Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bantah RUU PKS Pro Zina, Komnas Perempuan Sebut Pembahasan Sudah Libatkan Ulama

Bantah RUU PKS Pro Zina, Komnas Perempuan Sebut Pembahasan Sudah Libatkan Ulama Komisioner Komnas Perempuan Imam Nahei. ©2019 Merdeka.com

Merdeka.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) ditentang sejumlah kalangan karena dinilai pro perzinahan dan LGBT. Bahkan, belakangan muncul petisi penolakan pengesahan RUU ini di Change.org. Komnas Perempuan yang juga terlibat dalam merancang draft RUU ini menampik tudingan tersebut.

Komisioner Komnas Perempuan, Imam Nahei menerangkan, pihaknya melihat perlunya RUU ini karena berlandaskan aspek historis di mana banyak korban kekerasan seksual jauh dari keadilan. Bahkan, korban kerap mendapatkan perlakukan reviktimisasi sebagaimana kasus Baiq Nuril Maknun yang mengundang perhatian publik akhir tahun lalu.

"Tujuan utamanya adalah untuk mendekatkan akses keadilan, sampai pada tingkat pemulihan korban karena memang sampai di situ problemnya dan termasuk di acara pidananya. Selama ini sering kali mengorbankan kembali korbannya (reviktimisasi), mayoritasnya adalah perempuan. Itu sebenarnya aspek kesejarahan RUU PKS," jelasnya ditemui di D'Consulate, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (2/2).

Orang lain juga bertanya?

"Soal penolakan itu bahwa ini adalah soal pro LGBT, pro perzinahan, itu sebenarnya Komnas Perempuan tidak pernah dalam pembahasannya itu membidik wilayah itu," imbuhnya.

Saat menyusun draft ini, Imam mengatakan pihaknya juga berdiskusi dengan ulama pada saat berlangsungya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) beberapa waktu lalu. Termasuk juga mengundang ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah serta tokoh agama lainnya. Pembahasan bersama para ulama ini bertujuan untuk memastikan agar tidak ada pasal yang tak sesuai dengan nilai-nilai agama.

"Untuk memastikan jangan sampai ada pasal-pasal yang secara terang benderang atau secara isyarat itu menghalalkan atau mengharamkan apa yang oleh agama (diatur) secara pasti," jelasnya.

"Lalu kalau ini dianggap pro zina, pro LGBT, itu saya kira ada bacaan yang belum tuntas terhadap keseluruhan spirit dari draft RUU PKS yang kita usulkan," lanjutnya.

Munculnya penolakan dari sejumlah orang menurutnya karena misinterpretasi atas pasal-pasal di dalam RUU ini. Menurutnya mereka menafsirkan secara literal padahal bukan ahli bahasa.

"Ada banyak orang yang menafsirkan padahal bukan ahli bahasa sehingga menafsirkannya lebih pada perspektif pribadi, ideologi, bahkan perspektif yang sudah tertanam dalam pikiran mereka," jelasnya.

RUU ini dinilai melegalkan perzinahan karena dalam pasal di dalamnya tidak diatur pemidanaan terhadap perzinahan yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Padahal, lanjut Imam, perzinahan telah diatur dalam KUHP.

"Ada loncatan kesalahan dua kali. Pertama ada di KUHP dan kalau kita tidak mengatur seakan-akan itu dilegalkan. Ini soal logika," ujarnya.

Imam menerangkan, dalam perspektif agama Islam, ada perzinahan yang tidak bisa dihukum. Perzinahan yang bisa dihukum adalah perzinahan yang sudah bisa dibuktikan oleh empat orang saksi yang melihat secara terang benderang perbuatan tersebut. Perzinahan tetap haram menurut ajaran agama tapi tetap tidak bisa dipidana.

"Tidak semua orang yang mencantumkan perzinahan yang suka sama suka di dalam pemidanaan itu kemudian dianggap pro zina apalagi menghalalkan perzinahan. itu logika yang salah," jelasnya.

Imam juga mengatakan RUU ini tidak bias gender. Baik lali-laki atau perempuan yang melakukan kekerasan seksual bisa dijerat. Menurutnya, RUU PKS ini membawa semangat keadilan.

"Sebenarnya bukan bias. Semangatnya itu semangat keadilan. Keadilan kan tidak harus setara tapi melihat realitas. Kalau ada kelompok tertindas atau lemah kita tidak boleh berada di tengah. Kita harus agak bergeser sedikit supaya timbangannya seimbang. Kalau kita berada di tengah ya itu tidak adil namanya," jelasnya.

"Ketika melihat realitas ini timpang ya kita harus berpihak. Itu bukan bias, bukan diskriminasi tapi melakukan affirmative action. Dianggap kita seakan-akan mendiskriminasi laki laki. Padahal kita berpihak dalam perempuan dalam konteks afirmasi, bukan diskriminasi," pungkasnya.

(mdk/ray)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Komnas Perempuan Apresiasi Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Terbukti Lakukan Asusila
Komnas Perempuan Apresiasi Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy'ari yang Terbukti Lakukan Asusila

Sanksi tegas yang dijatuhkan tidak hanya akan menguatkan proses pemulihan korban

Baca Selengkapnya
Catatan Ketua DPR pada Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Harus Jadi Peringatan
Catatan Ketua DPR pada Kasus Kekerasan Seksual di Kampus Harus Jadi Peringatan

Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang masih diabaikan pihak kampus

Baca Selengkapnya
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up
Ketua DPR: Korban Kekerasan Seksual Tidak Perlu Takut Speak Up

Kasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan: Tidak Ada Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Kekerasan Seksual

Ini mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.

Baca Selengkapnya
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan
Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus Masih Minim, Puan Soroti Kebijakan Pro-Perempuan

Puan pun mengingatkan, Indonesia memiliki berbagai regulasi hukum melindungi masyarakat dari tindak kekerasan seksual.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan Klarifikasi Kunjungan Pendeta Gideon Terkait Kasus Pelecehan Seksual
Komnas Perempuan Klarifikasi Kunjungan Pendeta Gideon Terkait Kasus Pelecehan Seksual

Komnas Perempuan mengklarifikasi kunjungan Pendeta Gideon Simanjuntak dan Istrinya, Amanda Zevanya ke Kantor Komnas Perempuan.

Baca Selengkapnya
Komisi III Minta PA Kudus Tindak Tegas Oknum Diduga Pelaku Pelecehan Seksual ke Anak Magang
Komisi III Minta PA Kudus Tindak Tegas Oknum Diduga Pelaku Pelecehan Seksual ke Anak Magang

Wakil Ketua PA Kudus, Siti Alosh Farchaty, menyebut terduga pelaku S bukan bagian dari PA Kudus, melainkan hanya mediator non hakim.

Baca Selengkapnya
11 Sikap Jaringan Ulama Perempuan Indonesia soal Krisis Kemanusiaan di Gaza Palestina, Ajak Warga Bantu Korban
11 Sikap Jaringan Ulama Perempuan Indonesia soal Krisis Kemanusiaan di Gaza Palestina, Ajak Warga Bantu Korban

Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) mengecam keras perang di jalur Gaza. KUPI mengajak warga bantu korban.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan: Banyak Praktek Diskriminasi soal Busana ASN hingga Mahasiswi Berujung Depresi
Komnas Perempuan: Banyak Praktek Diskriminasi soal Busana ASN hingga Mahasiswi Berujung Depresi

Komnas Perempuan mengidentifikasi masih ada sekurangnya 73 kebijakan dan berbagai praktek diskriminasi di sejumlah daerah.

Baca Selengkapnya
FOTO: Aksi Kamisan ke-808, Aktivis Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan
FOTO: Aksi Kamisan ke-808, Aktivis Soroti Kekerasan Terhadap Perempuan

Aktivis menyoroti pola-pola kekerasan terhadap perempuan yang tak kunjung disikapi secara serius oleh negara.

Baca Selengkapnya
Komnas Perempuan Desak DPR Percepat Pembahasan RUU PPRT: 2 Periode Masuk Prolegnas Prioritas, Belum Disahkan
Komnas Perempuan Desak DPR Percepat Pembahasan RUU PPRT: 2 Periode Masuk Prolegnas Prioritas, Belum Disahkan

Komnas Perempuan menyebut, dengan disahkan RUU PPRT dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan bagi para pekerja rumah tangga di tanah air.

Baca Selengkapnya
Ketua DPR Minta Perguruan Tinggi Serius Tangani Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungannya
Ketua DPR Minta Perguruan Tinggi Serius Tangani Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungannya

Puan pun menyoroti pentingnya komitmen perguruan tinggi untuk serius menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Baca Selengkapnya