Banyaknya Kendala dalam Proses Hukum Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia
Merdeka.com - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jentera Perempuan Indonesia Jember, Yamini Soedjai mengatakan, pihaknya seringkali menghadapi kendala dalam upaya mendampingi korban kekerasan seksual. Kendala-kendala tersebut kemudian dapat menyebabkan terhambatnya proses hukum untuk penyelesaian kasus kekerasan seksual.
Dia mengungkapkan, salah satu kendala yang harus dihadapi oleh korban kekerasan seksual adalah keterbatasan undang-undang terkait kekerasan seksual di Indonesia. Selain itu, undang-undang kekerasan seksual tersebut masih belum berperspektif pada korban.
Yamini mengungkapkan masalah ini dalam diskusi virtual bertajuk 'RUU P-KS Macet: Bagaimana Strategi Pendampingan Memenuhi Kebutuhan Korban' pada Rabu (16/9).
-
Apa bentuk kekerasan seksualnya? 'Keluarga korban direlokasi, namun untuk mempersiapkan tersebut korban masih tinggal dengan pamannya. Pada kesempatan itu pamannya tersebut itu melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak 4 kali. Sehingga mengakibatkan korban hamil dan saat ini korban sudah melahirkan,' kata Kapolres Cimahi, AKBP Tri Suhartanto melanjutkan.
-
Siapa yang sebut hukum di Indonesia terguncang? Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Chico Hakim menyebut, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres menjadi persoalan serius terkait hukum di Indonesia.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Siapa yang beresiko mengalami masalah karena kekerasan? Anak-anak yang mengalami atau menyaksikan kekerasan, trauma, pelecehan, atau penelantaran cenderung mengalami kesulitan kognitif di satu atau lebih bidang dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengalami hal-hal tersebut.
-
Siapa yang mengalami kekerasan? Kekerasan ekonomi terjadi ketika pelaku KDRT menguasai aspek keuangan korban untuk mengendalikan dan merugikannya.
-
Kenapa hukum di Indonesia mengecewakan? 'Ada tiga kata yang sangat penting di dalam orasi ini yaitu kata etika, moral dan hukum semua kata itu, rangkaian kata itu penting, tapi saya akan bicara etika, moral dan hukum. Kenapa topik ini dipilih, karena kita punya hukum tetapi hukum kita itu sangat mengecewakan,' kata Mahfud MD di Jakarta, Kamis (30/11).
"Enggak ada pasal dalam undang-undang yang bisa mengakomodir hak korban (dan) yang bisa mewakili. (kasus) Ini pakai pasal apa? Contohnya pelecehan seksual. Kalau misalnya korbannya adalah anak, itu akan lebih mudah bagi kami dan penyidik juga untuk menentukan pakai pasal apa? Tapi kalau sudah 18 tahun lebih sehari aja, sudah sulit menentukan (pasalnya). Kalau pakai pasal pencabulan, harus nampak pemaksaannya itu bagaimana ia menolak atas pencabulan itu. Karena dianggap dia sudah dewasa, tidak ada pasal yang bisa membela korban," katanya.
Selain terkait keterbatasan undang-undang pelecehan seksual, kendala lain yang juga disampaikan oleh Yamini adalah korban yang tidak berterus terang. Bahkan terkadang korban melaporkan kasusnya setelah waktu yang lama.
Pelaporan kasus kekerasan seksual setelah waktu yang lama ini dapat menimbulkan kesulitan dalam proses pengumpulan barang bukti. Meski begitu, Yamini memaklumi hal tersebut karena korban membutuhkan waktu untuk mengumpulkan keberanian dan menghadapi rasa malu.
"Ada banyak kendala, selain karena malu, dikira aib, dan masyarakat masih menyalahkan korban. Dan biasanya pelakunya adalah orang-orang terdekat. Kami punya klien yang korban pelecehan seksual dan pelakunya adalah ayahnya sendiri. Ia tidak mau melaporkan ayahnya karena takut kualat. Hal-hal seperti itu tidak bisa kita lakukan, dan kita tidak bisa menyalahkan korban," ujarnya.
Untuk mengatasi masalah keraguan dalam diri korban, Yamini mengatakan, pihaknya mencoba merangkul para kliennya. Dari kasus-kasus yang dia tangani sebelumnya, keintiman yang diberikannya kepada korban dapat membantu untuk percaya padanya dan ikut aktif dalam memperjuangkan hak mereka guna mendapat keadilan.
Sedangkan untuk masalah keterbatasan undang-undang kekerasan seksual, Yamini hanya dapat berharap pada pengesahan RUU PKS.
"Kalau soal pasal undang-undang yang terbatas itu memang sampai saat ini, kami belum menemukan solusinya. Makanya itu kenapa hampir di setiap kesempatan kami selalu berteriak untuk mendorong RUU PKS itu segera bisa disahkan," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah mengatakan hal serupa. Ia menyatakan, selama RUU PKS belum disahkan, maka kasus-kasus kekerasan seksual yang bisa dibawa ke pengadilan adalah kasus yang termasuk perkosaan (dengan konteks terbatas), pencabulan, dan persetubuhan.
Sedangkan untuk kasus seperti pemaksaan aborsi, pemaksaan kehamilan, pemaksaan perkawinan, pelecehan seksual non fisik, perbudakan seksual, dan eksploitasi seksual belum bisa dibawa ke ranah hukum.
Reporter magang: Maria Brigitta Jennifer (mdk/fik)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Meski undang-undang ini sudah diberlakukan, penerapannya masih sering kali dianggap sebagai formalitas semata.
Baca SelengkapnyaKetua KPAI Ai Maryati Solihah menyebutkan regulasi yang berkaitan dengan perlindungan anak sebetulnya sudah cukup komprehensif.
Baca SelengkapnyaKasus kekerasan seksual di Indonesia hingga saat ini masih marak di lingkungan masyarakat maupun lingkungan pendidikan
Baca SelengkapnyaKetua KY: Tugas Kami Tidak Mudah, 300 Orang Harus Awasi 8.000 Hakim
Baca SelengkapnyaKetua DPR RI Puan Maharani menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang masih diabaikan pihak kampus
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Ketua KY Amzulian Rifai dalam Seminar Internasional Komisi Yudisial (KY) membahas jaminan keamanan hakim dan persidangan.
Baca SelengkapnyaIni mempertimbangkan kerugian dan dampak negatif yang dialami korban dan tidak jarang bersifat permanen.
Baca SelengkapnyaSebelumnya disebutkan ada 40 korban yang melapor ke PPKS UI. Mereka terdiri dari mahasiswa, tenaga pendidik dan warga UI.
Baca SelengkapnyaSalah satu yang menjadi hambatan adalah kasus ini sudah terjadi delapan tahun silam.
Baca SelengkapnyaDeretan kasus di atas hanya segelintir. Tentu kondisi tersebut sungguh miris. Pelajar seorang tak lagi menunjukkan sikap sebagai seorang anak terpelajar.
Baca SelengkapnyaAktivis menyoroti pola-pola kekerasan terhadap perempuan yang tak kunjung disikapi secara serius oleh negara.
Baca SelengkapnyaTindak kejahatan seksual dengan anak sebagai korban adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Baca Selengkapnya