Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bacakan Duplik, Rizieq Singgung Omongan Arsul Sani Sebut Kejagung jadi Alat Kekuasaan

Bacakan Duplik, Rizieq Singgung Omongan Arsul Sani Sebut Kejagung jadi Alat Kekuasaan Komisi III Panggil Jaksa Agung Terkait Jiwasraya. ©2020 Liputan6.com/Johan Tallo

Merdeka.com - Terdakwa Rizieq Syihab menyinggung soal hasil rapat antara Jaksa Agung ST Burhanuddin dengan Komisi III DPR RI yang menyebut dalam proses penegakan hukum jangan sampai terjadi disparitas hukum atau penerapan hukum yang tidak seimbang bagi para orang yang kontra dengan pemerintah.

"Sedang anggota Komisi III DPR RI yang lain Asrul Sani dari Fraksi PPP menyoroti adanya perbedaan penanganan hukum antara orang yang pro pemerintah dengan kalangan yang berseberangan dengan penguasa, sehingga terjadi Disparitas dalam Tuntutan Pidana," kata Rizieq dalam duplik saat sidang di PN Jakarta Timur, Kamis (17/6).

Rizieq pun membawa pernyataan Arsul Sani ketika rapat bersama Jaksa Agung yang menyinggung perkaranya dan Syahganda Nainggolan seperti dikejar untuk dihukum pidana penjara, lantaran bersebrangan dengan pemerintah.

Orang lain juga bertanya?

"Sedangkan dalam kasus yang sama, tapi terdakwa bukan dari kelompok yang berseberangan dengan pemerintah, maka tuntutan hukum tidak seperti itu. Karena itu Asrul Sani mengatakan muncul kesan bahwa Kejaksaan tidak murni lagi menjadi penegak hukum, tapi menjadi alat kekuasaan dalam penegakan hukum," ujar Rizieq.

"Menjawab itu Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui adanya perbedaan tuntutan hukum dalam penanganan perkara dan menyadari hal itu sebagai suatu kelemahan, dan Jaksa Agung RI juga mengakui belum bisa mengawasi Disparitas ini. Karena itu Jaksa Agung RI menugaskan Jampidum Fadil Zumhana untuk menangani Disparitas ini," tambahnya.

Oleh sebab itu, Rizieq menyindir kepada jaksa agar berlaku adil, dan jangan diskriminasi serta memberlakukan disparitas hukum atau penerapan hukum yang tidak seimbang.

"Sekedar nasihat untuk JPU yang adil dan beradab, ketahuilah bahwa prinsip pengabaian keadilan dan prinsip pembenaran diskriminasi dengan alasan apa pun adalah kezaliman luar biasa yang merusak prinsip dan norma serta nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab," kata Rizieq.

Selain itu dalam dupliknya, Rizieq juga mempertanyakan soal pelanggaran protokol kesehatan sebabkan kerumunan yang dilakukan presiden, pejabat negara, publik figur, sampai di gerai Mcd yang tidak diproses pidana.

"Semuanya cukup dengan dialog dan mediasi serta dimaafkan, sementara bagi RS UMMI yang telah berjasa membantu ribuan pasien Covid, bahkan pemerintah berutang milyaran rupiah kepada RS UMMI selama pandemi, belum lagi ratusan ribu pasien yang dibantu RS UMMI sejak berdiri, hanya karena dianggap melanggar prokes langsung diproses hukum dan dipidanakan serta diseret ke pengadilan," ujar Rizieq.

Komisi III Singgung Disparitas Hukum

Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani yang menyebut ada disparitas penuntutan perkara tindak pidana umum. Disparitas itu kata Arsul, terjadi dalam kasus yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi. Orang yang berperkara berbeda sikap politik dengan pemerintah.

Misalnya dalam kasus mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Syihab, salah satu petinggi KAMI Syahganda Nainggolan hingga aktivis Ratna Sarumpaet. Menurut dia, dalam perkara beda politik itu tuntutan akan diberikan hukuman maksimal. Namun, tuntutan itu berbeda jika yang berperkara itu bukan dalam posisi politik berseberangan dengan pemerintah.

"Ini perkara-perkara ini dituntut maksimal 6 tahun, padahal saya lihat perkara yang didakwakan pasalnya sama, kemudian dikaitkan dengan status penyertaannya pasal 55 juga sama. Tetapi tuntutannya beda kalau yang melakukan adalah bukan orang-orang yang dalam tanda kutip posisi politiknya berseberangan dengan pemerintah atau dengan penguasa," kata Arsul kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Selasa (14/6).

Arsul membandingkan dengan kasus Sunda Empire yang tuntutannya tak diberikan maksimal. Menurutnya, hal ini menjadikan Kejaksaan Agung dipandang publik seakan alat kekuasaan untuk melakukan penegakan hukum.

"Nah yang jadi soal juga, ini kemudian menimbulkan kesan bahwa Kejaksaan Agung juga dalam tanda kutip tidak lagi murni menjadi alat negara yang melakukan penegakan hukum tetapi juga menjadi alat kekuasaan dalam melakukan penegakan hukum," kata Waketum PPP ini.

Menjawab hal itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengaku belum bisa mengawasi adanya perbedaan atau disparitas dalam menangani suatu perkara tindak pidana. Oleh karenanya, ke depan pihaknya akan melakukan pengawasan terkait hal itu.

"Kita kan baru perubahan di dalam pelaksanaan, kita memberikan kewenangan untuk penunjukkan ke daerah-daerah atau untuk tertentu. Dan ini adalah satu hal kelemahan bagaimana kita belum bisa mengawasi adanya disparitas ini, dan ini akan kami jadi program kami," kata Burhanuddin saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Senin (14/6).

Lalu, terkait yang disampaikan anggota Komisi III DPR Arsul Sani yang menyebut adanya disparitas penuntutan perkara tindak pidana umum. Burhanuddin mengaku, tidak akan terjadi lagi adanya perbedaan yang akan dilakukan oleh pihaknya dalam hal ini Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum).

"Agar nanti Jampidum tidak terjadi lagi disparitas, walaupun kami memberikan kewenangan ke daerah. Tetapi pengawasan ada tetap pada kita, jangan sampai ada disparitas terjadi lagi," tegasnya.

(mdk/rhm)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jenderal Dudung Transparan Usut Paspampres Culik-Bunuh: Kalau Anggota Terlibat Hukum Seberat-beratnya!
Jenderal Dudung Transparan Usut Paspampres Culik-Bunuh: Kalau Anggota Terlibat Hukum Seberat-beratnya!

Dudung menambahkan, ia tidak keberatan jika ada lembaga lain yang meminta peradilan koneksitas. Ia justru mendorong hal tersebut.

Baca Selengkapnya
Kepercayaan Publik ke Kejagung Tinggi karena Berani Usut Kasus Korupsi Besar
Kepercayaan Publik ke Kejagung Tinggi karena Berani Usut Kasus Korupsi Besar

Survei Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan tren kepercayaan publik terhadap sembilan lembaga negara, termasuk Kejagung.

Baca Selengkapnya
Guru Besar UI: Hukum Digunakan untuk Melanggengkan Kekuasaan
Guru Besar UI: Hukum Digunakan untuk Melanggengkan Kekuasaan

Sulis menyinggung pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah akan dihadapkan dengan hukum.

Baca Selengkapnya
Keberanian Kejagung Bongkar Kasus Kakap Diharapkan Bisa Dilanjutkan di Pemerintahan Prabowo
Keberanian Kejagung Bongkar Kasus Kakap Diharapkan Bisa Dilanjutkan di Pemerintahan Prabowo

Di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kejagung dinilai berhasil membongkar sejumlah kasus kakap.

Baca Selengkapnya
Hari Bhakti Adhyaksa ke-64, Jaksa Agung Singgung Banyak Penjahat Berupaya Melemahkan Penegakan Hukum
Hari Bhakti Adhyaksa ke-64, Jaksa Agung Singgung Banyak Penjahat Berupaya Melemahkan Penegakan Hukum

Burhanuddin menyebut, dalam waktu lima tahun belakang pihaknya mampu mencetak sejarah dengan menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercayai.

Baca Selengkapnya
Berani Bongkar Kasus Kakap Harus Jadi Indikator Jaksa Agung Baru
Berani Bongkar Kasus Kakap Harus Jadi Indikator Jaksa Agung Baru

Dalam sejumlah survei, Kejagung memiliki tingkat kepuasan publik paling tinggi dibanding lembaga penegak hukum lainnya

Baca Selengkapnya
Gaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI
Gaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI

Gaduh Kabasarnas Tersangka Suap, Ini Aturan Hukum KPK Sebenarnya Bisa Tangani Korupsi di TNI

Baca Selengkapnya
Romo Magnis: Ada Kesan Hukum Jadi Alat Bungkam
Romo Magnis: Ada Kesan Hukum Jadi Alat Bungkam

Masyarakat diimbau agar tidak perlu khawatir untuk bersikap kritis.

Baca Selengkapnya
Berani Bongkar Kasus Besar, Kepercayaan Publik pada Kejagung Dinilai Melejit
Berani Bongkar Kasus Besar, Kepercayaan Publik pada Kejagung Dinilai Melejit

Kinerja Kejagung membongkar kasus-kasus besar disebut membuat penilaian positif masyarakat.

Baca Selengkapnya
Komisi III Minta Kejagun Tak Terlena dengan Hasil Survei
Komisi III Minta Kejagun Tak Terlena dengan Hasil Survei

Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni menilai pencapaian ini sebagai bentuk konsistensi Kejagung yang patut dicontoh lembaga penegak hukum lainnya.

Baca Selengkapnya
Akui Masih Ada Anak Buah Bagi-Bagi Proyek, Jaksa Agung: Kita Mohon Maklum
Akui Masih Ada Anak Buah Bagi-Bagi Proyek, Jaksa Agung: Kita Mohon Maklum

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengakui masih ada anggotanya yang menyalahgunakan jabatan, khususnya bagi-bagi proyek yang dilakukan oknum jaksa.

Baca Selengkapnya
Jadi Hakim Konstitusi, Arsul Sani Ingin Kembalikan Kepercayaan Publik ke MK
Jadi Hakim Konstitusi, Arsul Sani Ingin Kembalikan Kepercayaan Publik ke MK

Arsul optimistis kebersamaan dan kekompakan hakim konstitusi mampu meningkatkan kembali tingkat kepercayaan publik terhadap MK.

Baca Selengkapnya