
"Indeks biaya SDM kalau di RS bisa 30 persen dari gaji. Kita dari RS swasta sangat tergantung dengan pembayaran itu karena kita selama ini biayanya mandiri. Nah kita sudah sampaikan masalah ini. Dari beliau (Menkes Budi) keliatannya akan mengupayakan untuk segera dilakukan pencairan, nanti kita lihat ke depannya," kata Ichsan.
Dorong Segera Dicairkan
Sementara itu, Sekjen PERSI, Lia Gardenia Partakusuma membenarkan bahwa dana pembayaran klaim RS penanganan Covid-19 bulan Oktober-Desember belum cair. Lia yang juga merupakan Direktur Penunjang RS Jantung Harapan Kita milik pemerintah itu mengaku sudah memahami terkait mekanisme pencairan dana pemerintah untuk rumah sakit milik pemerintah.
Dia pun membeberkan alasan mengapa klaim pembayaran RS pada bulan Oktober-Desember belum cair.
"Memang banyak (yang belum dibayar klaimnya). Bahkan bukan miliaran lagi. Soalnya setahu saya, dari 2.900 RS di Indonesia, 2.000-nya sudah ajukan klaim, tetapi mungkin Kemenkes sudah terlanjur tutup buku. Jadinya masuk ke anggaran 2021. Soalnya kalau penagihannya bulan Oktober, maka verifikasi baru dilakukan bulan November dan selesainya bisa Desember," kata Lia saat dihubungi merdeka.com.
Lia pun mendorong pemerintah untuk melakukan diskresi dalam mencairkan dana pembayaran rumah sakit penanganan Covid-19. Menurutnya, jika dana tersebut tidak segera dicairkan, dia khawatir RS swasta tidak bisa bertahan dalam beberapa bulan ke depan.
"Kita (RS pemerintah) memang sudah tahu karena setiap tahun anggaran itu turunnya di Februari. Kita juga sudah antisipasi, sudah beli barang bulan Desember, sehingga bisa mencukupi sampai Februari. Kalau RS swasta kan tidak, mereka tergantung jumlah pasien yang datang. Jadi wajar RS swasta komplain," katanya.
"Saya bisa merasakan kesulitan RS swasta yang tidak terbiasa mengikuti pola pemerintah. Selain itu, semua RS kan juga diminta untuk menambah tempat tidur. Lalu SDM kita juga harus diproteksi. Makanya kita butuh dana segar," imbuhnya.
Senada dengan Ichsan, Lia juga mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengkomunikasikan keluhan ini ke Kemenkes. Pihak Kemenkes pun merespon dengan baik.
"Kita sudah bicara sama Dirjen dan Menkes, mengapa pembayaran belum cair dan apa boleh buat, memang belum bisa cair. Kita berharap, mudah-mudahan ada diskresi. Soalnya ini keadaan darurat, tidak bisa menunggu," ujar Lia
"Kita selalu dikejar-kejar, harus selesai sebelum Desember klaimnya. Nah dengan adanya diskresi, kita bisa lebih leluasa. Kalau sekarang ini kan mengikuti aturan rutin. Lewat dari tanggal yang ditetapkan, maka harus tunggu anggaran 2021," ujarnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Polda Jateng juga akan menggandeng instansi dalam rapat koordinasi tersebut untuk turut memantau proses penyelidikannya.
Baca SelengkapnyaAngka tunggakan ini meningkat dibanding jumlah piutang di tahun sebelumnya sebsar Rp25,04 triliun yang tersebar di 62 kementerian lembaga.
Baca SelengkapnyaKetua KPU Hasyim Asy'ari KPU memastikan sudah melaporkan dan mengembalikan sisa anggaran tersebut ke kas negara.
Baca SelengkapnyaMenghitung utang tidak sama dengan membagi secara rata jumlah utang pemerintah Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini yang mencapai 270 juta jiwa.
Baca SelengkapnyaKejagung memastikan pengusutan kasus dugaan korupsi BTS Kominfo diduga mengalir ke pelbagai pihak tetap dilanjutkan.
Baca SelengkapnyaHingga 2023 BPJS Kesehatan membayar klaim ke fasilitas kesehatan sebesar 158,8 triliun.
Baca SelengkapnyaKPK menemukan setidaknya ada tiga RS swasta yang melakukan klaim fiktif kepada BPJS Kesehatan
Baca SelengkapnyaPublik sanksi pengelolaan dana Tapera transparan jika berkaca dengan kasus-kasus korupsi sebelumnya.
Baca Selengkapnya