Banyak orang sok pintar di medsos sampai ulama dihina-hina
Merdeka.com - Media sosial seharusnya menjadi sarana positif bagi para penggunanya. Ranah sulit terjamah ini belakangan justru dipakai sebagai tempat menghina hingga menyebar fitnah. Tidak sedikit juga para pengguna menjadi seorang paling pintar dan mudah merendahkan orang lain melalui media sosial.
Momen Pemilu maupun Pilkada, menjadi waktu tepat tumbuh subur kekacauan di media sosial. Pelbagai gunjingan hingga cibiran selalu muncul tiap waktu. Apalagi bila ditemukan sebuah kejanggalan. Sontak kejanggalan itu menjadi viral di jagat dunia maya.
Kondisi kekacauan pengguna media sosial di Indonesia memang dikenal ramai. Dalam konteks Pilkada, kasus dugaan penistaan agama dilakukan Basuki T Purnama (Ahok), menjadi bahan laku dimakan para pengguna media sosial alias netizen. Mulai dari suatu spekulasi hingga fitnah, menyeruak dengan cepat.
-
Apa yang viral di media sosial? Video tersebut viral di media sosial dan menarik simpati para warganet yang menyaksikannya.
-
Siapa yang viral di media sosial? Kisah pilu gadis ini mencuri perhatian publik di media sosial. Sejak pertama kali diunggah, videonya sudah mendapat 34 ribu tanda suka.
-
Apa dampak dari ujaran kebencian di media sosial? Media sosial menjadi salah satu aspek yang ditekankan, karena berpotensi disalahgunakan lewat ujaran kebencian.
-
Siapa yang diserang menjelang Pemilu? 'Jadi media center ini bukan media center capres-capresan, jadi tidak untuk capres-capres tapi ini untuk pelurusan informasi data dari pemerintah sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi yang valid ataupun serangan yang diterima (untuk pemerintah). Sekarangkan banyak juga serangan yang kami terima, urusan capres tapi serangannya ke Pemerintah,' imbuhnya.
Kasus melanda Ahok memang sensitif. Namun, akibat kasus ini banyak orang mendadak menjadi ustaz media sosial. Dia menyoroti banyaknya kicauan di media sosial dari orang tak berilmu, tidak memiliki pengetahuan agama cukup, tetapi mengunggah pelbagai ayat Alquran dalam konteks tidak sesuai dengan tafsir. Orang-orang semacam ini sekarang sedang populer di media sosial.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyindir 'ustaz sosial media' ini cenderung memprovokasi masyarakat. Beda dengan ustaz sungguhan yang mengajarkan kebaikan dan ilmu agama secara lengkap. Namun ustaz medsos ini paling galak mengeluarkan 'fatwa-fatwa' yang menebar kemarahan.
"Sangat berbahaya ustaz sosmed ini nggak punya ilmu," kata Gatot di Jakarta, Selasa kemarin. "Tidak punya ilmu, tidak kuliah, asal punya paket data saja bisa," tambahnya.
Menurut Gatot, banyak netizen juga salah menafsirkan sebuah ayat dalam Alquran. Terutama pada demo 2 Desember nanti berkoar-koar mengenai membela Alquran.
"Ada yang saya dengar bahwa 'mari kita demo untuk melindungi Alquran'. Baca dong Al Hijr ayat 9, yang melindungi dan memelihara Alquran itu Allah," tegas Gatot.
Terkait hinaan, media sosial belakangan juga diramaikan dengan aksi dilakukan seorang pegawai BUMN kepada ulama Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus. Beruntung, Gus Mus tidak marah mendapat hinaan kasar. Tak ada dendam, dia justru membukakan pintu maaf selebar-lebarnya.
Adapun pegawai BUMN itu diketahui Pandu Wijaya. Badai kritik seketika menerpa karyawan PT Adhi Karya itu. Sadar dapat penindasan (bully), Pandu mengunci akunnya. Banyak followers menyarankan Gus Mus membuat laporan ke polisi dengan memakai Undang-Undang ITE. Sekali lagi Gus Mus tak terpancing. Dia tak ingin kasus itu diperpanjang sehingga makin gaduh.
Akibat ulahnya itu, Pandu mendapat sanksi dari perusahaannya. Tidak tanggung-tanggung, PT Adhi Karya sendiri telah mengambil langkah tegas dengan memberikan surat peringatan III (SP3). SP3 ditandatangani Project Manager di PT Adhi Karya Dr Ir Wikrama Wardana MM MPM.
Beruntung, Gus Mus mempunyai hati lembut dan pemaaf. Dia meminta perusahaan pelat merah itu tidak memecat Pandu.
"Saya mohon jangan sampai si karyawan dipecat, sebagaimana usul sementara orang," kata pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang itu dalam akun Facebooknya, Jumat pekan lalu.
Maraknya aksi negatif di jagat dunia maya, membuat pemerintah ikut memebenahi. Mereka bahkan sampai mengubah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal itu telah diterapkan pada 28 November 2016, setelah melalui pembahasan di DPR.
Heboh putusan itu, membuat masyarakat lumayan berpikir. Dalam pasal 5 ayat a, ada aturan bahwa pemerintaah mempunyai kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaGenerasi muda Indonesia seringkali dihadapkan pada perdebatan yang tidak produktif di dunia maya.
Baca SelengkapnyaSituasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaDrone Emprit menemukan masih banyak netizen yang menyuarakan narasi kecurangan Pemilu 2024 di 10 hari setelah pencoblosan.
Baca SelengkapnyaHal ini juga berpotensi membuat masyarakat menghakimi orang-orang atau yang belum tentu bersalah.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaFenomena ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kualitas proses demokrasi hingga berpotensi menimbulkan konflik antar pendukung calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaNasriadi juga mengimbau kepada seluruh tim sukses dan pendukung calon agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial.
Baca Selengkapnya