Balas Kubu Ferdy Sambo, Saksi Ahli Bharada E Nilai Lie Detector Sah Jadi Alat Bukti
Merdeka.com - Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti, Albert Aries memandang jika hasil tes lie detector atau uji kebohongan bisa jadi alat bukti yang sah dalam persidangan. Termasuk dalam perkara dugaan pembunuhan berencana, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pendapat itu disampaikan, Albert saat hadir sebagai saksi ahli meringankan atau A de Charge dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J atas terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E saat sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (28/12).
Berawal dari pertanyaan Tim Penasihat Hukum Bharada E soal keabsahan hasil lie detector seluruh terdakwa perkara pembunuhan berencana Brigadir J yang telah sebelumnya dipaparkan saat sidang dan turut diragukan dari ahli pidana meringankan Tim Penasihat Hukum Ferdy Sambo.
-
Kenapa alat deteksi kebohongan dibuat? Gagasan bahwa berbohong bisa memicu efek fisik yang bisa diamati membuat kita menciptakan alat yang dianggap bisa mendeteksi kebohongan.
-
Bagaimana cara membuktikan kebenaran fakta? Dalam konteks ini, fakta dapat dicatat, diukur, diamati, atau dibuktikan melalui pengalaman atau eksperimen yang konkret.
-
Bagaimana fakta dapat diverifikasi? Fakta merupakan informasi atau pernyataan yang dapat diverifikasi secara objektif dan terbukti benar berdasarkan bukti yang ada.
-
Bagaimana cara kerja alat pendeteksi kebohongan Bocca della Verità? Cara Kerja Alat Deteksi Kebohongan Mulai dari abad pertengahan, topeng ini dipercayai jika seseorang berbohong sambil memasukkan tangannya ke dalam mulut topeng, tangannya akan digigit.
-
Bagaimana cara membuktikan sebuah fakta? Dalam sebuah fakta, antara satu orang dengan orang lainnya pastinya sama karena kejadiannya jelas, tidak dapat terbantahkan serta dapat dicek kebenarannya.
-
Barang bukti apa yang ditemukan? Saat penangkapan bersama teman-temannya, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa pods vape yang berisi cairan ganja.
"Bagaimana pendapat ahli dalam menilai kekuatan pembuktian dari keterangan ahli poligraf?" tanya tim Penasihat Hukum saat sidang.
Kemudian, Albert mengatakan perihal barang bukti sejatinya sudah diatur dalam Pasal 39 KUHP dan alat bukti sudah diatur dalam Pasal 184 KUHP. Namun dalam prakteknya memang soal lie detector belum diatur. Karena, merupakan metode pembuktian yang baru.
"KUHP membedakan alat bukti dengan barang bukti. barang bukti diatur dalam Pasal 39 KUHP, alat bukti diatur (Pasal) 184 KUHP yang limitatif ada saksi ada surat ahli petunjuk keterangan terdakwa," ujarnya.
“Ketika ada metode seperti itu yang mungkin belum termaktub atau diatur dalam kuhp karena prinsip hukum acara itu limitatif dan interaktif, terbatas dan memaksa," tambah Albert.
Sehingga, dia menjelaskan, jika hasil lie detector bisa saja dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan dengan syarat dipaparkan oleh ahli terkait dan sah menjadi salah satu yang menjadi pertimbangan hakim.
"Kita ketahui KUHP ini dari tahun 81 banyak tidak update dengan perkembangan terkini, teknologi sebagainya. Maka ketika hasil metode itu dibunyikan, maka ketika hasil pemeriksaan itu dibunyikan oleh keterangan ahli, maka dia bisa menjadi alat bukti yang sah dan sepenuhnya pertimbangannya otoritatif hakim untuk menilai," tegasnya.
Pendapat Ahli Kubu Sambo
Sementara pada sidang sebelumnya, Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali menilai jika hasil lie detector atau alat pendeteksi kebohongan seharusnya tidak bisa digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara.
Pernyataan itu disampaikan Mahrus selaku ahli pidana yang dihadirkan sebagai ahli meringankan atau A de Charge oleh Tim Penasihat Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (22/12).
Konteks jawaban dari Mahrus diawali dengan pertanyaan dari Tim Penasihat Hukum, Rasamala Aritonang yang mempersoalkan keabsahan dari hasil lie detector atau alat pendeteksi kebohongan ketika dijadikan sebagai alat bukti.
"Apakah kemudian dalam konteks tadi saudara jelaskan bukti tersebut dapat digunakan atau tidak apabila tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya?" tanya Rasamala saat sidang.
"Itu dasar hukumnya bentuknya apa?" tanya Mahrus memastikan.
"Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Nomor 10 Tahun 2009," jawab Rasamala.
Atas jawaban tersebut, Mahrus menilai jika proses pemeriksaan dengan lie detector seharusnya didasari dan diatur melalui hukum acara dalam undang- undang yang berlaku.
"Artinya apa itu tidak legal harusnya (Lie Detector). Artinya apa, tidak boleh menggunakan dasar itu sebagai dasar untuk membuktikan poligraf. kenapa karena dia juga dasarnya bukan undang-undang," jelas Mahrus.
Sebab, Mahrus menyampaikan ada aturan dalam hukum hak asasi manusia (HAM) yang membatasi atau limitasi untuk apa saja yang berlaku sebagai pembuktian dalam hukum acara.
"Jadi didalam hukum HAM itu ada namanya limitasi, pembatasan hak itu dengan undang-undang yang mulia termasuk mengatur hukum acara," jelasnya.
Disamping itu, Mahrus juga mengatakan dalam hukum pidana dalam setiap kasus harus didasari dengan alat bukti yang sah. Syarat alat bukti itu sah pun dilandasi dengan prosedur yang benar dan materil atau sumber hukum yang mengaturnya.
"Kalau ini alat bukti itu sah harus ada dua, satu caranya sah mengikuti prosedurnya, kedua materilnya sah. kalau tidak diikuti bisa jadi hasilnya tidak valid," ucapnya.
Hasil Lie Detector
Sekedar informasi jika keterangan Mahrus sebagai saksi meringankan akan memberikan kesaksian pada perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Dimana mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dengan pidana paling berat sampai hukuman mati.
Hasil Lie Detector
Sebelumnya hasil Lie Detector sempat dibeberkan Ahli Polygraph Polri bidang Komputer Forensik, Aji Febriyanto. Terkait hasil tes kejujuran atau lie detector Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf dan Bharada Eliezer.
Hasilnya, Ferdy Sambo nilai totalnya -8 (Bohong), Putri Candrawathi -25 (Bohong), Kuat Ma'ruf dua kali pemeriksaan, yang pertama hasilnya +9 (Jujur) dan kedua -13 (Bohong), Bripka RR dua kali juga pertama +11 (jujur), kedua +19 (jujur), Bharada E +13 (jujur).
Kuat Ma'ruf skor -9 dan +13
-Pertanyaan terkait tidak pergoki Persetubuhan Putri Candrawathi dan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Kuat menjawab tidak melihat.- Pertanyaan terkait apakah Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J. Dijawab Kuat, Ferdy Sambo tidak ikut menembak.
Bripka Ricky Rizal skor +11 dan +19
-Pertanyaan terkait adakah seseorang yang menyuruhnya mengambil senjata Brigadir J. Dijawab oleh Ricky Rizal iya ada yang menyuruhnya.-Pertanyaan terkait apakah Ricky Rizal melihat Ferdy Sambo menembak Brigadir J. Yang dijawab Ricky ia tidak melihat.
Bharada Richard Eliezer skor +13
-Pertanyaan terkait apakah ia memberikan keterangan palsu bahwa kamu menembak Yosua. Richard jawab tidak dan jawabannya jujur dengan skor +13.
Putri Candrawathi skor -25
-Pertanyaan terkait apakah Putri berselingkuh dengan Yosua? Apakah anda berselingkuh dengan Yosua di Magelang? Apakah anda berselingkuh dengan Yosua selama di Magelang? pertanyaan itu dijawab tidak oleh Putri.
Ferdy Sambo skor -8
-Pertanyaan yang diajukan apakah Ferdy Sambo menembak Brigadir J dan dijawab tidak.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Pengkapan Palti Hutabarat memakai pasal tersebut jelas keliru. Saya harus mengoreksi kesalahan polisi ini," kata Henri
Baca SelengkapnyaAgus mengungkapkan, ijazah hingga media sosial bisa dijadikan alat bukti.
Baca SelengkapnyaKPK melihat adanya perbedaan pandangan yang menyebabkan hakim PN Jakarta Selatan memutuskan gugatan praperadilan mantan Wamenkumham Eddy Hiariej.
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya menyerahkan empat alat bukti memperkuat status tersangka Firli Bahuri.
Baca Selengkapnya