Aturan Wajib Tes PCR jadi Syarat Perjalanan Dinilai Tak Melalui Perencanaan Matang
Merdeka.com - Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengapresiasi pemerintah yang mencabut kebijakan wajib tes Polymerase Chain Reaction (PCR) bagi pelaku perjalanan darat.
Menurutnya, keputusan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah mendengar masukan berbagai pihak, termasuk keluhan masyarakat. Meskipun kebijakan pemerintah menyangkut syarat perjalanan tidak konsisten karena selalu berubah-ubah.
"Itu apresiasi kita. Di luar ada plus minus, itu proses lah ya," katanya kepada merdeka.com, Rabu (3/11).
-
Siapa yang memberikan tanggapan mengenai PCR? Setelah mendengar pernyataan itu, epidemiolog Dicky Budiman memberikan tanggapan, khususnya mengenai penggunaan tes PCR. Dicky menjelaskan bahwa PCR merupakan metode yang digunakan untuk menggandakan materi genetik, baik DNA maupun RNA, dari sampel agar dapat dianalisis dengan lebih efektif.
-
Siapa yang melakukan penelitian tentang penanganan Covid-19 oleh polisi? Disertasi yang berjudul 'Evaluasi Kebijakan Operasi Aman Nusa II dalam Penanganan Covid-19 oleh Polrestabes Bandung,' karya Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung, menyoroti peran kritis Polri dalam mengimplementasikan strategi efektif yang mengintegrasikan keamanan dan kesehatan publik.
-
Siapa yang terlibat dalam penelitian Covid-19 ini? Tim peneliti yang dipimpin oleh Wellcome Sanger Institute dan University College London di Inggris menemukan respons kekebalan baru yang memberikan pertahanan garis depan yang kuat.
-
Bagaimana polisi dapat berkontribusi dalam penanganan Covid-19? Operasi Aman Nusa II menjadi studi kasus utama yang memperlihatkan bagaimana kepolisian, dengan sumber daya dan kapasitasnya, dapat berkontribusi signifikan terhadap penanganan krisis kesehatan publik.
-
Apa yang dikatakan Dharma Pongrekun tentang COVID-19? Calon Gubernur Jakarta dengan nomor urut 2, Dharma Pongrekun, berhasil menarik perhatian publik ketika dalam debat pertama Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta pada malam Minggu, 6 Oktober 2024, ia menyatakan bahwa pandemi COVID-19 merupakan agenda dari pihak asing. Dharma mengungkapkan bahwa ia memiliki pemahaman mendalam mengenai pandemi yang disebabkan oleh virus corona, yang telah menjadi tantangan global selama beberapa tahun terakhir. 'Saya sangat memahami mengenai pandemi ini. Ini adalah agenda tersembunyi dari luar negeri untuk mengambil alih kedaulatan negara kita. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya bangsa ini hingga harus mengikuti istilah yang ditetapkan, mengapa tidak menggunakan istilah Tofik, kenapa harus mengikuti COVID?,' ungkap Dharma.
-
Mengapa Covid-19 menjadi pandemi global? Pandemi Covid-19 telah menjadi salah satu peristiwa paling berdampak di abad ke-21. Penyakit yang disebabkan oleh virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 200 juta orang dan menewaskan lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.
Dicky menjelaskan, berdasarkan panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO), pelaku perjalanan domestik termasuk internasional tidak bisa dikategorikan sebagai terduga kasus Covid-19. Karena itu, pelaku perjalanan yang sudah divaksinasi penuh, bukan berstatus kontak erat dengan Covid-19, tidak diprioritaskan untuk melakukan tes PCR.
Menurut Dicky, pemerintah perlu menentukan strategi yang tepat untuk melindungi kesehatan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Misalnya, cukup mewajibkan vaksinasi bagi pelaku perjalanan dan membatasi kapasitas transportasi.
Dia menambahkan, jika vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah melebihi 70 persen atau 80 persen dari total penduduk, maka syarat rapid test antigen bagi pelaku perjalanan mungkin tidak diperlukan lagi. Bahkan, tes PCR mungkin cukup digunakan di fasilitas kesehatan atau untuk program kesehatan masyarakat saja.
"Kalau (tes PCR) di fasilitas kesehatan, dalam rangka strategi kesehatan masyarakat, itu memang harus digratis, ditanggung pemerintah," ujarnya.
Sementara pengamat kebijakan publik, Trubus Radiansyah menilai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait syarat perjalanan di tengah pandemi Covid-19 tidak melalui perencanaan yang matang. Akibatnya kebijakan yang dibuat kemudian diubah dalam waktu singkat.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut banyak dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu. Kelompok yang dimaksud yakni 3P, Pejabat, Pengusaha, dan Politisi.
"3P itu sering mempengaruhi kebijakan penanganan Covid-19 dan di situ selalu berdalih tingkat penularan kasus Covid-19," katanya.
Menurut Trubus, lembaga dan kementerian berlomba-lomba membuat kebijakan syarat perjalanan di tengah pandemi Covid-19. Sehingga wajar saja, setiap kebijakan saling tumpang tindih.
"Jadi harusnya kebijakan itu kolaboratif tapi ini malah berkompetisi, mencari popularitas masing-masing," sambungnya.
Tidak sejalannya kebijakan lembaga dan kementerian, lanjut Trubus, menunjukkan lemahnya kepemimpinan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan sebagai koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis level.
"Ini harusnya ada di tangan Pak Luhut. Kelihatan sekali kelemahan dari kepemimpinan karena koordinasi antara lembaga sendiri tidak berjalan optimal," tandasnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Imbauan ini mengingat penularan Covid-19 dilaporkan kembali meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Baca SelengkapnyaMetode PCR sebelumnya juga digunakan untuk mendeteksi virus corona.
Baca SelengkapnyaDari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.
Baca SelengkapnyaMeningkatnya kasus cacar monyet atau MPOX di sejumlah negara, BBKK Soekarno-Hatta bersama Angkasa Pura meningkatkan pengawasan penumpang dari luar negeri.
Baca SelengkapnyaSurat Edaran Dirjen Perhubungan Udara Nomor SE 5 DJPU Tahun 2024 tentang Penggunaan SatuSehat Health Pass pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri.
Baca SelengkapnyaSaat ini, Omicron EG.5 mendominasi di tengah kenaikan kasus Covid-19.
Baca SelengkapnyaCalon Gubernur Jakarta Dharma Pongrekun berapi-api saat menjelaskan badai pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaPenetapan kebijakan itu sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern) oleh WHO.
Baca SelengkapnyaKementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta masyarakat untuk tidak panik dengan adanya pneumonia misterius yang tengah merebak di China dan Eropa.
Baca SelengkapnyaPemerintah menilai ada substansi yang kurang pas hingga perlu diluruskan.
Baca Selengkapnya