Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Banyak orang sok pintar di medsos sampai ulama dihina-hina

Banyak orang sok pintar di medsos sampai ulama dihina-hina Ilustrasi Media Sosial. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Media sosial seharusnya menjadi sarana positif bagi para penggunanya. Ranah sulit terjamah ini belakangan justru dipakai sebagai tempat menghina hingga menyebar fitnah. Tidak sedikit juga para pengguna menjadi seorang paling pintar dan mudah merendahkan orang lain melalui media sosial.

Momen Pemilu maupun Pilkada, menjadi waktu tepat tumbuh subur kekacauan di media sosial. Pelbagai gunjingan hingga cibiran selalu muncul tiap waktu. Apalagi bila ditemukan sebuah kejanggalan. Sontak kejanggalan itu menjadi viral di jagat dunia maya.

Kondisi kekacauan pengguna media sosial di Indonesia memang dikenal ramai. Dalam konteks Pilkada, kasus dugaan penistaan agama dilakukan Basuki T Purnama (Ahok), menjadi bahan laku dimakan para pengguna media sosial alias netizen. Mulai dari suatu spekulasi hingga fitnah, menyeruak dengan cepat.

Kasus melanda Ahok memang sensitif. Namun, akibat kasus ini banyak orang mendadak menjadi ustaz media sosial. Dia menyoroti banyaknya kicauan di media sosial dari orang tak berilmu, tidak memiliki pengetahuan agama cukup, tetapi mengunggah pelbagai ayat Alquran dalam konteks tidak sesuai dengan tafsir. Orang-orang semacam ini sekarang sedang populer di media sosial.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyindir 'ustaz sosial media' ini cenderung memprovokasi masyarakat. Beda dengan ustaz sungguhan yang mengajarkan kebaikan dan ilmu agama secara lengkap. Namun ustaz medsos ini paling galak mengeluarkan 'fatwa-fatwa' yang menebar kemarahan.

"Sangat berbahaya ustaz sosmed ini nggak punya ilmu," kata Gatot di Jakarta, Selasa kemarin. "Tidak punya ilmu, tidak kuliah, asal punya paket data saja bisa," tambahnya.

Menurut Gatot, banyak netizen juga salah menafsirkan sebuah ayat dalam Alquran. Terutama pada demo 2 Desember nanti berkoar-koar mengenai membela Alquran.

"Ada yang saya dengar bahwa 'mari kita demo untuk melindungi Alquran'. Baca dong Al Hijr ayat 9, yang melindungi dan memelihara Alquran itu Allah," tegas Gatot.

Terkait hinaan, media sosial belakangan juga diramaikan dengan aksi dilakukan seorang pegawai BUMN kepada ulama Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus. Beruntung, Gus Mus tidak marah mendapat hinaan kasar. Tak ada dendam, dia justru membukakan pintu maaf selebar-lebarnya.

Adapun pegawai BUMN itu diketahui Pandu Wijaya. Badai kritik seketika menerpa karyawan PT Adhi Karya itu. Sadar dapat penindasan (bully), Pandu mengunci akunnya. Banyak followers menyarankan Gus Mus membuat laporan ke polisi dengan memakai Undang-Undang ITE. Sekali lagi Gus Mus tak terpancing. Dia tak ingin kasus itu diperpanjang sehingga makin gaduh.

Akibat ulahnya itu, Pandu mendapat sanksi dari perusahaannya. Tidak tanggung-tanggung, PT Adhi Karya sendiri telah mengambil langkah tegas dengan memberikan surat peringatan III (SP3). SP3 ditandatangani Project Manager di PT Adhi Karya Dr Ir Wikrama Wardana MM MPM.

Beruntung, Gus Mus mempunyai hati lembut dan pemaaf. Dia meminta perusahaan pelat merah itu tidak memecat Pandu.

"Saya mohon jangan sampai si karyawan dipecat, sebagaimana usul sementara orang," kata pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang itu dalam akun Facebooknya, Jumat pekan lalu.

Maraknya aksi negatif di jagat dunia maya, membuat pemerintah ikut memebenahi. Mereka bahkan sampai mengubah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal itu telah diterapkan pada 28 November 2016, setelah melalui pembahasan di DPR.

Heboh putusan itu, membuat masyarakat lumayan berpikir. Dalam pasal 5 ayat a, ada aturan bahwa pemerintaah mempunyai kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi. (mdk/rnd)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Masyarakat Diajak Bijak dan Kritis Hadapi Berita Hoaks Jelang Pemilu 2024
Masyarakat Diajak Bijak dan Kritis Hadapi Berita Hoaks Jelang Pemilu 2024

Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.

Baca Selengkapnya
Waspadai Cara Kerja Kelompok Intoleran dan Radikal Bikin Narasi di Dunia Maya
Waspadai Cara Kerja Kelompok Intoleran dan Radikal Bikin Narasi di Dunia Maya

Generasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.

Baca Selengkapnya
Waspadai Kelompok Tebar Hasutan & Kebohongan saat Ada Demonstrasi di Berbagai Daerah
Waspadai Kelompok Tebar Hasutan & Kebohongan saat Ada Demonstrasi di Berbagai Daerah

Situasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu

Baca Selengkapnya
Menkominfo Budi Arie Akui Hoaks Makin Merajalela Jelang Pemilu
Menkominfo Budi Arie Akui Hoaks Makin Merajalela Jelang Pemilu

Daftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.

Baca Selengkapnya
Analisis Drone Emprit: Netizen Bicara Kecurangan Pemilu Masih Tinggi hingga Tuntut Sirekap Diaudit
Analisis Drone Emprit: Netizen Bicara Kecurangan Pemilu Masih Tinggi hingga Tuntut Sirekap Diaudit

Drone Emprit menemukan masih banyak netizen yang menyuarakan narasi kecurangan Pemilu 2024 di 10 hari setelah pencoblosan.

Baca Selengkapnya
Kepedulian Masyarakat terhadap Proses Pemilu Tinggi, Aduan ke DKPP Meningkat
Kepedulian Masyarakat terhadap Proses Pemilu Tinggi, Aduan ke DKPP Meningkat

Hal ini juga berpotensi membuat masyarakat menghakimi orang-orang atau yang belum tentu bersalah.

Baca Selengkapnya
Kapolda Metro Jaya Sebut Berita Hoaks Cepat Menyebar, Paling Banyak Soal Politik
Kapolda Metro Jaya Sebut Berita Hoaks Cepat Menyebar, Paling Banyak Soal Politik

Berita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain

Baca Selengkapnya
Sepekan Jelang Pencoblosan, Kampanye Hitam Pilkada Sumsel Masih Marak di Medsos
Sepekan Jelang Pencoblosan, Kampanye Hitam Pilkada Sumsel Masih Marak di Medsos

Fenomena ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kualitas proses demokrasi hingga berpotensi menimbulkan konflik antar pendukung calon kepala daerah.

Baca Selengkapnya