Bantah terima duit e-KTP, Akom ngaku sudah klarifikasi ke KPK
Merdeka.com - Mantan Ketua DPR Ade Komarudin menegaskan tidak pernah menerima fee proyek pengadaan e-KTP seperti yang disampaikan terdakwa Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Keterangan ini telah diklarifikasikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya tidak pernah menerima uang dari Bapak Irman dan saya sudah klarifikasi kepada KPK ketika dimintai keterangan oleh KPK dan tidak ada pertanyaan lebih lanjut menyangkut hal ini pada saat itu," kata Akom, sapaan akrabnya melalui pesan tertulis, Kamis (9/3).
Akom mengklaim tidak pernah terlibat dalam pembahasan anggaran e-KTP mulai dari tahap perencanaan, penentuan anggaran hingga pelaksanaan proyek. Ditambah lagi, saat pembahasan dilakukan dirinya tengah menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Golkar dan anggota Komisi II DPR.
-
Apa yang dilakukan Komaruddin? Komaruddin memulai aksi jalan kaki sejak 5 Agustus lalu, dan direncanakan selesai pada 26 Agustus mendatang.
-
Siapa tersangka kasus korupsi KONI Sumsel? Ketua Umum KONI Sumatra Selatan Hendri Zainuddin resmi ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi dana hibah KONI Sumsel tahun anggaran 2021 pada Senin (4/9).
-
Kenapa Dewas KPK sidang etik mantan Kamtib dan Karutan? Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar sidang etik buntut dari kasus pungli di rumah tahanan (Rutan) KPK.
-
Siapa yang terbukti bersalah dalam korupsi Kementan? 'Untuk terdakwa Syahrul Yasin Limpo, mengadili, satu, menyatakan terdakwa Syahrul Yasin Limpo di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,' kata hakim ketua di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (11/7).
-
Kenapa Kemenkum HAM tidak menahan SK kepengurusan PKB? Dia mengatakan prinsipnya Kemenkum HAM tidak mungkin menahan jika ada permohonan dari partai politik.
-
Kenapa Karutan KPK tidak melaporkan pungli ke atasannya? 'Justru yang dilakukan terperiksa sebagai Kepala Rutan dengan memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan ke atasannya tentang pungutan liar di Rutan KPK,' sambung dia.
"Karena sejak awal saya tidak terlibat, baik dalam hal perencanaan sampai dengan penentuan anggaran dan pelaksanaan proyek. Hal ini wajar karena kapasitas saya saat itu sebagai Sekretaris Fraksi bukan Ketua Fraksi, dan bukan juga sebagai Pimpinan atau Anggota Komisi II," tegasnya.
Seperti diketahui, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan nama-nama anggota Komisi II dan sejumlah petinggi partai yang menerima fee terkait proyek elektronik-KTP. Nama-nama itu tercantum dalam berkas dakwaan dua tersangka yakni Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan terdakwa Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri 2011.
"Bersama-sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri, Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua panitia pengadaan barang dan jasa pekerjaan KTP elektronik (KTP-E) 2011-2012 telah mengarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu yaitu untuk memperkaya para terdakwa dan orang lain," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Irene Putri, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/3).
Sebagian besar nama yang diungkap adalah anggota Komisi II yang membidangi pemerintahan. Selain itu, ada pula petinggi partai.
"Dan 37 anggota Komisi II DPR lain serta memperkaya korporasi yaitu Perum Percetakan Negara RI, PL LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Artha Putra, PT Sucofindo, manajemen bersama Konsorsium PNRI yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun," tambah jaksa Irene. (mdk/ded)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jaksa sebelumnya mendakwa Achsanul Qosasi menerima uang Rp40 miliar untuk pengkondisian BPK dalam proyek menara BTS Kominfo.
Baca SelengkapnyaHal itu diungkap Alexander saat hadir di Polda Metro Jaya. Alexander diperiksa sebagai saksi terkait pertemuan itu hari ini, Selasa (15/10).
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan Alex pada saya tiba di gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sekitar pukul 09.23 Wib.
Baca SelengkapnyaGalumbang menilai uang tersebut bukan untuk dirinya namun untuk kepentingan BAKTI.
Baca SelengkapnyaQosasih menegaskan uang tersebut tidak pernah digunakan dan telah dikembalikan ke Kejaksaan Agung.
Baca SelengkapnyaKPK menggelar konferensi pers terkait dugaan korupsi di lingkungan Kemeterian Ketenagakerjaan, Kamis, 25 Januari 2024
Baca Selengkapnya"Menyatakan Terperiksa Sudara Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku,"
Baca SelengkapnyaErick mengaku masih mempelajari soal dugaan kongkalikong dalam pengadaan jasa angkutan untuk pengiriman rangakaian kereta cepat Whoosh tersebut.
Baca SelengkapnyaMenurut Alex, Eko mengajak bertemu karena berkonsultasi ingin melaporkan dugaan kasus korupsi pada instansi Bea Cukai.
Baca SelengkapnyaMenurut Pahala, segala bentuk pertemuan pimpinan KPK dengan para pejabat selalu dilampirkan nota dinasnya.
Baca SelengkapnyaPenyidik saat ini masih mengumpulkan apakah adanya bukti tindak pidana yang terjadi terkait pertemuan Alex dengan Eko.
Baca SelengkapnyaAgus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik
Baca Selengkapnya